Kejurun, Asosiasi Gayo Berdasarkan Keturunan

oleh
Kerawang Gayo di Opoh Ulen-ulen. (LGco_Khalis)

DI DAERAH Aceh Gayo terdapat asosiasi sosial bernama kejurun. Kejurun, adalah sebuah terminologi atau sebutan nama bagi daerah di daerah Gayo. Kejurun memiliki wilayah-wilayah tertentu yang terdiri dari empat desa tradisional Gayo. Selain masyarakat Gayo, istilah ini juga digunakan oleh Masyarakat Alas, kesultanan-kesultanan Melayu di Sumatera Timur, dan masyarakat Karo.

Di daerah Aceh Gayo terdapat 8 daerah kejurun, yaitu 6 kejurun di daerah tanah Gayo dan 2 kejurun di daerah Tanah Alas. Di daerah Gayo lebih dahulu berdiri 4 kejurun yaitu: Kejurun Bukit yang mula-mula berkedudukan di Bebesen, kemudian dipindahkan ke Kebayakan yang tidak jauh dari Bebesen. Dalam perkembangannya terbentuk kejurun Linge yang berkedudukan di daerah Gayo Linge; Kejurun Siah Utama yang berkedudukan di kampung Nosar di pinggir Danau Laut Tawar; dan kejurun Petiamang yang berkedudukan di Gayo Lues.

Lama kemudian setelah berdirinya keempat kejurun di atas, baru berdiri pula kejurun kelima yaitu kejurun Bebesen yang berkedudukan di Bebesen di tempat kedudukan semula kejurun Bukit. Keenam berdiri kejurun Abuk di daerah Serbejadi. Semntara di daerah Tanah Alas berdiri 2 kejurun yaitu kejurun Batu Mbulen yang berkedudukan di Batu Mbulen dan kejurun Bambel yang berkedudukan di Bambel.

Sultan Aceh mengesahkan keempat kejurun di daerah Gayo Laut, Gayo Linge, dan Gayo Lues yaitu kejurun Bukit, kejurun Linge, kejurun Siah Utama dan kejurun Patiamang. Demikian juga dengan 2 kejurun di Tanah Alas. Sementara kejurun Bebesen dan kejurun Abuk tidak mendapatkan pengesahan dari Sultan Aceh.

Berdirinya kejurun Bebesen seperti yang diterangkan di atas, berawal dari kedatangan orang-orang Batak Karo ke 27 ke Tanah Gayo. Antara kejurun Bukit dengan Batak Karo 27 terjadi suatu perselisihan. Mengakibatkan terjadinya peperangan antara kedua belah pihak. Peperangan berakhir dengan kemenangan di pihak Batak 27 dan kekalahan kejurun Bukit. Dalam suatu perundingan damai, akhirnya kedudukan kejurun Bukit dipindahkan dari Bebesan ke Kampung Kebayakan. Sedang di Bebesen didirikan Raja Cik Bebesan yang berkedudukan di Bebesen, dipimpin oleh Lebe Kader yaitu pemimpin pasukan Batak Karo 27. Kemudian menguasai daerah-daerah sekitarnya, dan membagi dua daerah kejurun Bukit. Setengah untuk kejurun Bukit dan separuh untuk Raja Cik (penghulu) Bebesen. Raja Cik Bebesan inilah yang kemudian berkembang dan menjadi Kejurun Bebesen sampai kedatangan Belanda tahun 1904 (M.H. Gayo 1990:25).

Menurut cerita orang-orang Gayo dahulu, kelompok Cik berasal dari orang-orang Batak Tapanuli. Orang-orang Batak Tapanuli ini lebih popular disebut dengan Batak ke 27 seperti asal-usul orang-orang dari kampung Bebesen (Melalatoa, 1971:92). Pada waktu yang lampau mereka berasal dari 27 orang Batak Tapanuli yang datang ke Aceh Tengah.

Menurut cerita, awalnya orang-orang Batak Tapanuli ini kebanyakan bertempat tinggal dikampung yang sekarang disebut Bebesen. Karena kedatangan Batak Tapanuli ini ke kampung Bebesan, maka orang-orang Kebayakan kemudian mengungsi dari kampung Kebayakan. Orang-orang Batak Tapanuli ke 27 ini sebagian menikmati tinggal di kampung Kebayakan tadi, yang kemudian mereka menetap di Kampung Bebesen.

Demikian juga orang-orang Bukit yang berasal dari orang-orang pantai Utara Aceh, nasib mereka seperti orang-orang dari kampung Kebayakan tadi. Menurut Melalatoa, orang-orang kampung Bebesen dan orang-orang kampung Kebayakan mempunyai asal-usul yang sama. Karena kedua-duanya masih mengenal Belah atau Klen, walaupun demikian nama-nama belah atau Klen itu tidaklah sama. Karena Belah merupakan Klen besar dari pengaruh perkembangan Sedere. Diantara mereka masih merasa dirinya mempunyai satu keturunan yang sama, satu masa lampau yang sama, dan satu sistem sosial yang sama.

Jika diperhatikan dari segi perbedaan adat istiadat, maka akan tampak pula pada segi keseniannya. Misalnya kesenian Didong dan Pacuan Kuda yang diselenggarakan hampir setiap tahun. Pada umumnya bertepatan dengan bulan Agustus untuk merayakan hari ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Pertandingan Didong dan Pacuan Kuda ini baru dianggap meriah apabila sudah berhadapan antara kesebelahan Cik yang diwakili oleh kampung Bebesen dengan kesebelasan kampung Bukit yang diwakili oleh kampung Kebayakan.

Dengan adanya asal-usul yang berbeda antara Cik dan Bukit, maka dapat diperkirakan bahwa etnik Gayo berasal dari kedua asal-usul tadi, yaitu dari Batak Tapanuli dan dari Pesisir Aceh bagian Utara. Karena cukup lamanya waktu migrasi lokal antara kelompok Cik dan Bukit, maka perubahan di antara mereka berlangsung secara Evolutif. Sering kali juga terjadi perkawinan campuran antara keduanya. Sehingga masyarakat Gayo di Aceh Tengah telah mengalami akulturasi di bidang adat-istiadat dan kehidupan sosial ekonominya. Mereka disatukan oleh waktu, dengan menyisakan sedikit perbedaan sebagai ciri khas.

 

Sumber Rujukan

Ical. 2009. Sejarah Gayo Lues. http: //ical88.multiply. com/?&show_interstitial=1&u=

Lidahtinta. 2009. Keragaman dan Kekayaan Etnis Alas. http: //lidahtinta.wordpress. com/2009/07/28/keragaman-dan-kekayaan-etnis-alas/

Rusdi Sufi dkk. 1998. Keanekaragaman Suku dan Budaya di Aceh. Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.

Zulfikar Arma. 2009. Struktur Pemerintahan Raja Gayo Lues Pra-Penjajahan Belanda. http: //gayoaceh.wordpress. com/2009/11/05/struktur-reje-gayo-lues/

(Sumber : WACANA NUSANTARA)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.