Peran Guru dalam Pendidikan Karakter

oleh
Guru memanfaatkan B3 membaca terbimbing pada siswa

Oleh : Ahmad Dardiri*

ahmad-dardiriSAAT ini perilaku kehidupan masyarakat Indonesia semakin ramai dengan tingkah pola yang jauh dari karakter yang mencermikan masyarakat beragama dan berpancasila. Dalam kehidupan remaja kita semakin merosot nilai-nilai moralnya, pergaulan bebas dan prostitusi yang semakin ramai,tawuran pelajar, maraknya peredaran narkoba di kalangan siswa, adanya siswa yang terlibat dalam tindakan kriminal dan lain-lain. Tidak hanya di kalangan remaja saja, dalam kehidupan masyarakat tumbuh  tindakan ketidakadilan serta kebohongan-kebohongan dan tindakan-tindakan tidak terpuji lainnya merupakan keprihatinan kita bersama. Bahkan ditingkat yang lebih tinggi sendiri, yaitu pemerintah yang tak mengenal lagi sebuah karakter diri sebagai makhluk Tuhan dan sosial. Jadi secara umum bangsa Indonesia dihadapkan pada berbagai problem dan krisis kebangsaan yang serius. Berbagai permasalahan silih berganti menyita perhatian kita semua. Jika tidak segera ditangani dan diantisipasi, maka problem dan krisis itu bisa mengarah pada bergesernya karakter (jati diri) bangsa ini, dari karakter positif ke negatif.

Untuk mengatasi problema di atas diperlukan pendidikan karakter yang ditanamkan kepada anak didik, karena Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Bukan menjadi beban dalam pembangunan dan untuk memenuhi sumberdaya manusia, pendidikan memiliki peran yang sangat penting.

Pendidikan yang dimaksud tidak hanya membentuk manusia Indonesia yang cerdas saja, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.

Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Apa itu pendidikan karakter?

Prof. Suyanto, Ph.D dalam artikel “Pentingnya Pendidikan Karakter”mengatakan Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.

Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Selanjutnya beliau menuliskan terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.

Dampak Pendidikan Karakter

Jika pendidikan karakter diberikan di sekolah/madarasah adakah berdampak terhadap keberhasilan akademik? Ada beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership.

Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.

Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.

Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.

Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.

Dimanakah pendidikan karakter diberikan? Pada dasarnya  pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak.

Sebagai tindak lanjut dari pendidikan di keluarga maka pendidikan karakter di sekolah juga penting dan perlu, kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgent untuk dilakukan di keluarga maupun di sekolah. Jika ingin meningkatkan mutu lulusan SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Hal ini dapat diambil perkataan pemikir besar dunia. Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character”(pendidikan tanpa karakter). Dr. Martin Luther King juga pernah berkata: “Intelligence plus character….that is the goal of true education” (Kecerdasan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya). Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat).

Peran guru dalam pendidikan karakter di sekolah/madrasah

Dr. Abdul Munip,M.Ag dalam tulisannya yang berjudl ‘’Reinventing Nilai-Nilai Islam mengenai Peranan Guru dalam Pendidikan Karakter ‘’ memberikan penjelasan bahwa, peranan guru dalam membantu proses internalisasi nilai-nilai positif ke dan di dalam diri siswa tidak bisa digantikan oleh media pendidikan secanggih apapun. Hal ini karena pendidikan karakter membutuhkan teladan hidup (living model) yang hanya bisa ditemukan dalam pribadi para guru. Tanpa peranan guru, pendidikan karakter tidak akan pernah berhasil dengan baik. Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah.

Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi faham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan mau melakukannya (domain psikomotor). Proses pembiasaan itu tidak akan mungkin berjalan dengan baik tanpa bantuan guru dan juga orang tua.

Sebagai seorang pendidik di negara yang mayoritas muslim, kita perlu menggali kembali nilai-nilai Islam sebagai pijakan kita dalam menjalankan tugas profetik dan profesionalismenya. Guru utama yang menjadi panutan kita adalah Rasulullah saw. Beliau mengemban misi mulia dari Allah yang tercermin dalam surat al-Jumu’at: 2

‘’Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan hikmah (as-Sunnah), dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata ’’.

Tugas Nabi Muhammad saw antara lain adalah membacakan ayat-ayat Allah,menyucikan dan mengajar manusia. Beliau sebagai pendidik bukan hanya sekedar membacakan atau menyampaikan, tetapi juga menyucikan, yakni membersihkan jiwa dan mengembangkan kepribadian. Sedangkanmengajar adalah mengisi benak peserta didik dengan pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan tugas-tugas yang menjadi tujuan penciptaan manusia, yakni menjadi khalifah (Qs. Al-Baqarah: 31), dan untuk mengabdi, beribadah kepada Allah (Qs. Adz-Dzariyat: 56).

