Takbiran Keliling Ditiadakan; Ada Apa Dengan Pemkab Aceh Tengah?

oleh
Husaini Muzakir Algayoni

Catatan : Husaini Muzakir Algayoni*

Presiden pertama Turki Mustafa Kemal Attaturk mengubah negaranya menjadi negara yang modern dan sekuler, musibah besar dialami Turki ketika melarang membaca Alquran memakai bahasa Arab, masjid ditutup bahkan dikeluarkan undang-undang bahwa adzan dan iqamat tidak boleh memakai lafaz Arab. Cahaya Islam dipadamkan oleh peraturan Mustafa Kemal sehingga Turki berada dalam gelap gulita dan haus pada syiar Islam.

Kita tinggalkan cerita Mustafa Kemal Attaturk yang memadamkan cahaya-cahaya Islam di Turki ketika itu, kini kita masuk ke daerah dataran tanah tinggi Gayo atau negeri atas awan dengan selimut “tengkedep” dan secangkir kopi Gayo untuk menggerakkan pikiran dan jari-jemari membahas tentang satu malam di malam takbir (takbir keliling) dalam menyambut hari raya Idul Fitri dan Idul Adha yang seharusnya dilaksanakan dengan semangat syiar Islam justru ditiadakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tengah dengan alasan menjaga ketertiban dan kenyaman masyarakat serta khawatir rusuh atau terjadinya keributan.

Takbir keliling di malam hari dalam memperingati hari besar Islam merupakan syiar Islam dan menaburkan semangat cinta pada ajaran Islam, walaupun dalam praktiknya hanyalah sebagai simbolik semata tapi paling tidak generasi-generasi Islam khususnya anak-anak tidak jauh dari agama dan ada rasa gembira dan cinta pada agamanya sendiri.

Syiar Islam yang seharusnya dilakasanakan dengan terbuka, penuh gembira dan antusiasme serta penuh khidmat justru hilang ditelan oleh peraturan Pemkab nya sendiri. Ada apa dengan Pemda Aceh Tengah?

Saya khawatir, jika takbir keliling terus ditiadakan oleh Pemkab Aceh Tengah maka ini merupakan bagian dari ghazwul fikri (perang pemikiran) yang terletak pada tasywih (menghilangkan kebanggaan kaum muslimin terhadap agamanya).

Oleh karena itu, saya berharap kepada Pemda Aceh Tengah untuk mengevaluasi peraturan meniadakan takbir keliling di Aceh Tengah, lagi pula Qanun Provinsi Aceh Nomor 11 tahun 2012 tentang pelaksanaan Syariat Islam bidang aqidah, ibadah dan syiar Islam dalam pasal 12 menyebutkan bahwa “Untuk terlaksananya Syariat Islam di bidang aqidah, ibadah dan syiar Islam, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota dan institusi masyarakat dianjurkan menyelenggarakan peringatan hari-hari besar Islam.”

Jika Pemkab Aceh Tengah meniadakan takbir keliling dengan alasan yang telah disebutkan di atas, apakah harus meniadakan secara langsung karena ada mudharatnya tanpa ada solusi atau ide-ide serta pikiran-pikiran yang cemerlang lahir dari pejabat di lingkungan Pemda Aceh Tengah yang bisa menghilangkan mudharat tersebut.

Jika tidak ada solusi, ide atau pikiran yang cemerlang dalam mengatasinya, jadi untuk apa ada pejabat dalam menyelesaikan masalah di tengah-tengah masyarakat?

Dalam hal ini saya mengutip perkataan Bertrand Russel, ia mengatakan bahwa “Banyak orang yang lebih suka mati daripada berpikir, oleh karena itu kini banyak orang yang sudah mati.”

Meniadakan takbir keliling di malam penuh khidmat dan penuh kebanggaan akan syiar agamanya bukanlah solusi atau hasil dari pemikiran apalagi ide cemerlang, meniadakan takbir keliling karena takut rusuh atau adanya keributan itu sama saja hasil pemikiran orang mati.

Kalau takbir ditiadakan karena takut rusuh atau terjadi keributan? Bagaimana dengan pacuan kuda di Aceh Tengah yang dikhawatirkan oleh Bupati Aceh Tengah, Shabela Abubakar ada pelanggaran Syariat Islam (Lintasgayo.co), apakah tetap dilaksanakan wahai pemangku kebijakan kalau ada pelanggaran Syariat Islam?

Kalau untuk Bener Meriah jangan ditanya pastinya pacuan kuda tetap dilaksanakan dengan penuh gembira seperti halnya malam takbir keliling yang selalu dirayakan oleh Pemda Bener Meriah dengan gembira dan meriah walaupun diselimuti dengan udara dingin di malam hari.

Kita kembali ke Mustafa Kemal Attaturk, membaca kisah pemadaman cahaya Islam oleh Mustafa Kemal yang benar-benar membawa kegelapan pada Turki. Saya merekomendasikan kepada pembaca budiman untuk membaca novel “Api Tauhid: Cahaya Keagungan Cinta Sang Mujaddid” yang merupakan novel sejarah pembangun jiwa karya Novelis No.1 Indonesia Habiburrahman El-Shirazy.

Dalam novel ini diceritakan bahwa Turki Muda/Young Turk adalah anak-anak muda yang tertarik, bahkan tergila-gila pada pemikiran dan politik Eropa Barat dan berusaha menerapkannya ke dalam negara dan masyarakat Utsmani.

Turki muda ini nantinya melahirkan gerakan Ittihat ve Terakki atau Committee of Union and Progress yang sering disingkat CUP, dari Turki Muda dan CUP inilah lahir sosok Mustafa Kemal Attaturk dan CUP inilah yang memakzulkan Sultan Abdul Hamid II.

Dalam Kisahnya CUP ini disusupi oleh orang-orang Zionis dengan tujuan menghilangkan Sultan Abdul Hamid II dan Kekhilafahan Utsmani.

Nah, jangan sampai simbolik-simbolik syiar Islam hilang ditelan masa sehingga bisa menghilangkan kebanggaan terhadap agama. Dari pengertian terbitlah cinta (Rumi).

*Kolumnis LintasGAYO.co

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.