Ekowisata Flora dan Fauna Tersembunyi di Burni Telong

oleh
Kedih (Thomas Leaf Monkey) di Gunung Burni Telong

drh. Agus Nurza Zulkarnain, M.Si

Indonesia kaya sumber daya pariwisata berbasis alam atau dikenal juga dengan istilah ekowisata. Ekowisata atau ekoturisme merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial, budaya, ekonomi masyarakat lokal, serta aspek pembelajaran, dan pendidikan.

Gunung Burni Telong (GBT) merupakan gunung api aktif yang berketinggian sekitar 2.646 meter dari permukaan laut yang berada di Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh. Studi inventarisasi potensi obyek sumberdaya wisata di GBT belum banyak dieksplorasi dan terdokumentasi dengan baik. Dalam mewujudkan Peranan GBT sebagai tempat ekowisata telah dikekembangkan obyek wisata alam pendakian Puncak Burni Telong. Akan tetapi obyek wisata selama perjalanan menuju Puncak GBT belum terinventarisir dengan baik. Obyek wisata berupa fauna dan flora serta fenomena alam yang belum dikembangkan akan menjadi daya tarik tersendiri untuk kawasan jalur pendakian GBT.

Perlu kajian ilmiah tentang Fauna dan Flora yang tersembunyi di Burni Telong agar kekayaan fauna dan flora dapat terjaga sebagai warisan kekayaan alam untuk anak cucu kita dimasa yang akan datang. Hasil kajian dapat dijadikan obyek sumberdaya wisata holistik dan edukatif juga menjadi ikon baru dalam kawasan GBT terutama untuk wisatawan yang menyukai hiking, camping, outbond sambil berpetualang di bawah pepohonan dan melihat beranekaragam hewan serta tumbuhan yang indah.

Dari jenis flora yang telah dikembangkan sebagai obyek wisata di GBT adalah Edelweiss (Anaphalis spp.) tumbuhan khas yang terdapat di Puncak GBT dan Kantung semar (Nephentes spp.). Sedangkan jenis fauna yang di kembangkan sebagai obyek wisata belum terintepretasikan dengan baik. Potensi wisata pengamatan Avifauna (wisata pengamatan burung) juga dapat dikembangkan di kawasan GBT. Hal tersebut dapat dibuktikan oleh penulis dengan teridentifikasinya 11 jenis burung endemik Sumatera dan tercatat 51 jenis burung yang mendiami kawasan GBT dari hasil survey awal Avifauna di GBT pada tahun 2017. Hasil catatan temuan tersebut nantinya akan dipublikasikan secara ilmiah.

Jenis primata seperti Siamang (Symphalangus syndactylus) yang kini statusnya semakin kian terancam punah juga dapat menjadi daya tarik wisata di GBT. Tak kalah menarik dari jenis primata yang ada di GBT adalah Kedih (Presbytis Thomasi). Kedih merupakan primata yang aslinya hanya terdapat di Pulau Sumatera, khususnya Sumatera bagian Utara yang dapat juga menjadi obyek menarik saat melewati jalur pendakian GBT. Hewan ini termasuk dalam daftar hewan yang kini statusnya kian terancam punah.

Burung Madu Ekor Merah (Temminck sunbird) di Gunung Burni Telong

Penulis bersama tim komunitas pengamat burung Aceh (Aceh Birder) juga telah menemukan keberadaan Bunglon Sikulikap (Gonocephalus lacunosus) di GBT dan juga dapat menjadi catatan tambahan yang menarik untuk keanekaragaman fauna di GBT. Bunglon Sikulikap hanya diketahui dari tipe lokalitas (endemik) di Sumatera bagian utara. Hasil temuan tersebut telah dipublikasi pada majalah Herpetologer Mania Edisi VIII tahun 2015. Perlu dilakukan kajian penelitian lebih mendalam tentang informasi kelimpahan, ekologi atau jangkauan penuhnya, habitatnya mungkin terancam oleh aktivitas manusia. Hal tersebut tentunya dapat mebuka peluang baru untuk mahasiswa yang membidangi ilmu biologi sebagai salah satu obyek penelitian yang sangat menarik.

Atraksi flora, seperti edelweiss merupakan objek wisata yang paling menonjol dan secara fisik mempunyai potensi rekreasi dan daya tarik yang tinggi. Namun disayangkan, aktifitas pendakian ini pada umumnya dibarengi dengan aktifitas vandalisme yaitu suatu bentuk aktivitas manusia yang berbentuk pengrusakan terhadap alam dan atau sesuatu yang mempunyai nilai ekologi, sehingga mengakibatkan terganggunya ekosistem dan habitat flora-faunanya.

