Sarak Opat dan Pengembangan Kampung

oleh
Drs Jamhuri, M.Ag, Ketua KNA Banda Aceh (foto:tarina)
Oleh : Drs. Jamhuri Ungel, MA

Drs Jamhuri, M.Ag, Ketua KNA Banda Aceh (foto:tarina)

KAMPUNG dalam masyarakat Gayo mempunyai unsur yang disebut dengan Sarak Opat. Sarak berarti lembaga dan opat berarti empat, terdiri dari reje, imem, petue dan rayat.

Reje
Reje adalah pemimpin kampung mempunyai sifat yang adil seperti yang tercermin dalam ungkapan adat, reje musuket sifet. Artinya seorang reje adalah orang yang apabila menetapkan keputusan selalu adil yang jika menggunakan logika volume jumlah tidak pernah mengurangi dan dan juga tidak pernah lebih. Karena dalam logika keadilan antara lebih dan kirang itu sama-sama tidak adil dan adil itu adalah pas. Demikian juga ketika menggunakan logika ukuran jarak untuk simbul keadilan sama dengan volume yaitu harus pas.

Reje harus mengetahui batas wilayah kampung yang menjadi kekuasaannya, sebelah barat, timur, utara dan selatan. Seperti Kampung Blang Ara sebelah Barat berbatasan dengan Isak Meluem, sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Wih Ilang Gele, sebelah utara berbatasan dengan Waq Ponok Sayur dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Kenawat.

Reje mengetahui jumlah rayat yang menjadi penduduk kampung yang ada di bawah pemerintahannya. Dalam bahasa adat sering disebutkan : Kampung turah musarak rayatpe turah mureje, ike ku timur keta urum kampung Wih Ilang Gele, ike ku barat keta urum Kampung Isaq Meluem, ike ku selatan turun pora keta urum kampung Kenawat dan ke utara keta urum kampung Waq Ponok Sayur. Deleni jumlah penduduk Blang Ara kul kucak rawan banan tue mude lebih kurang 200  jema.

Imem
Imem adalah pimpinan agama dalam kampung, yang memahami seluruh seluk beluk agama lebih-lebih tentang keyakinan dan amal. kata adat yang berhubungan dengan Imem adalah Imem muperlu sunet. Muperlu  artinya mengetahui dan mengamalka hukum fardhu serta mengetahui dan mengamalkan perbuatan sunat. Tidak cukup hanya mengetahui dan mengamalkan untuk sendiri tetapi juga mengajarkan kepada seluruh rayat yang ada di kampung, imem juga menjadi tempat bertanya reje dan juga petue  tentang hal-hal yang berhubungan dengan agama.

Petue
Petue adalah sebutan untuk tokoh yang mempunyai kemampuan dalam bidang adat di dalam kampung, karena kemampuan dan ketokohannya ia disegani oleh rayat dan menjadi tempat bertanya bagi reje dan juga imem. Dalam kesehariannya sebagai petue ia mempunyai tugas sebagai disebutkan dalam kata adat petue musidik sasat. musidik artinya selalu mempelajari dan menyelidiki secara benar apa yang ada dalam kampung, baik yang hubungan dengan kekeluargaan, hubungan sesama anggotan masyarakat, atau hal lainnya. sasat artinya mengkomunikasikan apa yang terjadi dalam mesyarakat dengan reje dan imem, untuk selanjutnya disidangkan dan diputuskan oleh reje. Karena jelinya petue dalam menangani permasalahan dalam kampung sehingga ada kata adat yang mengatakan sara ulung kayu metuh i  sagi ni kampung pasti ibetih e.

Permasalahan yang terjadi dalam masyarakat sepanjang itu bisa diselesaikan di tangan petue tidak harus sampai kepada reje. Dan apabila ada masalah atau kasus yang harus sampai kepada reje, maka dalam memutuskan perkara reje tidak sembarangan dalam memutuskan masalah tetapi reje meminta pendapat kepada imem dan petue sebagai orang yang membawa kasus tersebut kepada reje. Namun keputusan akhir tetap berada di tangan reje sebagai penguasa.

