[Resensi Buku] Kisah Kehidupan Jokowi di Gayo

oleh
Buku Jejak Jokowi di Gayo

Oleh : Ferdian Ananda Majni

SIAPA sangka Presiden Republik ketujuh Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), pernah menetap tiga tahun di Dataran Tinggi Gayo, Aceh.

Jauh sebelum terjun ke dunia politik, Jokowi muda tinggal di kaki Gunung Burni Telong, Kabupaten Bener Meriah, sejak 1986 hingga 1989.

Kedatangannya ke Tanah Gayo, bak menikmati bulan madunya dengan sang istri, Iriana Jokowi yang baru ia nikahi di Solo, pada 24 Desember 1986.

Saat Jokowi berada di sana, Bener Meriah belum mengalami pemekaran sehingga masih masuk wilayah Kabupaten Aceh Tengah.

Seusai menerima ijazah dari Universitas Gadjah Mada (UGM), dia langsung terjun ke masyarakat sehingga Jokowi pasti tahu betul bagaimana karakter Urang Gayo dan alamnya.

Begitu juga dengan Aceh khususnya Lhokseumawe dan Banda Aceh yang kerap dikunjungi semasa bekerja di PT KKA.

Jokowi, menurut para sahabatnya, semasa di PT Kertas Kraft Aceh (KKA) sering menikmati secangkir kopi Gayo.

Namun, bukan pecandu kopi. Bahkan, Jokowi menyukai cara Urang Gayo mengistimewakan tamu dengan menawarkan ngopi mulo, mangan mulo atau ngopi dulu, makan dulu.

Buku Jejak Jokowi di Gayo, berkisah kehidupan awal Joko Widodo setelah menikah dan memulai kariernya di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.

Kepingan catatan itu dikumpulkan sejak awal 2014.

Dimulai dari seputaran kampung Bale Atu dan Kampung Karang Rejo Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh.

Kedua Kampung ini mengapit lokasi PT KKA (persero) Divisi Hutan saat beroperasi.

Pusat Perumahan pekerja PT KKA dan pembibitan pinus merkusii mulai beroperasi pada 1983, berada di Kampung Bale Atu.

Sesuai namanya, PT KKA (persero) mengolah pinus merkusii yang tumbuh di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.

PT KKA didirikan dalam rangka swasembada kertas kantong semen dan peningkatan ekspor nonmigas.

Jenis kertas yang dihasilkan ialah multiwall regular, multiwall extensible (clupak), di samping itu diproduksi pula lineboard.

Selanjutnya, pinus merkusii dibawa ke Pabrik PT KKA di Aceh Utara melalui jalan yang dibangun setelah disurvei Jokowi dan kawan-kawannya pada 1986-1988.

Nama kampung Bale Atu tiba-tiba melejit hingga penjuru nusantara seiring pencalonan Jokowi sebagai calon presiden pada Pemilihan Presiden 2014.

Jokowi yang pernah menjabat kepala divisi kontruksi perumahan (Housing) di PT KKA itu, juga mendapatkan dukungan penuh dari warga setempat guna melaju sebagai calon Presiden RI di Pemilu 2014.

Buku ini menjadi referensi tambahan tentang Gayo terutama terkait sejarah.

Selain itu juga sebagai bentuk dukungan pembangunan karakter generasi bangsa, Urang Gayo, Aceh, dan Indonesia umunya karena berisi penggalan perjalanan karir putra Indonesia selepas perguruan tinggi hingga menjadi orang nomor satu di Republik Indonesia.

Memajukan Gayo

Buku Jejak Jokowi di Gayo mengupas tentang awalnya Jokowi bisa ke Gayo melalui lowongan kerja di PT KKA yang diterima di Divisi Hutan di Aceh Tengah.

Di luar bidang ilmunya kehutanan, Joko paham tentang Gayo, bukan pinus merkusi dan warganya, melainkan juga kopi, budaya, keindahan panorama, serta kekayaan sumber daya alam. Saat itu Joko dan kawan-kawan hanya ingin memajukan Gayo.

Jejak Jokowi di Gayo menceritakan kehidupan Jokowi sebagai karyawan PT KKA yang dulu disebut Joko oleh rekan kerja dan masyrakat sekitar.

“Gayo adalah kampung saya” kata Jokowi untuk daerah yang pernah ia diami selama masa tugasnya dan menyukai panorama indah Gayo.

