Pelajar Aceh Kehilangan Karakter

oleh
zulkifli
zulkifli

Oleh: Zulkifli (Joel Buloh)

Tanggal 20 Mei 2014 adalah saat yang sangat dinantikan oleh pelajar sekolah atas, dengan hati yang berdegup, jiwa yang seolah labil, mereka tak sabar 20 Mei itu tiba, bukan itu saja, malamnya mereka bermeditasi dan berdoa, seolah dengan penuh keikhlasan memperhambakan dirinya kepada Tuhan, dan mengakui begitu lemahnya mereka, dan mengakui kuasa Tuhan di atas segalanya.

Asa yang mereka gantungkan pada saat menjelang UN tiba, seratus persen berubah saat mereka melihat pengumuman dan disana tertera nomor ujian dan nama mereka lulus. Dari seolah sangat alim, sebelum mengikuti UN melakukan doa bersama, sebelum menjawab soal juga membaca doa, namun ketika pengumuman tiba, kelulusan di pihak mereka, prilaku berubah seketika, pesta yang tidak mencerminkan ke-Aceh-an mereka lakukan, saling memeluk sejenis atau lawan jenis, ketawa yang menggaung, mencoret-coret seragam sekolah, berkonvoi dijalan dan merusak ketertiban lalu lintas, juga membuat kebisingan dimana pun mereka berada, seolah tiada yang mengucap syukur, sujud syukur dan berterima kasih kepada Tuhannya.

Ketika fenomena ini terjadi hampir kepada seluruh pelajar yang telah lulus di Aceh, menggambarkan begitu rusaknya moral generasi kita, karakteristik ke Acehan yang tidak tergambar sedikitpun, padahal mereka adalah para generasi, yang siap berkompetensi, memperjuangkan Aceh ke kancah Nasional dan International, dan mereka adalah sang pejuang pembentuk karakter bangsa.

Pelajar adalah Generasi Bangsa
Pendidikan adalah proses pembentukan karekter yang akan mengubah anak didik dari tidak tau kepada tau, dari tidak paham kepada mampu memahami, dari tidak mengetahui karakter kepada pembentukan karakter, sehingga pelajar memiliki karakteristik seorang pelajar, atau seorang pelajar itu menggambarkan ke Acehan didalam diri mereka.

Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter, adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan berwatak, (Juansyah Weblog).

Pelajar adalah seorang anak yang sedang melaksanakan proses pendidikan di sebuah lembaga pendidikan yang dinamakan sekolah, (Khaerunnisa Ayunin Nur H). Maka pelajar itu adalah generasi bangsa, dia adalah para penurus untuk memimpin bangsa ini, baiknya suatu bangsa kedepan sangat tergantung dan berpengaruh kepada moral generasi sekarang, kalau para pelajar sekarang banyak yang terjerumus keliku kehidupan yang hitam, pencandu narkoba, free sex, dan keburukan lainnya, maka sungguh sangat miris negeri ini.

Realita Pelajar Aceh Sesudah Lulus UN
Apa yang kita lihat dengan mata kepala kita, sungguh sangat miris dan menyedihkan, segerombolan siswa berpestapora setelah mengetahui ia lulus UN 2014, baju yang masih sangat bagus dan entah dengan cara apa orang tua mereka membelinya, entah dengan cara menjemur diri didalam terik matahari, mengarungi lautan, menjelajah hutan, yang pasti nyawanya dipertaruhkan, namun ketika itu, pelajar rela mengecat dan memberi tanda tangan yang tak bermakna, bahkan disitu mereka tidak tergambar seorang pelajar yang telah lama menuntut ilmu penmgetahuan, namun seolah mereka laksana anak punk yang tidak jelas identitas dan tidak pernah menikmati ilmu pengetahuan. Namun yang sangat miris lagi, kejadian ini terjadi di halaman sekolah, tempat transfer ilmu bagi mereka, seolah ada pembiaran yang mengarah kepada mereka berpesta pora tanpa memperdulikan moral dan kelakuan.

Padahal Aceh adalah salah satu Provinsi yang sarat dengan pendidikan agama dan umum, bahkan bukan saja sekolah, namun pesantren dan balai pengajian pun hampir tersebar diseluruh Aceh, saat sekolah tidak bisa memberikan pendidikan religi kepada mereka yang dalam, namun pesantren mampu menyajikannya bagi mereka.

Yang tidak kita lihat namun terlihat, yang tidak ingin kita bayangkan namun terjadi didepan kita, segerombolan pelajar yang berlagak laksana preman memborong jalan, mereka memenuhi jalan tanpa aturan, suara klakson dan yel-yel menggema, bahkan kadang suara motor yang menggelinting di udara, baju-baju yang telah dicat dijadikan bendera, seolah mereka pahlawan yang baru pulang berperang, bukan saja lelaki, namun ada juga wanita yang berperan disana.

Ketika itu, apakah kita sebagai orang tua tidak pernah menegur mereka, menasehati mereka, bahkan memberi sanksi kepada mereka karena telah melakun perbuatan tercela, budaya mubazir yang telah merebak pelajar Aceh, budaya konvoi tanpa aturan telah ada pada pelajar Aceh, masih banyak lagi yang mereka lakukan namun tidak sesuai dengan keAceh-an.

Wahai para pelajar, kalian adalah pengganti mereka yang telah tua, Aceh ini ditangan kalian kedepan, maju tidaknya Aceh tergantung kalian, bermartabatnya Aceh atau tidak, kalian yang memolesnya. Wahai para generasi, mari mengembalikan marwah bangsa ini, ditangan kalian semua akan berubah, dari sekarang yang serba krisis kepada Aceh yang lebih maju, Aceh yang tau tentang ke-Aceh-an, karna itu jangan engkau wariskan sesuatu yang tidak baik kepada adik-adik kalian, jangan pernah mencontoh yang tidak baik yang mereka lakukan diluar Aceh sana, namun lakukanlah sesuai harapan Aceh, sesuai harapan indatu kita, hiasilah semunya sesuai quran dan sunnah. Kami sangat berharap, kalian menjadi yang terbaik dari yang baik, ingat, Aceh adalah Seuramo Mekkah.

*Alumnus STAIN Malikussaleh Lhokseumawe Dan Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara

 

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.