Rayat
Rayat adalah penduduk dari suatu kampung yang merupakan salah satu unsur dari sarak opat, kata adat untuk rayat adalah rayat genap mupakat, artinya rakyat berjumlah banyak yang mempunyai satu cita-cita yaitu mencapai kesejahteraan bersama. Ciri khas rayat adalah selalu bermusyawarah dan mupakat dalam menjalankan roda kehidupam dan dalam mencapai tujuan. Kebersamaan dan persatuan rakyat juga disebutkan dalam bahasa adat ratip musara anguk nyawa musara peluk, artinya hidup bersama dalam satu rasa dan senasih dalam satu rasa.

Pemekaran Kampung
Sempit ngenaki lues, nyanya ngenaki temas. Ini satu landasan yang digunakan masyarakat Gayo dalam memekarkan kampung. Banyak kampung yang dimekarkan mengunakan nama kampung atau bagian dari kampung pertama, seperti kita kenal nama kampung Kenawat yang ada di Kabupaten Bener Meriah berasal dari kampung Kenawat yang berada di seputaran Laut Tawar (Aceh Tengah), ada juga kampung Gunung yang ada di Kabupaten Bener Meriah berasal dari kampung Gunung yang ada di Kebayakan Aceh Tengan. Masih banyak nama kampung yang kedua sama dengan kampung yang pertama, sebagaimana telah disebutkan.

Kendati kampung kedua merupakan pemekaran dari kampung pertama, hubungan antara satu dengan keduanya tidak bersifat hirarkhi, bukan kampung kedua lebih rendah dari kampung pertama atau kampung pertama lebih tinggi dari kampung kedua. Kampung pertama bersifat mandiri demikian juga halnya dengan kampung kadua, dengan struktur pemerintahan pada kampung pertama sarak opat dan kampung kedua juga mempunyai unsur sarak opat.

Kalaupun mau kita hubungkan antara kampung pertama dengan kampung kedua adalah dengan hubungan keketabatan, artinya mereka yang mendirikan kampung baru adalah anak-anak dari orang-orang kampung pertama atau penduduk kampung kedua adalah generasi pelanjut dari kampung pertama.

Demikian selanjutnya untuk pemekaran kampung-kampung ketiga dan seterusnya. Masyarakat kampung kedua atau kampung ketiga sering menyebut kampung sebelumnya dengan sebutan “umah”  artinya “rumah” artinya masyarakat selalu menyebut kampung sebelumnya sebagai rumahnya yang asli, seperti orang orang kampung Blang Ara selalu menyebut pergi ke “umah”  rumah. Yang dimaksud dengan umah atau rumah dalam pemahaman orang kampung Blang Ara adalah kampung Kenawat, yaitu merupakan kampung asal sebelum pemekaran kampung Blang Ara.

Kuru

Sistem pemerintah yang dianut dalam masyarakat Gayo adalah sistem kerajaan yang turun temurun. Ada satu keyakinan dikalangan masyarakat Gayo dalam pemekaran kampung mulai dari kampung pertama sampai kepada kampung-kampung selanjutnya bahwa yang menjadi reje, imem dan petue adalah keturunan dari reje, imem dan petue kampung pertama dan kalaupun diselangi oleh orang lain yang bukan keturunan reje, imem dan petue satu saat pasti kembali lagi.

Pemerintahan yang didasarkan pada keturunan ini disebut dalam masyarakat dengan “kuru”, kuru reje artinya reje kampung yang beraliran darah dari reje sebelumnya atau keturunan reje sebelum atau keturunan reje kampung sebelumnya. Demikian juga dengan imem, yang menjadi imem di suatu kampung biasanya berasal dari keturunan (kuru) imem dan juga petue berasal dari keturunan petue.

Masyarakat meyakini apabila pemerintahan kampung berpindah dari kuru maka keberlanjutan kampung untuk mencapai tujuannya biasa mendapat hambatan atau pemerintahan itu tidak dapat berlangsung lama.[]

Penulis adalah ketua Keluarga Nenggeri Antara (KNA) Banda Aceh

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.