Tidak berlebihan memang menyatakan karier Jokowi hingga menjadi presiden RI priode 2014-2019 diawali dari Gayo.

Awalnya, tugas Jokowi bersama rekan-rekannya serabutan baik di pembibitan hingga survei orietasi jalan.

Kemudian, difokuskan di bagian konstruksi, menyiapkan sarana prasarana bangunan kantor, bangunan tempat pembibitan, bengkel hingga perumahan karyawan PT KKA.

Selama berada di PT KKA, jokowi diberikan tugas membangun hubungan baik dengan masyarakat setempat melalui olahraga, seni, dan kegiatan sosial, seperti pembangunan sarana ibadah serta pendidikan.

Selain itu, secara pribadi sesuai ilmu yang ia peroleh dari UGM, Jokowi membina karyawan dan masyarakat sekitar tentang kehutanan.

Tidak mengherankan, Jokowi paham tentang Gayo, bukan hanya saja pinus merkurii dan warganya tetapi kopi, budaya, sumber daya alam serta keidahan parorama Gayo.

Secara keseluruhan, buku ini memang menuliskan fakta melalui wawancara yang dilakukan terhadap 24 orang yang pernah berkerja dengan Jokowi.

Mereka seakan menjadi saksi hidup perjalanan sejarah yang dilalui Jokowi selama di daratan tinggi Gayo.

Seperti kisah yang diceritakan mantan sopir PT KKA, Imran.

Ia mengaku kedekatanya dengan Jokowi sampai-sampai mengetahui gaji seorang insiyur, yang ternyata ialah Jokowi.

Imran sangat dipercaya sebagai sopir dan beberapa kali mengantarkan Jokowi untuk keperluan dinasnya.

Suatu hari Jokowi menunjukan slip gaji pertamanya di PT KKA, yakni Rp225.000 pada 1986.

Imran juga mengungkapkan sisi lain Jokowi yang menyukai musik rock, lagu Barat atau Indonesia.

Dalam perjalanan, lagu-lagu itu terus terdengar selama Imran bepergian dengan Jokowi.

Cerita lainnya, terungkap dari mantan rekan kerja Jokowi, Samsir mengatakan jika blusukan atau berkunjung langsung ke masyarakat bukan hobi baru yang dilakukan Jokowi.

Ketika di PT KKA, Jokowi muda sudah melakukan blusukan untuk mengetahui kondisi lapangan.

Bahkan, ia juga mengawasi dan melapor penembangan pohon pinus yang dijadikan bahan bangunan.

Samsir yang dikenal bertemperamen keras dan suka melawan atasan, bisa akur ketika berhadapan dengan Jokowi.

Pasalnya, Jokowi muda dikenal pintar membawa suasan kondusif dan mengambil hati staf.

Bahkan, Samsir mengaku pernah diajak Jokowi keliling naik sepada motor.

Di luar dugaan, Jokowi muda bertemu dengan orang Jawa di perdalaman Gayo.

Soerkardjo namanya.

Ia mengaku pernah bertemu seorang sarjana berkacamata dan berkumis saat berkerja di PT KKA.

Menariknya, ia tidak mengetahui jika orang tersebut ialah Jokowi yang saat ini menjadi presiden RI.

“Dia menegur saya, tanya siapa saya. Saya Jawab Soekardjo, lalu dia bertanya apakah saya suku Jawa. Saya jawab iya,”

“Saya Jawa kesasar di sini Pak, cuma saya orang Jawa di sini Pak,”

Jokowi terkejut dan heran, dan balik bertanya kok ada ada ya orang Jawa di sini?

Sangat menarik, membaca halaman demi halaman buku dengan ketebalan 200 halaman ini.

Selain di sajikan dengan format tulisan tanya jawab.

Penyajian dengan bahasa yang sederhana juga memudahkan siapa saja untuk membacanya sampai habis.

Selain itu, juga ada riset data dan penampilkan sejumlah foto dokumentasi Jokowi muda saat berada di Gayo.

Bahkan, seluruh orang-orang yang mengenang kehidupan Jokowi memiliki kisah-kisah yang menarik dan beragam tentang sosok Jokowi. (M-2)

Judul: Jejak Jokowi di Gayo
Penulis: Khalisuddin, Murizal Hamzah
Penerbit: Bandar Publishing
Tebit: November 2017
Tebal: 200 halaman

[Sumber : Rubrik Jendela Buku Media Indonesia | dipublish : Sabtu, 13 January 2018 15:34 WIB]

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.