Vandalisme yang dilakukan seperti pemotongan batang kayu, corat coret pada batu atau kayu dan adanya pengambilan bunga edelweiss. Di balik bentuk keindahan edelweiss, banyak beredar mitos yang mulai dipercaya oleh beberapa orang. Mitos bunga edelweiss adalah simbol keabadian cinta dan simbol keberanian, itulah yang menyebabkan banyak orang mulai memburu edelweiss. Hal ini tentunya menimbulkan dampak negatif yang terancamnya kelestarian bunga edelweiss.

Oleh karena itu untuk mendukung upaya konservasi pelestarian keanekaragaman hayati salah satu upaya yang harus dilakukan adalah kegiatan pembinaan habitat (memulihkan) dengan kegiatan antara lain penyampaian informasi tentang konservasi dan kelestarian alam. Fenomena Silent forest (hutan sunyi) telah terjadi di hutan-hutan Eropa dan tidak tertutup kemungkinan akan terjadi di kawasan hutan GBT akibat perburuan satwa. Bayangkan ketika kita berjalan di hutan tanpa dapat mendengar kicauan burung atau suara Siamang yang khas menggema di hutan, tentu akan berbeda suasananya.

Elang Gunung (blyth’s hawk eagle) di Gunung Burni Telong

Kompilasi dari hasil kajian penelitian ilmiah dimasa yang akan datang pada kawasan GBT juga dapat dikembangkan sebagai program ekowisata edukasi yaitu School Visit, Visit to School, Kemah Konservasi, Pengisian Materi Muatan Lokal Pendidikan Lingkungan/Konservasi Alam, dan Pendidikan Lingkungan bagi Guru, Petani dan Generasi Muda. Konsep ini akan menitik beratkan pada pemanfaatan potensi dan sumberdaya wisata alam dengan mempertimbangkan keamanan pengunjung serta memadukan dengan nuansa budaya Gayo di sekitar Kawasan desa GBT.

Kegiatan ekowisata merupakan salah satu cara mengapresiasi keindahan alam. Tujuan ekowisata selain melestarikan lingkungan, juga ingin mensejahterakan masyarakat setempat, lewat pemberdayaan masyarakat baik sebagai pengelola wisata. Saat lokasi yang dicanangkan sebagai destinasi wisata dengan strategi promosi yang baik, maka wisatawan semakin membludak, dan kondisi lingkungan tak terkendali. Di situlah timbul ancaman kerusakan lingkungan, ditambah juga masyarakat yang mungkin saja menjadi korban dengan adanya budaya “asing”.

Kedih (Thomas Leaf Monkey) di Gunung Burni Telong

Secara umum mengenai pariwisata Indonesia, tak akan terlepas dari urusan sampah. Ketika pengelola dan wisatawan belum siap dengan program pariwisata dengan jumlah wisatawan yang banyak, maka hanya akan berdapak pada kerusakan lingkungan. Di sisi lain, kegiatan wisata alam dapat berdampak positif dan berdampak negatif baik terhadap masyarakat maupun lingkunganya. Sebelum destinasi wisata GBT booming, masyarakat sudah harus diperkenalkan tentang menjaga lingkungan dan mengedepankan kearifan lokal.

Rumah warga akan layak menjadi hunian wisatawan jika mereka sudah dibekali tentang pengelolaan penginapan untuk tujuan wisata misalnya homestay. Selain itu, mengajak pengunjung bersentuhan langsung dengan aktifitas penduduk setempat, juga dapat dihitung sebagai paket wisata dengan tema menjual pengalaman.

Konsep ekowisata yang bertujuan mengedukasi pengunjung dengan cara tetap melestarikan lingkungan sekitar terutama fauna dan flora serta ekosistemnya, perlu perencanaan yang matang sebelum suatu destinasi dipromosikan massal. Mulai dari kesiapan masyarakat, regulasi hingga kesiapan produk pariwisata sehingga antara perencanaan dan promosi itu akan seimbang serta pemanfaatan sumber daya alam dapat berjalan secara berkelanjutan.

 

*Kasubbid. PKKKS BAPPEDA Kabupaten Bener Meriah, Pengamat Satwaliar Aceh, Ketua komunitas pengamat burung Aceh (Aceh Birder), Co-Author buku wisata avifauna “The 100 Best Bird Watching Sites in Southeast Asia.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.