Sok Tahu NO, Mencari Tahu YES

oleh

Oleh : Husaini Muzakir Algayoni*

Jadilah manusia yang pinter, tetapi jangan sekali-kali berlaku keminter, dan waspadalah agar tidak keblinger. Pinter, keminter, dan keblinger adalah kata-kata Jawa yang mempunyai arti berbeda-beda. Pinter berarti pandai, cerdas, arif, dan bijaksana. Keminter berarti berlagak pandai dan pinter keblinger artinya keliru atau tersesat oleh karena merasa pandai. (Muochtar Buchori, Indonesia Mencari Demokrasi, 2005).

Mochtar Buchori dalam bukunya Indonesia Mencari Demokarasi menyentil manusia-manusia yang berlagak pandai atau dengan kata lain sok tahu, ia mengatakan bahwa orang berlagak pandai berbicara melebihi kamampuan yang dimilikinya sehingga orang seperti ini biasanya menggurui dan menampakkan kehebatannya dengan kata-kata yang dipergunakan padahal tidak sepadan dengan kualitas berpikir yang mendasari argumen tersebut.

Orang yang berlagak pandai atau sok tahu sepertinya tidak sadar kalau dia sedang ditertawakan oleh orang lain atau dipermalukan oleh dirinya sendiri, sok tahu adalah tipe orang yang merasa paling tahu padahal tidak tahu apa-apa. Berbicara panjang lebar dan membenarkan pikirannya sendiri seolah-olah paling tahu dan paling benar, menerima informasi kemudian dishare tanpa mencari tahu kebenaran informasi tersebut sehingga orang sok tahu mudah termakan isu-isu hoax.

Sok tahu malas mencari tahu padahal sejatinya manusia mempunyai naluri rasa ingin tahu yang kuat, manusia dibekali akal yang bertujuan untuk berpikir namun kesombongan yang ada pada manusia dia enggan untuk mencari tahu karena merasa dia sudah tahu segalanya dan orang sok tahu ini biasanya mudah menyalahkan orang/kelompok/aliran lain yang tidak sesuai dengan ruang pikirannya.

Tatkala dia tahu atau dengan kata lain pinter seperti kata di atas yang mempunyai arti pandai, cerdas, arif, dan bijaksana maka tidak mudah menyalahkan orang/kelompok lain bahkan sikap rasa ingin tahu yang kuat bisa menempatkan diri pada tempatnya. Inilah orang-orang arif dan bijaksana, kapan harus berbicara dan kapan harus diam.

Lihat saja komentar-komentar cerewet manusia yang ada di dunia maya, komentar tersebut memicu perselisihan dan permusuhan akibat dari sok tahu. Penyakit sok tahu sepertinya lebih bahaya dari sofis (orang sombong yang merasa mengerti apa saja dan ahli dalam kemahiran berbahasa/pidato untuk melakukan maksud-maksud jahat). Sofis pada dasarnya adalah orang yang tahu segalanya (pintar), namun kepintarannya tersebut digunakan untuk melakukan kejahatan. Sementara orang sok tahu adalah orang yang tidak tahu apa-apa tapi merasa paling tahu, sungguh terlalu dan berbahaya. Oleh karena itu, tepat sekali apa yang dikatakan oleh Muchtar Buchori di atas “Janganlah sekali-kali berlaku keminter.”

Sok tahu merupakan penyakit berbahaya yang ada pada tubuh manusia, jika iblis merasa paling tahu dan dengan rasa tahunya tersebut ia sombong dan merendahkan Nabi Adam maka manusia-manusia sok tahu sudah tidak tahu dan malas mencari tahu ditambah lagi kesombongan yang ada pada dirinya maka Socrates pun tertawa geli melihat orang-orang sok tahu.

Untuk menghilangkan penyakit sok tahu, sepertinya harus menelaah kembali pemikiran Socrates yang berangkat dari “Tidak tahu apa-apa.” Socrates mengatakan aku tahu bahwa aku tidak tahu apa-apa, maka dari itu Socrates mencari tahu dengan bertanya untuk mencari tahu. Socrates merupakan orang bijaksana dalam kancah filsafat, orang bijaksana merupakan orang yang merasa tidak tahu apa-apa maka dia belajar dan mengejar pengetahuan.

Memperoleh pengetahuan, itulah gunanya akal yang ada pada manusia. Akal digunakan untuk mencari tahu bukan sok tahu. Akal dalam pengertian Islam bukanlah otak, tetapi daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia; daya yang sebagai digambarkan dalam Alquran, memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Sementara para teolog Islam mengartikan akal sebagai daya untuk memperoleh pengetahuan.

Dalam novel filsafat Dunia Sophie karya Jostein Gaarder menggambarkan seorang anak bernama Sophie harus menerima pelajaran filsafat karena tidak ingin menjadi orang-orang yang ikut berjajar bersama orang yang apatis dan acuh tak acuh, Sophie diharuskan selalu ingin tahu. Oleh karena itu, Sophie selalu berpikir dan bertanya untuk mencari tahu segala apapun yang terjadi dihadapannya.

Fahruddin Faiz (dosen aqidah filsafat/pengisi program ngaji filsafat) dalam tulisannya “Apa Sih Menariknya Filsafat” ia mengatakan bahwa filsafat baginya adalah sebuah tantangan, tantangan untuk tidak hidup secara mekanis, ikut-ikutan, taklid dan ‘mengalir’ tanpa tahu kemana, untuk apa dan mengapa. Inilah salah satu urgensi filsafat dalam kehidupan yaitu mencari tahu sedalam-dalamnya dan secara menyeluruh agar menjadi tahu dan terhindar dari rasa sok tahu.

Mencari tahu adalah sebuah keharusan bagi manusia yang dilengkapi akal untuk berpikir karena manusia mempunyai naluri rasa ingin tahu yang kuat, ketika rasa ingin tahu hilang maka yang ada hanyalah kedunguan, mudah dibodohi, ikut-ikutan, taklid, lidah tajam, pikiran tumpul, dan pikiran sempit (jumud) menyelimuti awan-awan kehidupan.

Sok tahu merupakan penyakit berbahaya bagi keberlanjutan kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, lebih baik diam daripada sok tahu; tidak tahu maka mencari tahu untuk tahu secara mendalam dan menyeluruh sehingga menjadi masyarakat yang cerdas, arif, dan bijaksana. Semoga!

*Penulis, Kolumnis LintasGAYO.co

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.