Mesjid “Nurul Hasanah” di Palu dan Kasih Sayang Aceh

oleh

DUKUNGAN Aceh untuk Palu, dalam wujud pembangunan kembali Masjid Jami’ Nurul Hasanah Kota Palu hanya salah satu bukti dari gelora kasih sayang Aceh kepada negeri-negeri yang dilanda gempa dan tsunami.

Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, melakukan peletakan batu pertama pembangunan kembali Masjid Jami’ Nurul Hasanah Aceh di Kelurahan Pengawu, Kecamatan Tatanga, Provinsi Sulawesi Tengah, Rabu 13 Februari 2019.

Masjid itu dibangun dari dana sumbangan masyarakat Aceh, para SKPA dan donatur lainnya, yang mencapai Rp3,37 miliar lebih setelah seruan penggalangan dana disampaikan oleh Plt Gubernur Aceh sehari pascagempa dan tsunami Palu-Donggala.

“Update donasi Palu pada 11 Februari 2019, dana di bank Rp. 2.876.201.972 dan Disdik Rp. 500.000.000, dan ditrasnfer semuanya Rp. 3.376.201.973 untuk pembangunan masjid di Palu. Ini merupakan sumbangan dari masyarakat Aceh, para SKPA serta elemen masyarakat lainnya,” kata Ahmad Dadek, Selasa (12/2).

Sebelumnya, Aceh juga membangun masjid bercorak Masjid Raya Baiturrahman di Yogyakarta usai gempa Yogya pada 2006. Masjid yang menempati lahan seluas 900 meter persegi tersebut sepenuhnya dibangun menggunakan dana bantuan dari rakyat Aceh dan Pemerintah Aceh. Masjid ini dibangun tahun 2006. Peletakan batu pertama pembangunan masjid dilakukan Wakil Gubernur Aceh saat itu, Muhammad Nazar.

Tiga bukti itu menandakan betapa Aceh tidak lupa akan musibah gempa dahsyat dan tsunami belasan tahun lalu (24 Desember 2004), yang memakan korban lebih dari 160.000 orang. Bencana ini telah menguatkan Aceh dari segi fisik dan sosial.
Pemerintah di segala tingkatan telah mengubah kesedihan rakyat dengan semangat baru membangun Aceh. Semua kemajuan yang ada sekarang ini juga tak lepas dari bantuan dan perhatian tulus masyarakat dunia, mendampingi dan membantu rakyat dan Pemerintah Aceh bangkit dan kembali berdaya.

Memang, menurut catatan Kompas (2011) Indonesia tersusun dari ribuan pulau yang dilingkari jalur gempa paling aktif di dunia, Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire), sekaligus dibelit jalur gempa teraktif nomor dua di dunia, Sabuk Alpide (Alpide Belt). Kondisi ini diperparah dengan tumbukan tiga lempeng benua, Indo-Australia dari sebelah selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur.
Jutaan orang tinggal dalam jangkauan letusan gunung berapi, bahkan sebagian tinggal di dalam kaldera tanpa menyadarinya. Kota-kota tumbuh di jalur patahan, dibangun dari batu bata rapuh dan abai prinsip aman gempa. Tsunami yang mengancam hanya dibentengi tanggul cacat, bukit yang dikeruk, bakau yang menyusut, alat deteksi dini yang dicuri, dan masyarakat yang lupa.

Di atas Bumi yang paling bergolak inilah kita semua, masyarakat di berbagai daerah tumbuh dan berkembang selama ribuan tahun. Indonesia menjadi negara berpenduduk terbanyak tinggal dalam jangkauan gunung berapi, yang siap mengejutkan dan bahkan mematikan.

Maka, dalam gelora gunung berapi itulah gelora cinta Aceh menemukan sisi spiritualitasnya, yang mampu membasuh luka hati, usai dicabik-cabik bencana. Sungguh tiada daya upaya kecuali dengan izin Allah. Suara kumandang azan dari masjid yang didirikan dari donasi rakyat dan pemerintah Aceh inilah, siapa tahu kelak, menjadi alasan mengecilkan amarah bumi.

Aceh paham betul makna dukungan kasih sayang dikala terjebak dalam kebencanaan yang mematikan. Aceh, menemukan titik bangkitnya paska gempa dan tsunami, salah satunya berkat dukungan nyata dari berbagai saudaranya di berbagai daerah di Indonesia, dan juga dunia. Maka, wajar jika Pemerintah dan rakyat Aceh senantiasa tergerak untuk membantu memulihkan dampak bencana yang dialami saudara-saudara mereka di daerah lain.

Dukungan secara finansial, tenaga dan juga doa selalu dikirimkan warga dan Pemerintah Aceh. Aceh ingin senantiasa mampu bersyukur, karena perhatian dan bantuan banyak orang dari berbagai bangsa, Aceh kini dapat bangkit dan membangun lagi.

Jika di Aceh ada prasasti Thanks to The World sebagai tanda kehadiran masyarakat dunia di Aceh, maka Aceh memilih jalan, salah satunya dengan membangun kembali masjid yang hancur di daerah yang dilanda gempa atau tsunami.

Dengan begitu, masjid tidak hanya menjadi pesan spesial Aceh bagi warga dilanda bencana bahwa apapun bencana yang terjadi, jangan pernah putus dengan tali ilahi rabbi. Melalui masjid, Aceh ingin mewujudkan kembali diplomasi persahabatan dengan negeri-negeri yang berada di lingkar cincin api.

Kehadiran dan perhatian masyarakat dan Pemerintah Aceh, setidaknya tercatat sejak peristiwa gempa di Yogyakarta, dua tahun setelah tsunami Aceh (2006), NTB (2017), dan gempa serta tsunami Sulteng (2018). Untuk Yogya, Pemda NAD mengirimkan 20 orang dokter dan tim medis, obat-obatan, pakaian, makanan cepat saji dan membangun dua masjid.

Jejak Aceh juga ada dalam Masjid An-Nur yang dibangun di Lombok Utara. Ketika itu, selain mengirimkan bantuan bernilai sekitar 400 jutaan rupiah, para relawan Aceh juga diterjunkan ke lokasi bencana di Nusa Tenggara Barat.

Pemerintah Aceh juga mengirimkan relawan dan membangun kembali Masjid Jamik Nurul Hasanah di Palu yang peletakan batu pertama dilaksanakan Rabu(13/02). []

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.