[Cerpen]
Oleh : Anuar Syahadat*
Bulan sedih tanggal derita, khayalan kasih, khayalan Cinta, kapan sedih kapan derita, mungkinkan nanti kita bersua, aku rindu karena tak jumpa, aku sedih karena tak bisa. Rilisan kata senandung yang merebah jiwa itu masih kupandanggi, tak bosan-bosan membaca pesan singkat yang dikirimkan Diana, meski kata-kata itu sudah bisa kuhafal dengan jelas, serta arti yang ditulisnya juga sudah kumengerti.
Bayangan Diana selalu menghampiri, tak bisa kupejamkan mata semenitpun, senyum anggun dan lesung pipi Diana masih menyelinap dalam pikiran, aku tak bisa tidur, tak bisa bermimpi menghilangkan kelam malam. Tubuhku letih, seluruh badan terasa lemas aku mabuk kepayang memikirkannya, hingga rutinitas sehari-hari terasa tak berarti. Pikirian benar-benar galau sejak menerima pesan itu yang membuat harus menangis.
Mengenang perkenalan setahun yang lalu dengan Diana, aku sedikit tersenyum. Awal perkenalan kami terbilang lucu bahkan sangat lucu. Aku tak menyangka dunia maya bisa menyatukan hati, serta menjadikan dua orang insan saling jatuh hati meski tak pernah bertemu.
Awalnya aku hanya iseng membuat Facebook dengan nama Ferdi, aku masukan alamat beserta potoku termanis dan terjelek lalu kukirim beberapa permintaan pertemanan kepada cewek tercantik hingga termanis di seluruh dunia maya.
Besoknya Facebook kubuka, sepuluh dari lima belas yang kukirim permintaan pertemanan di setujui, artinya ke sepeluh itu menanggapi permintaan.Begitulah setiap hari pekerjaanku usai melakukan rutinitas sehari-hari, kubuat kata-kata yang romantis, puisi serta kata-kata yang bisa membuat orang tersenyum dan tertawa.
Lama kelamaan kata-kata yang kutulis di dinding Fb-ku mulai dikomentari, ada yang mengatakan kata-kataku sangat romantis hingga ada yang bilang tulisanku itu sangat menyentuh persis yang sedang dialami cewek-cewek itu. Sejak saat itu aku sering mencolek lewat Facebook, ketika dibalas dan kukirimkan pesan singkat seperti ini “hy…”, dan ketika ada balasan, aku langsung minta kenalan.
Dari hari ke hari aku mulai kecanduan membuka Fb, meski baru memulai dunia maya ratusan teman sudah kutemukan di Facebook, senyum haru dan canda tawa selalu kulewati dengan tenang. Ketenangan yang kudapat dari Fb berubah setelah berkenalan dengan Diana, saat kami Cating-an, aku selalu memandanggi koleksi poto-potonya yang amat manis, serta menuliskan komentar di setiap ada poto termasuk bersama Diana. Setiap pesan yang kukirim selalu di balasnya, begitu juga sebaliknya hingga beberapa minggu aku mencoba memberanikan diri meminta nomor handpone-nya.
“Dek bisa minta nomor Hpnya gak” kataku saat meminta nomornya. tak kusangka Diana tak sepelit orang yang kubayangkan. “Ni bang 085267756xx”, katanya membalas pesanku. “Kok kelihatan tulus kali ngasih nomornya, apa setiap orang yang minta nomor Hp adik kasih”, tanyaku.
Keesokan harinya, aku kembali membuka Fb, kulihat ada pesan masuk dari Diana, pesanku semalam ternyata dibalas juga meski pertanyaanya kuakui kelewatan, “Maaf bang, tadi malam aku ketiduran, dan mengenai nomor aku belum pernah ngasih kecowok manapun, aku baru pertama ngasih ke abang, karena bagaimanapun kita kan sama-sama tinggal di Gayo Lues”, katanya membalas pesanku. Sepontan saja aku meraih Hp di kantong depanku, kutekan nama Diana dan langsung kuhubunggi. “Halo asalamualaikum”, katanya dengan nada lembut, kamipun bercerita ria selama sejam lebih, ketika ditanya rumah aku menjelaskan di desa Porang, begitu juga saat kutanya tentang keluarganya.
