Catatan ; Darmawan Masri*
Engonko so tanoh Gayo// Simegah rom reta dele// rom batang nuyem si ijo// Kupi bako e// (Lihatlah tanah Gayo// terkenal dengan kekayaan alamnya// batang pinus yang hijau// kopi dan tembakaunya)
Begitulah sepenggal lirik lagu Tawar Sedenge yang kini menjadi mars Aceh Tengah, yang diciptakan oleh maestro seniman Gayo yang kesohor (alm) Abu Moese Azhari yang kemudian lebih dikenal dengan nama AR Moese.
Lagu yang bisa membangkitkan semangat generasi muda Gayo itu, sarat bermakna tentang kekayaan alam Gayo. Perkataan sang maestro tanpa disadari terus membekas dihati semua urang Gayo.
Lewat lagu ini, AR Moese menggambar betapa kayanya hasil bumi Gayo. Dan kini terbukti, diawal lirik lagunya saja ada 3 komoditas yang populer. Uyem (Pohon pinus) di Gayo menjadi komoditi pertama yang diceritakan, saat ini tak ada lagi batang pinus di daerah ini yang luput dari penderesan getah terpentin.
Lalu kopi Gayo, yang kini dinobatkan menjadi kopi terbaik di dunia dan telah diekpor ke mancanegara. Terakhir, Bako (tembakau), meski belum tergarap secara maksimal, namun tembakau Gayo sejak zaman penjajahan sudah dilirik oleh pasar pesisir Aceh. Tentu saja dengan cita rasa yang khasnya.
Tak ingin redup dimakan usia, salah seorang kaya ide asal Kampung Kayukul, Kecamatan Pegasing, Salmy Aman Dani membuat terobosan baru dengan memakai tembakau Gayo sebagai bahan bakunya.
Lalu, ia pun membuat sebuah rokok Cerutu yang kemudian dia labeli dengan Gayo Mountain Cigar. Kepada LintasGAYO.co, Salmy bercerita, bahwa dirinya terinspirasi dari syair lagu Tawar Sedenge ciptaan AR Moese.
“Kenapa (alm) pak Moese membubuhi kata Bako (tembakau) dalam syair lagunya, karena beliau tau, komoditi ini juga sebagai komoditi unggulan yang pastinya bisa memberi nilai ekonomis tinggi,” kata Salmy.
Menurut Salmy, tembakau Gayo punya ciri khas dan karakter rasa yang berbeda dengan daerah lain. Hanya saja, belum tergarap secara maksimal, yang membuat petaninya uring-uringan menanam komoditi unggulan ini.
“Tembakau kita punya ciri yang tidak cepat rusak, soal rasa jangan tanya, silahkan coba Cerutu Gayo Mountain Cigar ini. Setelah itu baru komen,” katanya menantang LintasGAYO.co.
Bergitu dirasa, ternyata benar Cerutu buatan tangan Salmy sangat berbeda dengan Cerutu Kuba yang mendunia. Tarikan ringan sangat terasa dalam Cerutu buatannya. Yang membuat, pecinta Cerutu ketagihan. Bahkan bagi pemula.
Ide Pembuatan Cerutu
Berawal dari syair lagu Tawar Sedenge, kemudian Salmy berpikir keras. Ia berkeinginan membuat sebuah produk rumahan, dari bahan baku tembakau asli Gayo tersebut.
“Saya belajar secara otodidak, keinginan Gayo punya produk Cerutu sangat besar dalam pikiran saya. Try and error dalam sebuah percobaan itu sudah biasa, jangan dikira sekali buat langsung jadi,” tegasnya.
Meski kegagalan demi kegagalan terus dihadapinya saat menciptakan Cerutu Gayo itu, akhirnya Salmy menemukan sebuah cara agar Cerutu buatannya itu layak diterbitkan dipasaran. “Proses pembuatannya jangan sekarang ya, ini masih ada yang harus saya kerjakan,” katanya sambil tersenyum.
Ingin Membuat Petani Tembakau Bahagia
Salmy berkeinginan lewat produk yang telah diterbitkannya itu, bisa membuat petani tembakau di Gayo bahagia. Selama ini menurutnya, petani tembakau Gayo kesulitan memasarkan hasil komoditinya.
Terlebih lagi, butuh proses panjang sejak penanaman hingga paska panen untuk mengolahnya. “Saya beli dari petani cukup daunnya saja, tidak perlu di iris lalu jemur. Saya beli dalam kondisi basah, harga nya pun beragam mulai dari 6 ribu hingga 8 ribu perkilogramnya. Ingat ity harga dalam kondisi basah ya,” kata Salmy, diera tahun 90-an juga pernah memproduksi keripik nenas asli Kayukul ini.
“Jika kita beli dari petani begitu ia petik, tentu petani tak perlu lagi diolah hingga kering. Dengan begitu, petani dapat terbantu dari segi pengeluaran paska panen. Mereka pasti bahagia,” tambahnya.
“Keinginan saya hanya satu, bagaimana produk ini berkembang di Gayo, kita punya bahan baku dengan kualitas yang cukup baik. Jangan disia-siakan lah,” timpalnya.
Harga Bervariasi
Salmy menambahkan tidak ada patokan harga dalam Cerutu buatannya itu. Ia menjelaskan, bahwa penikmat Cerutu merupakan kekhususan. Ia mematok harga sesuai keinginan dari konsumen.
“Mungkin terendah 15 Ribu ya, ada juga 5 juta jika ada yang mau. Tergantung selera, mau yang mana, biar saya buatin,” kelakarnya.
Ciptakan Lapangan Kerja Baru
Dilanjutkan, lewat hasil karnya itu, Salmy berharap adanya pengrajin tembakau baru muncul di tanoh Gayo, yang bisa menjadikan sumber lapangan pekerjaan baru.
“Kalau prinsip saya, uang jangan dikejar, tapi dijerat. Lewat apa? Ya lewat produk, pasti orang yang antar uang ke tempat kita. Saya ingin, generasi Gayo itu melek teehadap situasi disekelilingnya. Jangan terkungkung dengan pola yang itu-itu saja,” tegasnya.
Ditanya, kadar asar atau Tar yang dihasilkan dari Cerutu buatan itu, Salmy mengatakan bahwa penikmat Cerutu tak pernah tau kadar Tar yang dia hisap.
Pun begitu ia memastikan, bahwa Gayo Mountain Cigar bebas dari bahan kimia. “Kalau saya lihat, kadar nikotinnya pun sangat rendah, tinggal kita mengolahnya bagaimana nikotin itu terserap di bagian pangkal saat dihisap. Coba aja dulu ya, pasti kamu tahu,” tandasnya.
*Pemred LintasGAYO.co