Aman Jarum, Leuser dan Vespa Kongo

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Aman Jarum adalah nama populer dari Abu Kari, salah seorang kandidat penerima Kalpataru, yaitu penghargaan tertinggi bagi orang atau kelompok yang mendedikasikan diri dalam bidang lingkungan hidup di negeri kita. Kalpataru berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti pohon kehidupan.

Hanya saja kurang dukungan dari Pemda Gayo Lues dan Pemerintah Aceh serta tidak ada lobi sehingga Aman Jarum urung menerima hadiah Kalpataru. Padahal peran Aman Jarum menanam bambu di sepanjang Sungai Pining sangat fenomenal, di samping rutin melakukan monitoring untuk menjaga tutupan hutan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).

Aman Jarum rutin melakukan mitigasi degradasi dan deforestasi hutan dan perlindungan satwa dari perangkap. Beliau bukan sekedar seorang pecinta lingkungan, lebih dari itu beliau adalah seorang ekologis, yakni dengan alasan apapun hutan tidak boleh dialihfungsikan.

Permasalahan hutan di Aceh, khususnya KEL adalah perlu penataan kelembagaan. Pada tahun 2006, Pj Gubernur Mustafa Abu Bakar membentuk Badan Pegelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) yang kita harapkan sebagai cikal bakal Badan Konservasi Aceh (BKA), sayangnya pada masa Pemerintahan Abu Doto-Muallim membubarkan lembaga tersebut, padahal itu amanah UUPA pasal 150 yang menyatakan, “Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota wajib melestarikan KEL.”

Di samping itu, pemberdayaan ekonomi, khususnya masyarakat di pinggiran hutan KEL yang menggantungkan hidupnya pada hutan. Sebagai mana kita ketahui bahwa masyarakat pinggiran hutan termasuk kategori miskin. Tentu saja pemberdayaan juga harus disertai pembinaan sampai benar-benar masyarakat sejahtera. Dalam pada itu, juga disertai sosialisasi tapal batas kawasan. Setelah semua terpenuhi, maka upaya terakhir adalah penegakan hukum.

Pengetahuan soal Hutan Leuser, Aman Jarum melebihi dari pengetahuan akademik kita semua karena pengalaman sejak lahir hingga seluruh hidupnya demi dan untuk mencegah rendahnya tutupan hutan, khususnya hutan Kabupaten Gayo Lues yang falsafahnya disampaikan turun temurun, “Kalau kamu menjaga hutan maka hutan akan menjagamu.”

Dari keseluruhan rangkaian cerita tentang Abu Kari, mengapa beliau dipanggil Aman Jarum? Cerita berikut ini perlu dikonfirmasi kebenarannya langsung kepada beliau. Konon Abu Kari adalah mantan pasukan perdamaian di Kongo (dulu disebut Zaire). Di akhir penugasannya, setiap prajurit mendapat sepeda motor Vespa berwarna kuning dan bagi pimpinan pasukan mendapat Vespa berwarna hijau tua.

Sebagai prajurit Abu Kari tentu juga mendapat hadiah satu unit sepeda motor Vespa warna kuning, tetapi pasukan lainnya merasa heran karena Abu Kari menjualnya dan seluruh uangnya dibelikan jarum jahit.

Di pelabuhan pasukan perdamaian itu disambut dengan meriah, apalagi setiap prajurit membawa sebuah sepeda motor Vespa. Tentu keluarga sangat bangga. Melihat setiap pasukan lain membawa oleh-oleh sepeda motor Vespa buatan Itali dan dirakit di Jerman itu, istrinya sangat kecewa dan langsung memfasakhkannya.

Abu Kari hanya bisa pasrah dengan prinsif “Meh umur mate, meh petemun cere” yang terjemahannya, “Habis umur meninggal dunia, habis jodoh bercerai.” Ungkapan tersebut menguatkan semangatnya bahwa dunia tidak selebar daun kelor. Abu Karipun mulai menjual jarumnya. Dia tawarkan dari toko ke toko dan akhirnya terjual seluruhnya tanpa sisa. Uang yang terkumpul dari penjualan jarum bisa membeli dua sepeda motor vespa.

Istrinya mulai menyesal setelah Abu Kari mendapatkan dua Vespa dan meminta untuk rujuk kembali, tetapi prinsif Abu Kari adalah suatu kebodohan jika “jatuh ke lubang yang sama.” Prinsif itu menguatkan tekadnya, sekali melangkah pantang menoleh kembali. Sejak itulah Abu Kari dijuluki Aman Jarum. Wallahu ‘alam!

(Mendale, 21 Agustus 2019)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.