Bertemu Orang Gayo di Kota Hatyai Thailand

oleh

Salman Yoga S

USAI maghrib sore tadi saya duduk menikmati kopi hitam yang dicampur pinang dan dan jagung di tepi kali Krueng Aceh, Banda Aceh. Mencoba menikmati kopi Gayo yang sudah diracik dengan berbagai rempah-rempah. Duduk menularkan informasi tentang kekayaan wisata, sejarah dan budaya Gayo kepada sejumlah teman yang seolah akan mengeroyokku dengan mengelilingi meja yang kutempati.

Di tengah hiruk itu seorang sahabat lama di Yogyakarta dulu menyapa dengan mengangkat tangannya ke udara. Lama tak jumpa, karena selama cuti dari kampus aku tak pernah bertemu dengan sejumlah rekan di Banda Aceh.

“Hai Salman Yoga, apa kabar”, katanya.

Dengan salam yang sama, kuangkat tangan ke udara

“Hai Fauzan Santa”, jawabku sambil menyambut uluran tangannya dengan gaya ijab qabul pengantin baru. Atau lebih persis seperti gaya salaman saat zaman pergerakan revormasi dan kampaye kemanusiaan saat konflik Aceh.

“Kapan datang, oya besok orang Gayo dari Philipina akan pentas!”, celetuknya.

“O iya” jawabku tanpa panjang dan tanpa menjelaskan bahwa sebuah tiket L300 menuju Takengon hari ini sudah dibatalkan.

Sebelumnya aku teringat pada sebuah senja di sebuah kedai kopi di Thailand, perbatasan dengan Malaysia. Saat itu bersama bang Fikar W Eda dan seorang tokoh dari Gayo Kalul Tgk. Muadlansyah, kami sempat duduk ngopi usai perhelatan International Conference On Linge Gayo Kingdom (ICLK) yang diselenggrakan oleh World Gayonese Association (WGA) pada bulan Oktober 2012. Seorang setengah baya datang menghampiriku dengan gaya yang nyaris sama dengan gaya Fauzan Santa menyapa. Dengan sedikit canggung dan terbata-bata ia menyapa.

“Urang Gayo”, tanyanya yang membuatku tersentak. Adakah orang Gayo di kota Hatyai?

Dengan bangga dan terheran-heran aku menjawab pertanyaannya hanya dengan satu hurup saja.

“o”

Sambil berdiri lalu iapun bercerita tentang keberadaan orang Gayo di Thailand, Philipina terutama di Dataran Tinggi Coldirella dengan kebudayaan, kesenian, pertanian juga mata pencahariannya. Tentu dengan Bahasa komunikasi Bahasa Gayo yang sudah bercampur dengan Bahasa Melayuthai.

Dalam keheranan dan shok psikology saat bertemu orang tersebut akupun banyak kehilangan pertanyaan. Sehingga lelaki setengah baya itupun berlalu dan menghilang diantara pedagang Cina yang bercelana pendek.

“Datanglah nonton teater orang Gayo dari Philipina besok”, kata Fauzan Santa.

“Ini akan dimainkan oleh puluhan aktor dari Pulau Luzon, Philipina, yang berasal dari Dataran Tinggi Coldirella dan sehari-hari tinggal di perkebunan kopi”, tambahnya lagi. []

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.