Anak Muda Jadi Staf Khusus Presiden ; Kriteria Seragam dan Borjuis

oleh

Oleh : Abdan Sakura*

Presiden Jokowi baru saja mengumumkan siapa saja staf khusus milenial. Presiden kita ini memilih anak-anak muda untuk menjadi ring satu dari kalangan yang sukses, muda, dan tajir. Inilah anak muda yang dianggap ideal, bagi presiden kita ini.

Saya melihat latar belakang mereka, mayoritas adalah lulusan luar negeri. Mayoritas adalah pelaku bisnis start up yang kemudian sukses. Meskipun harus saya akui kalau ada di antara mereka yang kisahnya mengesankan dan membanggakan.

Bagi presiden, yang jualan di masa kampanye adalah tampilan ndeso tapi kebijakannya memuja investor ini, sukses itu adalah ketika bisa punya bisnis dengan omzet besar di usia muda.

Kita bisa melihat pemilihan stafsus ini dari banyak sisi. Dari sisi politik, pelajaran yang bisa dipetik adalah agar anak muda masuk menjadi lingkar dalam istana, maka sebaiknya harus punya mainan baru berupa startup yang bisa memberi income miliaran. Mesti punya satu aktivitas yang bisa mendatangkan decak kagum dan seruan wow.

Kalau hanya mengandalkan idealisme dan semangat perlawanan, kalau hanya punya rasa cinta tanah air, kalau hanya punya pekik melawan ketidakadilan, kalau hanya punya prestasi hebat di sekolahan hingga jadi ilmuwan, jangan mimpi untuk masuk istana. Sebab negara hanya mengakui eksistensi mereka yang punya usaha, sukses, dan kaya.

Saya melihat kategori mereka yang terpilih sebagai stafsus ini terlampau seragam. Kriterianya terlalu borjuis. Pemerintah kita tidak melihat banyaknya keragaman serta kisah dari anak muda yang tersebar di seluruh Indonesia.

Pemerintah kita hanya melihat satu sisi, tanpa melihat betapa banyaknya anak muda hebat dengan kisah memukau di seluruh Indonesia. Mereka tidak harus kaya dan sukses, tetapi punya dampak bagi sekitarnya.

Saya ingat ada anak muda yang bermodal perahu membawa pustaka untuk anak-anak di pulau-pulau terluar. Di tengah keterbatasan, anak muda ini malah memikirkan literasi bagi anak-anak pulau. Saya mengenal anak muda keturunan Tionghoa yang ikut dalam misi kemanusiaan bersama seorang dokter, mengunjungi pulau-pulau kecil demi memberi layanan kesehatan.

Saya ingat ada anak muda yang berdiri di tengah masyarakat yang tanahnya akan digusur. Anak muda ini bisa saja cuek dan berpikir nyaman sebagai mahasiswa. Tapi ada sisi kepedulian dan panggilan nurani untuk bersama orang-orang yang tanahnya hendak dirampas.

Ada pula kisah anak muda yang mengorganisir para pemusik jalanan dan kaum miskin kota. Atau kisah anak muda yang mengajari petani agar meningkatkan omzet, tanpa ingin disorot media. Mengapa pula pemerintah tak mencari anak muda yang berani menepi dari hiruk-pikuk dan spotlight media, tetapi berani mewujudkan idealismenya dengan cara-cara sederhana.

Saya hanya bisa menyebutkan sedikit contoh. Kerja-kerja beberapa anak muda yang saya sebutkan di atas amat jauh dari pantauan media. Kerja mereka hanya diketahui segelintir orang, tetapi mereka meninggalkan satu legacy atau warisan yang amat berharga bagi kem.

Mereka memiliki nurani dan sanubari yang amat cinta pada bangsanya, dan bekerja mewujudkannya dalam langkah-langkah kecil.

Jika saja mereka diangkat jadi stafsus presiden, mereka bisa mengurai di mana problem birokrasi dan tiadanya keberpihakan pada publik. Anak muda yang membawa pustaka ke pulau itu bisa membantu pemerintah menyusun kebijakan agar pendidikan tidak hanya dinikmati orang2 perkotaan, tetapi secara merata menjangkau pulau-pulau.

Apa boleh buat, negara ini terlanjur menentukan seperti apa kriteria anak muda. Mereka yang hanya bergerak dengan membawa semangat kerelawanan untuk banyak orang lain jelas tak masuk hitungan.

Namun apa pun itu, anak muda harus terus bergerak untuk perubahan. Negara boleh tak mengakui kiprah Anda, tetapi pengakuan dari masyarakat sekitar, khususnya masyarakat marginal, jauh lebih penting dari segalanya. Bekerja untuk orang banyak jauh lebih bermakna dari sekadar ajakan masuk ring satu istana.

Pada anak muda hebat yang bekerja di tepian, tanpa publisitas, dan semata memikirkan orang banyak, pada anak muda yang masuk menemui malam demi pekik aksi gugatan pada ketidakadilan, saya titipkan sekeping paragraf dari Chairil Anwar:

Aku suka pada mereka yang berani hidup…
Aku suka pada mereka yang masuk menemui malam…
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu….
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu..

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta. Tinggal di Takengon.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.