
Blangkejeren-LintasGayo.co : Inisiator Komunitas Gayo Serumpun, Drs. Buniyamin meminta Gubernur/Wakil Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah (Doto Zaini)-Muzakir Manaf (Mualim) segera turun ke lapangan lokasi longsor di Tangsaran, jalan yang menghubungkan kabupaten Gayo Lues dan Aceh Tengah.
Longsor yang melanda kawasan Tangsaran sejak 25 Nopember silam sampai dengan 4 Oktober 2014 belum dapat di lalui oleh kendaraan roda empat maupun roda dua.
“Jalan ini sekarang hanya dapat dilalui dengan jalan kaki dan dengan medan yang menyeramkan. Para penyeberang harus melewatinya dengan bantuan akar yang tergantung dan jembatan pohon kayu yang kecil-kecil,” ujar Buniyamin kepada LintasGayo.co Sabtu (4/10).
Pihaknya menilai, kinerja Bina Marga Aceh atau pihak lainnya yang bertanggung jawab atas jalan ini tidak serius mengerjakan longsoran tersebut, apalagi memasuki Hari Raya Idul Adha 1435 H. Untuk itu Gayo Serumpun meminta Zaini-Mualim (Zikir) segera turun ke lokasi longsor dengan menyertakan alat berat.
“Saat-saat seperti rakyat butuh perhatian pemimpinnya. Kehebatan pasangan Zikir ditunggu di Tangsaran, tidak harus menerima laporan di atas meja dan memantau dari pemberitaan media saja,” tukas Buniyamin.
Jalan yang rusak tersebut, ditegaskan Buniyamin adalah urat nadi perekonomian masyarakat. “Hasil pantauan di lapangan akibat terputusnya ruas jalan tersebut membuat sejumlah komoditi menghilang dari pasaran, kalaupun ada harganya melonjak tinggi,” timpalnya.

Selama ini sebut Buniyamin, kelapa yang setiap hari masuk dari Bireuen melalui Aceh Tengah selalu membanjiri pasar Blangkejeren, namun semenjak jalan ini terputus pasokan kepala tidak ada lagi, kalaupun ada haarganya mencapai Rp. 10.000,- perbiji, yang sebelumnya hanya Rp. 4.000,- perbutir.
Demikian juga dengan komoditi lainnya, seperti ikan basah, ayam dan sayur-sayuran tidak lagi dapat dipasok dari wilayah Aceh Tengah maupun Bireuen.
Disamping itu Buniyamin mempertanyakan konsultan yang mengerjakan ruas jalan tersebut. Dalam catatan sejarah, ruas jalan ini dahulunya di buka oleh Belanda dengan sistim Rodi alias kerja paksa.
“Kalau dilihat dari konstruksi jalan dengan pegunungan yang dibelah harus dilakukan dengan perencanaan yang matang, bukan main serobot saja,” tandas Buniyamin. (Kh)