Membangun Silaturrahmi dengan Segelas Kopi

oleh

Oleh: M Arief Rahman*

 kopi_DSC_9740Dua gelas espresso disuguhkan ke hadapan kami beberapa saat setelah kami duduk di Oro Café Gayo, di kawasan Desa Mongal, Paya Tumpi, Takengon, Aceh Tengah. Di café yang terletak di belakang komplek gudang prosesing kopi milik CV Sumatera Jaya Kopi ini, beberapa pengunjung lainnya telah lebih dulu menikmati suguhan kopi sesuai pesanan mereka. Usai minum, mereka pergi begitu saja tanpa membayar dengan rupiah, kecuali seuntai kalimat, “Terima kasih, Pak!”

Adalah H. Rasyid (48) tahun, pemilik Oro Café Kopi Gayo. Dia membuka usaha café ini sejak akhir tahun 2000, sepulangnya dari melaksanakan ibadah haji. Hebatnya, siapa saja boleh minum di café ini, tidak pandang suku, ras, agama bahkan negara. Semua boleh datang dan minum kopi sesuai kegemarannya, gratis!

Kok bisa? Apa tidak rugi? Apa alasannya melakukan ini?

“Misi utama café saya adalah menjalin silaturrahmi melalui segelas kopi,” kata H. Rasyid saat dikunjungi, Ahad 30 Juni 2013 lalu. “Ini sedekah dan semua yang datang saya muliakan,”tambahnya.

Rasyid, ayah seorang putra dan dua putri ini, melakukan hal itu terinspirasi dari sikap iklas bersedekah yang dilakukan seorang warga Arab, kala dia menjalankan rukun Islam ke lima, tahun 2000.

“Saat itu saya menerima sedekah, buah kurma dari warga Arab yang tidak saya kenal sama sekali. Bukan hanya saya, tapi siapa saja yang lewat mendapatkan sedekah yang sama, tanpa pernah menanyakan dari mana asalnya, atau apa jabatannya. Sedekah itu diberikan dengan iklas,” kata Rasyid memulai kisahnya.

Menurut cerita Rasyid, pemberi sedekah itu hanya memiliki dua batang pohon kurma. Namun buahnya tidak pernah berkurang, meski setiap hari disedekahkan untuk mereka yang melintas di depan rumahnya.

“Inilah yang menginspirasi saya untuk melakukan hal yang sama di sini. Memuliakan para tamu yang datang dengan menyuguhkan kopi gratis,” katanya.

Tidak hanya suguhan kopi gratis, H. Rasyid juga mempunyai cita-cita lain, yakni memfasilitasi siapa saja untuk menggunakan lokasi café miliknya untuk meeting. “Siapa saja boleh datang ke mari dan menggunakan ruang meeting di lantai dua. Kita beri fasilitas, dan tentu saja, suguhan kopi gratis,” ujarnya.

Kopi olahan untuk memenuhi rasa haus akan seni serta menyalurkan hobi serta untuk melakukan penelitian berbagai rasa kopi.

H. Rasyid, membangun tempat ini dengan beberapa tujuan. Diantaranya, dia ingin cafenya menjadi tempat tujuan bagi mereka yang datang ke Tanah Gayo dengan maksud merasakan nikmatnya kopi Arabika Gayo, tanpa perlu membayar.

“Ini semua saya lakukan untuk mengenalkan rasa kopi Arabika Gayo yang sebenarnya. Lalu untuk berbagi rasa dengan saudara-saudara kita yang tidak saya kenal asal-usulnya, yang datang ke sini,” tambahnya.

Selain itu, café tersebut menjadi laboratorium pribadinya, khususnya dalam hal menentukan rasa. Sehingga tak heran jika Rasyid bisa menentukan rasa kopi, hanya dari jenisnya, lokasi lahannya serta dari ketinggian lahannya.

Meski gratis, namun Rasyid tidak ingin usaha café miliknya mengganggu usaha milik orang lain. Itulah mengapa dia tidak membuka café ini di tepi jalan atau di pusat kota. “Makanya saya buka di komplek gudang ini dan jauh ke belakang, agar tidak mengganggu orang.”

Dengan alat yang sesuai standar internasional, karena memang kopi Arabika Gayo ini sudah dikenal dunia internasional, Rasyid mengolah biji kopi menjadi kopi yang siap saji. “Saya tidak tutup-tutupi cara pengolahannya. Siapa saja boleh melihat ke dapur saya. Bagaimana cara saya mengolahnya, memilih biji kopi sesuai selera pelanggan, hingga disajikan di meja,” katanya.

Dari dapur sekaligus ‘Café Gratis’ ini, H Rasyid mengolah dan menghasilkan kopi bubuk dengan berbagai rasa yang hasilnya tidak dijual di pasar atau di swalayan-swalayan. Siapa saja yang ingin membeli kopinya untuk oleh-oleh, misalnya, bisa langsung di café tersebut, usai menikmati secangkir atau lebih kopi gratis yang disuguhkan. Sesekali dia juga melayani pesanan orang.

“Saya punya cita-cita, semua tamu saya yang datang ke mari, saya suguhkan minum kopi gratis, seberapapun banyaknya, apapun jenis kopi yang diinginkannya,” tambah H Rasyid.

Segelas espresso, di sebagian besar café yang ada di dataran tinggi Gayo, apalagi di tempat yang sudah memiliki nama tenar, seperti Horas Café, Bergendal, Hip dan lain-lain, rata-rata Rp.10.000,- pergelas ukuran kecil. Belum lagi Kopi Luwak atau yang lainnya.

Para penikmat kopi di Caffee Pak Rasyid.(LGco.Arief Rahman)
Para penikmat kopi di Caffee Pak Rasyid.(LGco.Arief Rahman)

Tapi tidak di Oro Café Gayo ini. Semua gratis. Rata-rata, puluhan orang datang ke café ini untuk menikmati kopi Gayo asli. Umumnya para pelancong. Selain bisa merasakan aslinya kopi Gayo, mereka juga bisa melihat secara langsung, bagaimana proses pengolahan kopi dari mulai biji (bean), hingga menjadi segelas kopi nikmat.

“Sebuah kepuasan bagi saya, ketika saya bisa memberikan sesuatu dengan iklas untuk semua pengunjung café ini, termasuk pengetahuan pengolahan kopi yang baik,” katanya, seraya menambahkan, tak hanya pelancong biasa, menteri hingga pejabat pusat dan daerah, petinggi militer dan Polri, sudah berkunjung ke cafénya, membahas kondisi daerah sambil menikmati kopi yang disuguhkan.

Dan Oro Café Gayo ini, janji H Rasyid, akan terus menjalankan cara ini hingga kapanpun, selama dia masih mampu. Silaturrahmi, katanya, jauh lebih penting dari lembaran rupiah. Melalui Segelas Kopi, Haji Rasyid Membangun Silaturrahmi hingga ke seluruh dunia.

“Terima kasih Pak atas segelas Espresso yang disuguhkan kepada kami!”(aditya_tsunami@yahoo.com)

Takengon, 30 Juni 2013

*Wartawan Tinggal di Banda Aceh

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.