Himne Aceh Atau Lagu Aceh

oleh

Oleh : Belsa Eka Lina

Sayembara himne Aceh yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dengan hadiah ratusan juta rupiah (Sumber:Aceh Trend 17/10/2017) menjadi topik hangat yang saat ini melahirkan pro dan kontra dalam penyelenggaraannya. Meski begitu minat masyarakat untuk mengikuti sayembara ini tetap tinggi tanpa terkecuali dari kawasan pelosok Aceh.  Selain sebagai bentuk antusias dalam menciptakan sebuah karya seni, tidak dipungkiri hal ini juga karena ingin mendapatkan hadiah yang bernilai ratusan juta. Namun yang menjadi sorotan  tajam dari penyelenggaraan sayembara ini ialah syarat lagu himne Aceh tersebut  yang menggunakan bahasa Aceh. Hal ini tentu berdampak terhadap keragaman etnik yang ada di Aceh terutama pada segi bahasa. Aksi kritik terhadap hal ini pun sudah dilakukan di depan gedung DPRA oleh mahasiswa yang mayoritasnya berasal dari Gayo.

Terkait himne Aceh yang merupakan sebuah lagu untuk menggambarkan secara spesifik tentang Aceh. Baik dalam hal kebudayaan dan lainnya, tentu harus dengan esensi penjabaran yang sangat luas. Segala  hal mengenai seluk beluk Aceh, kiranya terlampir dalam bait lirik yang indah. Maka, mengumpulkan ciri khas dan keberagaman, alangkah baiknya mempelajari setiap etnik yang ada di Aceh terlebih dahulu.

Hal ini sama halnya saat menciptakan lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan Indonesia yang menggambarkan kemerdekaan negara. Indonesia yang memiliki bermacam ragam suku etnik dari Sabang sampai Merauke juga merupakan negara yang kaya bahasa. Namun pada saat itu, pemerintah tegas dalam menyikapi hal ini. Lagu Indonesia Raya tidak diciptakan dengan menggunakan salah satu bahasa etnik yang ada di Indonesia melainkan  bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.

Aceh adalah bagian dari Indonesia. Provinsi yang memiliki beberapa etnik di dalamnya yang turut berpedoman kepada pancasila, salah satunya sila ketiga yaitu persatuan Indonesia. Memahami sila ketiga ini berarti menjunjung tinggi dasar persatuan atau kebersamaan, maka diharapkan tidak ada hal yang akan menjadi perseteruan, terutama antar etnik yang ada di Indonesia.

Sebagai banga Indonesia,  kita juga telah menyetujui bahwa bahasa persatuan Indonesia adalah bahasa Indonesia.  Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).

Hal ini semakin diperkuat dengan keputusan Kongres Bahasa Indonesia ke II tahun 1954 di Medan yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) yang bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.

Jika Himne Aceh menggunakan bahasa Aceh, lalu di mana letak perbedaannya dengan lagu Bungoeng Jeumpa? Keduanya menggunakan bahasa Aceh dan juga  menceritakan etnik Aceh. Dengan menggunakan simbol dari nama sebuah bunga yang kemudian dijabarkan dalam lagu Bungoeng Jeumpa. Tentunya jika kita pahami dengan saksama, lagu ini hanya menyangkut tentang  etnis Aceh bukan tentang  Aceh.

Aceh merupakan sebuah Provinsi bagian dari negara Indonesia yang terletak antara 01°58’37,2& – 06°04’33,6&LU dan 94°57’57,6& – 98°17’13,2&BT dengan ketinggian rata-rata 125 meter di atas permukaan laut. Pada tahun 2011 Provinsi Aceh dibagi menjadi 18 kabupaten dan 5 kota, terdiri dari 289 kecamatan, 755 mukim dan 6.464 gampong atau desa. Batas-batas wilayah Provinsi Aceh, sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah Barat dengan Samudera Indonesia. Satu-satunya hubungan darat hanyalah dengan Provinsi Sumatera Utara, sehingga memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan Provinsi Sumatera Utara. Luas Provinsi Aceh 5.677.081 ha, dengan hutan sebagai lahan terluas yang mencapai 2.291.080 ha, diikuti lahan perkebunan rakyat seluas 800.401 ha. Sedangkan lahan industri mempunyai luas terkecil yaitu 3.928 ha. (Sumber: Aceh Dalam Angka 2012)

Secara umum, masyarakat Aceh terdiri atas kelompok-kelompok etnik (suku bangsa), yaitu: (1) Aceh Rayeuk, (2) Gayo, (3) Alas, (4) Tamiang, (5) Kluet, (6) Aneuk Jamee, dan (7) Semeulue. Keenam kelompok etnik ini masing-masing mendiami daerah yang mereka anggap sebagai tanah leluhurnya. Daerah kebudayaan mereka ini adalah: (1) Aceh Rayeuk memiliki wilayah budaya di Utara Aceh, dengan pusatnya di Banda Aceh atau Kutaraja, (2) etnik Alas berdiam di Kabupaten Aceh Tenggara dan sekitarnya, (3) etnik Gayo mendiami Kabupaten Aceh Tengah dan sekitarnya, (4) etnik Kluet mendiami Kabupaten Aceh Selatan dan sekitarnya, (5) etnik Aneuk Jamee mendiami Kabupaten Aceh Barat dan sekitarnya, (6) etnik Semeulue mendiami Kabupaten Aceh Utara dan Kepulauan Semeulue dan sekitarnya, serta (7) etnik Tamiang mendiami Kabupaten Aceh Timur dan sekitarnya. Etnik Tamiang secara budaya mempergunakan beberapa unsur kebudayaan etnik Melayu Sumatera Utara, dan bahasa mereka adalah bahasa Melayu (wawancara dengan Ali Hasymi, 1995).

Seharusnya dalam pemilihan bahasa himne Aceh, patutlah melihat Aceh dalam cakupan yang lebih luas. Tidak hanya terfokus pada satu bahasa, melainkan menggunakan satu bahasa yang dapat dipahami oleh semua etnik. Himne Aceh akan terasa lebih menarik dengan mencampurkan beragam ciri khas etnik, baik itu dari segi kebudayaan,alat tradisional maupun adat yang ada di Aceh.

Jika sayembara Himne Aceh ini hanya untuk masyarakat etnik Aceh, tentu tidak akan memunculkan kritikkan seperti saat ini. Namun DPRA juga harus menyiapkan sayembara lagu Himne  untuk setiap etnik yang ada di Aceh sesuai dengan bahasa etniknya masing-masing. Dengan begitu, terdapat beberapa lagu himne etnis di Aceh atau bahkan bukan dikatakan lagu himne Aceh tetapi Lagu etnis Aceh.

Namun jika masih bersikukuh menciptakan lagu himne Aceh yang target pesertanya merupakan seluruh masyarakat Aceh, alangkah baiknya merangkum segala sesuatu tentang etnis-etnis yang berada di Aceh.  Sehingga dapat menggambarkan Aceh dengan spesifik. [Editor : Zuliana Ibrahim]

*Mahasiswi Komunikasi Unimal Lhokseumawe

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.