Penggunaan Kata “Prank” Menurut Ajaran Islam dan Norma Adat Gayo

oleh
Joni MN

Oleh : Dr. Joni MN

Fenomena

Sering kali kita merasa takut tidak dianggap sebagai generasi melenium era 4.0 yang ketinggalan jaman, sehingga untuk mengatasi hal tersebut terkadang kita langsung melahap apa-apa yang telah dihidangkan semua oleh Medsos dan media lainnya tanpa ada seterilisasi terhadap sesuatu yang hendak dilahap tersebut.

Dalam konteks ini seperti, mengadopsikan sesuatu yang dianggap keren dan sudah dipopulerkan oleh masyarakat lain yang jelas-jelas landasan hidup dan keyakinan dalam menempuh hidup adalah berbeda.

Dalam pergaulan sehari-hari kita seringkali lepas dari kontrol sosial, kontrol agama dan lupa akan identitas diri sendiri, sehingga sering terbawa oleh keinginan yang tak terbatas yang lepas kontrol. Hal ini sering terwujud dalam perilaku ketika berinteraksi dengan yang lain. Dalam berkata-kata sering salah memilih kata-kata (pemilihan deiksis).

Selanjutnya, tidak jarang orang salah tindakkan karena salah memungsikan kata-kata, sehingga dapat berakhir dengan percekcokan, dendam dan bahkan membuat luka/ sakit hati orang lain. Oleh sebab itu suku Gayo mengingatkan masyarakatnya dengan ungkapan “ike koro I amat tar tali e, ike jema I amat ari cerak e”.

Makna Kata “Prank”

Hal ini seperti yang dilakukan/ dipraktikkan kata “Prank” (Gurauan/Olok-olokan) yang sering digunakan oleh generasi melenium pada era 4.0 saat ini. Pemeraktikan kata tersebut di dalam berinteraksi tidak jarang dapat menciptakan sebuah percekcokan atau pertengkaran yang serius yang berujung dendam.

Kata “Prank” ini merupakan julukan atau sebutan terhadap suatu perbuatan. Sebutan terhadap perilaku dan tindakkan dalam ngerjain orang lain, bergurau, dan mengolok-olok orang lain.

Dalam kamus lengkap Inggris – Indonesia menerangkan bahwa kata “Prank” adalah perbuatan jahil, ngerjain orang dengan tujuan guyon buat asyik-asyikan. Ngeprank bisa dilakukan dengan text, chat atau video.

Arti kata prank dalam bahasa gaul juga sama, intinya ngerjain orang dengan tujuan hiburan semata (https://kamuslengkap.com › Inggris-Indonesia). Dapat disimpulkan bahwa ngerjain orang, Guyon, leluconan dapat disimpulkan dalam bahasa Indonesia dengan sebutan “Gurauan” yang juga dapat beralih menjadi olok-olokan.

Dalam KBBI (Situs kata-kata terbesar di Indonesia: Jago Kata. com), yakni Nomina (kata benda) yang bermakna kelakar; lelucon: dengan tidak disangka-sangka, gurauan itu berubah menjadi pertengkaran mulut.

Prank dalam Konteks Islam

Dalam konteks ini Imam Al Ghazali berpendapat bahwa “Makna olok-olok adalah merendahkan, menghina, menunjukkan cacat dan kekurangan orang lain dengan cara menertawakannya, lewat perbuatan atau ucapan, dengan isyarat atau menunjuk langsung. Jika dilakukan di hadapan orang yang diejek maka itu tidak disebut ghibah (gosip), akan tetapi mengandung makna ghibah.” Jadi, yang termasuk ke dalam kategori yang mengandung makna Ghibah dalam prank, yakni sebagai berikut;

Ejekan dan Olok-olok

Mencela dan memanggil dengan sebutan yang jelek. Menakut-nakuti dan membuat orang lain terkejut. Berdusta agar orang lain tertawa Gurauan/ Olok-olokan seringkali menyebabkan keras hati, menyakiti orang lain, dengki, tidak disegani dan tidak memiliki wibawa.

Itulah empat macam bentuk gurauan atau candaan yang diharamkan di dalam Islam. Agama kita sangatlah menjaga hubungan yang terbina di dalam masyarakat, Syariat Islam sangat menekankan haramnya kezhaliman, penipuan, gosip, adu domba, mencari-cari kesalahan orang lain, menghina dan merendahkan orang lain, serta semua faktor penyebab fitnah dan perpecahan.

Dalam Norma Adat Gayo

Selanjutnya untuk menghindari dan sebagai tindakkan preventif agar tidak terjadi percekcokan di dalam berinteraksi atau bergaul dengan yang lain dalam konsef adat Gayo menganjurkan, bahwa; (a) Umah Mu-pepir, (b) Cerak Bepikir, (c) Amal Betabir, (d) Lut Mu-Pasir.

Ke-empat norma adat ini bermakna (a) pahami dan lindungi mitra tutur kita, artinya jangan sempat mempermalukan mereka di depan orang banyak dan hal-hal negative lainnya, (b) setiap hendak berbicara pikirkanlah sebelumnya dengan siapa kita berbicara, di mana kita berbicara, di saat apa, di mana dan kapan kita berbicara.

(c) sebelum melangkah ke depan pikirkanlah dan mundurlah dulu selangkah ke belakang, artinya rasakanlah apa kepada diri sendiri tentang kata-kata yang hendak dikatan kepada orang lain, jika kita dikatakan orang dengan “A” merasa sakit hati dan tersinggung, tentu hal tersebut juga sama jika kita katakana “A” terhadap orang lain, mereka pun pasti merasa sakit hati, dan (d) tidak ada laut yang tidak berpasir, sudah pasti setiap laut yang ada di muka bumi ini memiliki pasir, artinya tidak ada manusia yang tidak memiliki kekurangan, dan juga setiap orang memiliki kelebihan masing-masing, oleh karena pahami dan maklumilah.

Simpulan

Setiap menggunakan  ungkapan atau kata dan istilah yang bersumber dari luar atau juga dari kata kita sendiri harus dicari tahu terlebih dahulu tentang sumber dan arti bahkan maksud yang terkandung di dalam ungkapan/ kata yang hendak digunakan tersebut.

Untuk menghindari agar tidak berdosa dan bernilai haram tentang kata-kata yang digunakan dalam berinteraksi maka perlu adanya tindakkan preventif dengan menerapkan norma adat melalui mewujudkan (1) pahami dan lindungi mitra tutur kita, (2) setiap hendak berbicara pikirkanlah sebelumnya dengan siapa kita berbicara, di mana kita berbicara, di saat apa, di mana dan kapan kita berbicara, (3) sebelum melangkah ke depan pikirkanlah dan mundurlah dulu selangkah ke belakang dan (4) tidak ada laut yang tidak berpasir, sudah pasti setiap laut yang ada di muka bumi ini memiliki pasir, maksudnya tidak ada manusia yang tidak memiliki kekurangan, dan juga setiap orang memiliki kelebihan pahami dan maklumilah.

Olok-olokan, gurauan yang berlebihan dapat menyebabkan matinya fungsi hati dan dapat menimbulkan fitnah bahkan perpecahan antar sesama anggota masyarakat, oleh karenanya hal tersebut diharamkan oleh Islam.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.