Adat Mencuri dan Merampok ; Usuh Tunin Rebut Sangkan

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Adat tidak saja berlaku bagi kehidupan normal tetapi juga penting bagi yang berprilaku menyimpang seperti pencuri dan perampok.

Adat mencuri adalah “tunin” atau merahasiakan seluruh kegiatan mencuri sehingga tidak seorangpun tahu kecuali pelakunya, sedangkan adat merampok adalah “sangkan” atau melarikan sejauh mungkin hasil rampasannya.

Pencuri yang tidak beradat adalah pencuri yang tidak bisa merahasiakan aktivitas pencuriannya, pun demikian perampok yang tidak beradat adalah perampok yang tidak melarikan hasil rampasannya jauh-jauh.

Nasib pencuri dan perampok yang tidak beradat akan mengalami kesialan; ditangkap, dipukuli, diintograsi, di-BAP, diadili, dipenjara.

Lebih tragis lagi, bagi pencuri dan perampok yang ditangkap akan menjadi perbincangan sepanjang abad dan kehormatan keluarganya tercabut karena dicap sebagai keluarga pencuri dan perampok sehingga dikucilkan oleh masyarakat.

Begitulah beratnya hukuman bagi para pencuri dan perampok yang tidak beradat; tidak saja menjalani hukuman fisik, tetapi juga mendapat hukuman sosial dan tercemarnya nama baik.

Demikian pentingnya adat dalam kehidupan, yang bukan saja kebiasaan yang diulang-ulang, lebih dari itu adalah wujud alam sebagai jalan keselamatan. Seperti seseorang yang masuk hutan lalu diterkam harimau karena tidak membawa parang. Orang tidak membawa parang masuk hutan disebut orang tidak beradat.

Kalau kita melihat, kita dengar atau kita membaca di media cetak dan elektronik serta media sosial ada pencuri dan perampok yang ditangkap, maka jangan ragu ucapkan dengan lantang; “Dasar pencuri dan perampok yang tidak beradat!”

(Mendale, 28 Agustus 2018)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.