Janji ALA, Janji Lidah Politisi

oleh

Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*

Budaya janji dari lidah politisi ibarat matahari dan senja, tanpa matahari panorama keindahan senja tak terukir bagi penikmat senja. Begitu pula dengan lidah politisi tak lengkap rasanya tanpa ada janji yang diberikan kepada orang awam dalam rangka kepentingan politik walaupun janji itu dipenuhi atau tidak; tapi mudahnya mengucapkan janji dari seorang politisi bagaikan budaya yang lahir setiap pemilu datang.

Pasca pemilu serentak di bulan April tahun 2019, pesta demokrasi telah usai untuk sementara waktu dan tak ada lagi kegiatan pemilihan kepala daerah, legeslatif maupun presiden. Carut-marut dengan kata-kata hinaan dan merendahkan dari pendukung fanatik dan berpikiran sempit berkurang di media sosial maupun janji-janji politisi dengan kata-kata manis di spanduk yang berjejeran di samping jalan tak lagi terlihat sehingga keindahan alam semesta kembali cerah dan mencerahkan.

Dari sekian janji lidah politisi, ada satu janji yang membuat penulis tak lupa oleh masa dan janji itu akan terus terekam dalam memori penulis selama janji itu tak dipenuhi oleh lidah-lidah politisi, adapun janji tersebut adalah melahirkan provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) dengan segera bahkan sudah memikirkan dan yakin dan tokoh ALA pada tahun 2014 provinsi ALA sudah bisa menggelar pemilu.

“Provinsi ALA harus segera terbentuk bahkan paling lama sebelum akhir 2013 sudah terealisasi, target kita bisa ikut pemilu legeslatif 2014” demikian kata Armen Desky pada saat pertemuan dengan tokoh ALA di Garuda Plaza Hotel (GPH) Medan, Rabu (5/2). Serambi, 2/2013.

Begitu juga dengan tokoh politik ternama dataran tanah tinggi Gayo siapa lagi kalau bukan Ir. Tagore Abubakar, salah satu politisi yang paling getol ingin melahirkan ALA. Beratapkan langit, disinari cahaya lampu remang-remang dan sinaran rembulan di lantai atas 3in1 Coffee pada 3 Juni 2014 silam beliau mengatakan “Datangi saya, tampar saya jika saya berbohong tidak mensejahterakan masyarakat Gayo” sebuah argumen indah bukan? kemudian ditambahkannya lagi ALA akan lahir karena telah diperjuangkan di parlemen.

Pemilu 2019 isu ALA terkubur dalam hingga tak terdengar lagi nama ALA dalam pesta demokrasi dan pada puncaknya tibalah Ir. Tagore Abubakar gagal kedua kalinya melayang terbang jauh ke ibu kota Jakarta untuk duduk di gedung terhormat dengan status anggota DPR-RI. Menurut hemat penulis, tak ada lagi isu ALA semakin menguatkan bahwa isu ALA hanyalah strategi politik yang digaungkan oleh Tagore Abubakar dalam memuluskan keinginan politiknya.

Sebagaimana yang pernah penulis sampaikan dalam tulisan sebelumnya di media tercinta ini dengan judul “Aceh Tersungkur, Apakah ALA Terkubur? Astri Sulastri Mahasiswa Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, dalam skripsinya dengan judul “Strategi Pemenangan Tagore Abu Bakar Pada Pemilihan Umum Legeslatif DPR-RI Tahun 2014” salah satu strateginya adalah strategi isu politik yaitu isu pemekaran provinsi ALA, sehingga dengan isu ini Tagore Abubakar memperoleh suara tertinggi 64.159 dari suara keseluruhan partai 110.021.

Perolehan suara di Aceh Tengah 30.980 dan Bener Meriah 30.355.
Janji untuk melahirkan ALA hingga sekarang belum nampak bahkan baunya saja sudah tak tercium lagi bahkan semakin berat saja melahirkan ALA pada masa-masa yang akan datang lantaran tokoh ALA Tagore Abubakar tak lagi menduduki kursi hangat DPR-RI.

Lidah-lidah politisi hanya memikirkan kepentingan politiknya saja, maka tak heran Thomas Jefferson mengatakan bahwa “Politikus memikirkan pemilihan yang akan datang, sementara negarawan memikirkan generasi yang akan datang” sementara itu Georges Pompidou mengatakan bahwa seorang negarawan adalah politisi yang menempatkan dirinya untuk berbakti kepada negaranya sedangkan politisi adalah negarawan yang menempatkan negara untuk berbakti kepada dirinya.

Waspadalah

Seperti yang penulis sampaikan di atas bahwa janji dari lidah politisi sudah menjadi budaya ketika datang pemilu, ketika sudah berada di atas dan menggenggam jabatan maka janji itu pun dilupakan. Oleh karena itu, waspadalah terhadap janji yang diberikan kepada orang awam dan ini merupakan nasihat kepada penulis sendiri dan kepada politisi-politisi agar tidak sembarangan mengumbar janji kepada masyarakat yang pada akhirnya hanya menyakiti hati masyarakat itu sendiri.

Mengejar kehormatan dengan jabatan di zaman pragmatis dan hedonis ini dilakukan dengan segala cara termasuk dengan janji-janji manis bak tebu, jika niat hanyalah untuk mengejar jabatan maka janji itu dilupakan dan masyarakat kecil yang menjadi korban.

Penulis mengutip perkataan KH. Imam Zarkasyi (Perintis Pondok Pesantren Gontor Ponorogo), beliau mengatakan bahwa “Banyak orang berkhianat kepada kawan dan masyarakat karena mengejar sesuatu.” Jika niat kita dalam berkarya hanya sekedar untuk mendapatkan uang maka kita akan lupa dengan semua etika dan aturan. Jika demi mengejar kebutuhan, maka keserakahan akan mudah menguasai kita sehingga kita dengan mudah mengkhianati teman atau membohongi masyarakat. Petuah orang Jawa berpesan “Melik nggendong lali” keinginan yang kuat (iri) akan selalu membuat orang lupa diri.
Lidah politisi mudah mengucapkan janji tapi berat melaksanakan janji, maka dari itu penulis pun menguraikan sajak politisi:

Ohh politisi
Kau hadir di saat menjelang pemilihan umum
Begitu pedulinya kau terhadap rakyat
Kau hadir di jalan-jalan dengan poster menawan
Ohh politisi
Kau berorasi di atas panggung sandiwara
Dengan janji-janji surgamu
Ohh poitisi
Tahukah kau?
Masyarakat kecil hanya mengharapakan janjimu.

*Penulis: Kolumnis LintasGAYO.co

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.