Peranan para guru mendapatkan penghargaan yang tinggi dalam Islam. Mereka adalah pewaris sejati ajaran Rasulullah. Melalui merekalah, ajaran dan nilai-nilai Islam yang dibawa oleh Rasulullah ditransmisikan dari generasi ke generasi. Itulah sebabnya, Rasulullah lebih memuliakan seseorang guru daripada seseorangabid (ahli ibadah).  

Rasulullah diberitahu tentang adanya dua orang, yang pertama adalah seorang yang ahli ibadah, dan orang kedua adalah seorang guru, kemudian Rasulullah bersabda: “Keutamaan seorang guru dibandingkan dengan seorang ahli ibadah itu seperti keutamaanku dibandingkan dengan orang yang paling rendah (kedudukannya) di antara kalian”. Kemudian Rasulullah bersabda lagi: “Sesungguhnya Allah, para malaikat, para penghuni langit dan bumi, bahkan sampai semut di lubangnya dan ikan ikut mendo’akan seorang guru yang mengajarkan kebaikan kepada manusia” (HR. Tirmidzi).

Guru sebagai panutan dalam mendidik mempunyai pengaruh yang kuat dalam membentuk karakter siswa, dimana perilaku guru akan selalu dilihat dan ditiru oleh siswa, maka sebagai penutup tulisan ini kiranya perlu diambil beberapa akhlak sebagai seorang guru yang digambarkan oleh Ibnu Qayyim dalam buku karangan Dr. Hasan bin Ali Hasan Al Hijazy yang berjudul ‘’Al Fikrut Tarbawy Inda Ibni Qayyim’’ yang telah diterjemahkan oleh Muzaidi Hasbullah dengan judul ‘’Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim’’. Beberapa akhlak guru itu adalah :

  1. Guru dilarang tenggelam dalam kenikmatan dan kelezatan dunia, karena dunia akan menyihir hati para ulama dan guru (murabbi).
  2. Guru hendaknya senantiasa berjihad dengan ilmu, yaitu dengan hujjah dan bayan, bentuk jihad ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang menjadi pengikut dan penerus para Rasul.
  3. Guru hendaknya memiliki pemahaman yang mendalam tentang agama, karena ini merupakan tanda iman yang paling jelas.
  4. Guru mau mendakwahi manusia kepada cahaya petunjuk, sabar dan tabah, siap menanggung derita dan rintangan yang ada, serta mau menghidupkan hati manusia dengan ilmu dan Al Quran.
  5. Guru dilarang dan diingatkan untuk tidak mudah memberikan fatwa.  Bukan merupakan aib jika guru mengatakan “aku tidak tahu”. Karena hal ini dingatkan oleh Allah dalam surat Al Isra : 36 berfirman : “Dan janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.”
  6. Guru yang baik adalah guru yang mengetahui kemampuannya, tidak pesimis dengan celaan dan perkataan manusia tentang dirinya, tidak pula besar hati dengan pujian, tidak berbangga diri  jika melihat teman duduknya memberi sesuatu kepadanya melebihi dari kebiasaannya, dia memperingatkannya. Ibnu Qayyim bercerita bahwa Abu Umar bercerita tentang Qasim bin Muhammad “Pada suatu hari Qasim bin Muhammad didatangi oleh seseorang untuk bertanya tentang sesuatu,esungguhnya aku tidak paham tentang sesuatu, kemudian laki-laki itu berkata, “Sesungguhnya aku datang kepadamu dan bertanya tentang hal ini karena aku tidak mendapatkan orang lain yang aku anggap pintar selainmu, lalu Qasim menjawab, “Janganlah engkau memandang kepada panjangnya jenggotku, dan banyaknya manusia yang selalu berada di sekelilingku, demi Allah aku tidak mengerti tentang hukum dari masalah yang kamu tanyakan.”  
  7. Guru mempunyai sifat hati-hati (tasabbut) dalam menjawab sesuatu yang ditanyakan kepadanya, sebelum ia menjawab atau membahasnya.
  8. Guru jangan merasa cukup dengan ilmu yang dimilikinya.
  9. Guru mengamalkan ilmunya, karena yang dihadapanya selalu melihat akhlak dan amalnya.
  10. Guru membekali dirinya dengan rasa takut kepada Allah.
  11. Guru dalam melaksakan tugas dan amalnya dengan menanamkan kerinduan dan kecintaan kepada ilmu.
  12. Guru hendaknya selalu teratur dalam proses belajar mengajar, yaitu memulai setiap pelajaran dengan pujian kepada Allah dan mengagungkan-Nya, serta bersalawat atas Rasul SAW, karena ini kunci segala kebaikan.[]

*Kepala MTsN Jagong/Ketua Cabang PGRI Kecamatan Jagong Jeget

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.