Dari hari ke hari pertemanan dengan Diana semakin dekat, akrap, romantis dan saling bercerita kisah kehidupan. Semakin asiknya Diana bercerita kalau dirinya juga pernah menanam Cabe, dan bersawah seperti para petani lainnya hingga kuku jari-jarinya kekuning-kuningan. Meski belum pernah bertemu aku merasa ada yang aneh, sepertinya aku telah terpedaya dan jatuh cinta pada suara mengkeknya saat memanggilku abang seperti tak pernah hilang dalam benakku.
Kukatakan aku telah jatuh hati dengan suara lembutnya, ia tertawa. Kutanya apakah ia mau menjadi kekasih, ia menjawab sambil tertawa. Dari hari kehari pertanyaan dan ucapanku itu akhirnya Diana menerima cintaku. Waw senangnya!!! Aku semakin semangat bekerja, rutinitas yang setiap hari kulakoni selalu sukses. “Dek abang pinggin ketemu, adik kapan pulangnya”, tanyaku setelah beberapa hari jadian. Diana pun mengatakan dalam waktu dekat ia akan libur dan pulang ke Gayo Lues dari Kuta Raja. Hampir setiap hari aku memandangngi kalander, melewati hari semakin sulit kurasakan bahkan sehari terasa seminggu. Tibalah saatnya Diana di Gayo Lues usai wisuda, sehari setelah ia tiba di Belangkejeren kami bertemu, ternyata Diana cewek yang manis dan sopan. Sungguh aku Cinta dia.
Aku memutuskan untuk melamar Diana meski hubungan yang kami jalin masih terbilang se umur jagung yang sudah panen empat kali. “Maaf bang, adik belum bisa memutuskannya, adik harus tanya dulu pada Mamak, kalau memang diizinkan. Ya udah abang datang aja terus melamar, tapi kalau tidak adik ngak tau harus gimana”, katanya melalui sms. Dua hari setelah pertanyaaku itu Diana mengajak bertemu di Bukit Cinta sambil jalan-jalan sore. Di tempat duduk pinggir jalan itu Diana berkata “maaf bang, Mamak tidak ngasih, kata Mamak yang melamar adik harus punya titel atau ada gelar”, katanya. Spontan aku serba salahdan kebinggungan tidak tau harus berkata apa. “Itu pesan dari orang tua adik atau memang adik sendiri?”, tanyaku kembali. Sebab aku hanya tamatan SMA yang tidak memiliki gelar.
Sejak pertemuan itu cinta yang kucurahkan berubah menjadi pilu, rupanya ia lebih memilih mencintai gelar. Bahkan katanya ia rela menikah dengan orang yang punya gelar meski tidak ia cintai. Kusalami dan kukatakan kalau itu jalan yang terbaik lebih baik putus, “mudah-mudahan adek mendapat jodoh yang bergelar”, kataku sambil berlalu dari tempat ia duduk.
Setelah kejadian itu ia sempat mengirimiku pesan singkat. Hingga satu tahun berlalu pesan itu belum juga kubalas. Tanpa sengaja setelah lama tak bertemu dengan Diana, Jubaidah teman akrap Diana bertemu denganku di Kota Belangkejren. Kutanya kabar Diana, “Kabarnya baik bang, tapi masih belum merid-merid juga dia, katanya belum ada yang mau melamarnya”, jawabnya.
Dua bulan berlalu aku bertemu dengan salah satu bidan yang bekerja di Belangkejeren, ia siap menerimaku apa adanya, dan mau menjadi kekasih hati. Wajah ayu dan mata berbinar bidan itu mampu melupakanku dari bayangan Diana. Enhcu, begitu nama panggilannya, ia memintaku agar secepatnya meminang.
“Keluargaku sudah semua setuju bang dan Enchu juga sudah siap menjadi istri abang”, katanya sebelum kami menikah. Dua minggu kemudian kamipun melangsungkan pernikahan. Kami berjalan menuju Kala Pinang, Bukit Cinta dan ke Air Panas jika ada waktu. Aku bahagia dicintai orang dan mencintai.
Aku menyimpulkan bahwa tidak semua yang kita iginkan akan terjadi, dan sesuatu yang tidak pernah terpikir di benak kita juga akan mampu membuat kita bahagia. Hanya mencintai dan dicintai, pengertian yang akan membuat hidup bahagia. [SY]
*Anuar Syahadat, wartawan LintasGayo.co, tinggal di Blangkejeren Gayo Lues