PN Jakarta Pusat Gelar Mediasi Gugatan Rakyat Aceh Terhadap Mendagri

oleh

GeRAM di PN Jakarta PusatJakarta, Lintasgayo.co : Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar mediasi gugatan sejumlah rakyat Aceh terhadap Menteri Dalam Negeri, Gubernur Aceh, dan Ketua DPR Aceh terkait Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh atau RTRWA yang tidak memasukkan nomenklatur kawasan ekosistem Leuser (KEL).

Mediasi yang berlangsung di Ruang Mediasi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (22/03/16) dipimpin oleh Djaniko MH Girsang selaku hakim mediator PN Jakarta Pusat, kuasa hukum Mendagri, Kepala Biro Hukum Setda Aceh Edrian SH yang juga kuasa hukum Gubernur Aceh serta Burhanuddin selaku kuasa hukum Ketua DPR Aceh.

Mediasi turut dihadiri para penggugat dan didamping kuasa hukum mereka, Nurul Ikhsan dan Syahminan Zakaria, Para penggugat yakni Farwiza, Effendi, Dahlan, Abukari, Kamal Faisal, Muhammad Ansari Sidik, Juarsyah, Najaruddin, dan Sarbunis.

Djaniko MH Girsang, hakim mediator PN Jakarta Pusat, mengatakan mediasi ini untuk menyelesaikan masalah dengan musyawarah. Jika para pihak bersepakat, maka gugatan tidak perlu diselesaikan melalui proses persidangan. “Apalagi sebelum mediasi ini para pihak sudah bertemu. Dalam pertemuan itu, tergugat punya itikad baik. Mereka siap memfasilitasi dan membangun komunikasi politik dengan legislatif,” kata dia.

Oleh karena itu, Djaniko menyarankan para pihak menyelesaikan masalah ini dengan jalan damai. Dan konsep-konsep penyelesaian damai ini harus disampaikan secara tertulis.

Edrian, kuasa hukum Gubernur Aceh yang juga Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Aceh mengatakan pembuatan Qanun RTRW Aceh sudah melalui prosedur, termasuk penjaringan aspirasi rakyat, yang pernah dilakukan pada tahun 2010. “Jadi, tidak ada yang dilanggar. Artinya, Qanun RTRW Aceh sudah memiliki dasar hukum yang kuat. Apalagi qanun ini pernah diuji materi ke Mahkamah Agung oleh Walhi Aceh. Dan uji materinya ditolak Mahkamah Agung,” kata Edrian.

Menurut Edrian, putusan hasil uji materi atau judicialreview inilah yang dipegang Pemerintah Aceh. Hasil JR inilah yang dipegang. Dan putusan MA ini merupakan buktikan bahwa Qanun RTRW Aceh sudah benar dan tidak ada yang dilanggar.

Pernyataan ini dibantah oleh penggugat, yang berargumen bahwa substansi material yang pernah dikonsultasikan ke publik sangat berbeda dengan qanun yang akhirnya disahkan.

Sementara itu, Burhanuddin, kuasa hukum Ketua DPR Aceh mengatakan gugatan masyarakat Aceh ini terjadi karena miskomunikasi saja. Dan DPR Aceh menghargai gugatan ini karena diatur undang-undang.

Nurul Ikhsan, kuasa hukum para penggugat, mengatakan gugatan tersebut bertujuan menyempurnakan Qanun RTRW Aceh dengan memasukkan semua hasil evaluasi yang sudah ditetapkan oleh Kemendagri, terutama nomenklatur KEL dalam Tata Ruang Aceh.

Lain halnya dengan Abu Kari. Penggugat asal Kabupaten GayoLues ini menegaskan apa yang diperjuangkannya ini merupakan warisan orang tuanya untuk menjaga kawasan ekosistem Leuser. “Saya sudah menjaga kawasan Leuser sejak tahun 1968. Jika kawasan ini tidak ditata dan diatur dalam RTRW, maka jangan kawasan ini lestari. Siap-siap saja generasi Aceh mendatang menerima akibatnya,” kata Abu Kari.

“KEL sudah ada sebelum Indonesia merdeka, hutan-hutan Leuser melindungi penghidupan masyarakat di Aceh selama puluhan generasi, sangat disayangkan kalau justru di generasi sekarang hutan Leuser rusak dan generasi mendatang yang menanggung akibatnya” tambah Farwiza, penggugat lainnya.

Mediasi berikutnya digelar di Banda Aceh. DPR Aceh selaku tergugat akan memediasi pertemuan tersebut. Mediasi lanjutan tersebut diagendakan akhir Maret mendatang.(SP|KM)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.