Menembus Batas Cinta Sang Hamba di Padang Arafah

oleh

Catatan: dr. Marlia Adelina*

Padang Arafah adalah gurun pasir yang menyimpan banyak sejarah, mulai dari pertemuan Nabi Adam dengan Siti Hawa, tempat Nabi Ibrahim mengharapkan kelahiran anak dan juga tempat khutbah wada’ Rasulullah Saw. Hari ini Arafah telah menjadi tempat  umat Islam berdiam diri atau berwukuf, sebagai rukun dan puncak ibadah haji.

9 Zhulhijjah 1439 H atau bertepatan pada 20 Agustus 2018 jutaan jemaah dari seluruh dunia termasuk Indonesia melakukan wukuf di Arafah, sebagai puncak ibadah haji.

Pemerintah melalui Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) menetapkan bahwa seluruh jemaah haji Indonesia berangkat dari Mekkah ke Arafah dalam tiga tahap. Gelombang pertama diberangkatkan Minggu setelah subuh hingga dzuhur. Gelombang kedua dimulai dzuhur hingga sekitar pukul 16.00 waktu Arab Saudi dan terakhir pukul 16.00-18.00.

Berada di padang Arafah bersama jutaan ummat lainnya tentu sesuatu yang sangat istimewa bagi saya, kali ini adalah kesempatan kedua yang diberikan Allah SWT untuk bisa melaksanakan wukuf dan menyaksikan langsung kekhusuyukan jemaah haji Indonesia dalam beribadah di sana, tahun sebelumnya saya diberikan kesempatan bertugas mendampingi jemaah haji Aceh dari Kloter 2 tahun 2017.

Bagi saya, tahun ini terasa sangat berbeda dari tahun sebelumnya, karena tahun ini saya mendapat amanah untuk bertugas sebagai salah seorang PPIH Arab Saudi bidang kesehatan yang tidak mendampingi jemaah. Sehingga saat wukuf saya menyaksikan para panitia melayani para dhuyufurrahman memberikan pelayanan terbaik kepada jemaah.

Betapa hati ini seakan tak ingin bergerak dari tempat itu, ingin menetap lebih lama, tak terasa tiba-tiba airmata mengalir dengan sendirinya. Sungguh Allah Maha Baik, begitu banyak nikmat yang Allah berikan untuk saya.

Sore  itu, menjelang magrib, 8 DzulHijjah saya bersama rombongan menuju ke Arafah, sudah tersebar kabar tentang angin kencang melanda padang Arafah. Namun perjalanan ibadah harus tetap dijalankan, hingga kami tiba di sana, angin kecang yang menerbangkan sampah dan debu masih terjadi, meski tak lama kemudian hujan deras membasahi bumi Arafah. Tentu fenomena itu bukanlah hal biasa, karena hujan sangat jarang terjadi di kota suci itu, apalagi jelang wukuf.

Meski angin kencang yang sempat menyebabkan padamnya listrik, juga tenda-tenda bergoyang, namun kejadian ini menjadi kesyukuran bagi jemaah karena suhu kota Mekkah akan berkurang dengan turunnya hujan.

Dari luar tenda terdengar PPIH melalui pengeras suara meminta kepada jamaah Indonesia agar tidak berkeliaran di luar tenda mengingat cuaca buruk.

“Mengingat cuaca kurang baik, angin kencang dan berdebu, dimohon kepada jemaah untuk masuk ke dalam tenda demi menjaga keselamatan dan menjaga fisik,” ujar petugas melalui pengeras suara.

Kekhusyukan ibadah para jamaah menunaikan ibadah membuat mereka larut dan mengurangi kekhawatiran akan angin kencang.

Memasuki waktu zuhur, panitia mulai mengumandangkan talbiyah dan shalawat untuk baginda Rasulullah SAW, diikuti dengan lantunan ayat-ayat suci Al Qur’an, lantunan yang sangat merdu yang dibacakan salah seorang petugas membuat semua orang mulai terisak.

Setelah itu, Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin yang aktif mengecek langsung kondisi jemaah sejak di Mekkah hingga di Arafah, memberikan sambutan yang sangat menyentuh tentang Allah mengampuni dosa orang-orang yang berhaji lengkap dengan dalilnya.

Masyaallah, suasana wukuf kian syahdu, semua jemaah tertunduk, sesenggukan. Tidak ingin beranjak dari bumi Arafah ini, sebelum diampuni segala dosa-dosa.

Tak kalah menggetarkan, khutbah wukuf yang disampaikan oleh Prof. Yahya Kholil Staquf, yang menyampaikan bahwa melaksanakan wukuf di Arafah merupakan rahmat yang tidak semua orang rasakan.

Sehingga, saya semakin bersyukur menjadi salah seorang yang mendapatkan rahmat itu.Bukan karena saya yang baik, tapi karena Allah yang menutupi aib-aib saya, sehingga saya kian termotivasi untuk bisa memberikan yang terbaik untuk jemaah, karena tugasku adalah ibadahku.

Seperti yang telah kita ketahui sesuai dengan sabda Baginda Rasulullah SAW, Al-hajju Arafah, maksudnya adalah inti dan puncak haji adalah melaksanakan wukuf di Arafah, kita dituntut untuk berdiam diri untuk meditasi dan menengadah guna merenungkan eksistensi diri dihadapan Allah SWT dan dihadapan makhluk alam semesta kemudian melakukan transformasi ruhaniah secara besar-besaran.

Allah memerintahkan kita untuk berhenti sejenak dari pengaruh dunia yang sudah menjalar hingga ke pori dan tulang sum-sum.

Di padang Arafah ini kita dituntut untuk menyadari tujuan hidup yang sebenarnya, karena kita pasti akan mati dan menghadap Allah.  Kita bermuhasabah apakah harta, keluarga dan kehidupan dunia lainnya lebih kita cintai dibandingan cinta kepada Allah? Di sanalah tempat bermunajat dan bertaubat memohon ampun kepada Allah SWT, serta berjanji untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Sehingga, dengan menggunakan Ihram dan dalam keadaan berihram, kita fokus dan khusyuk bermunajat kepada tuhan untuk menembus batas cinta-Nya, menghancurkan ego dan menyadari Allahlah tempat menggantungkan harapan satu-satunya. Ia menjadi miniatur hari esok di  Padang Mahsyar, di mana seluruh umat manusia akan dibangkitkan dan mempertanggungjawabkan semua amal perbuatan semasa hidup di dunia.

Di sela-sela wukuf, tak lupa kuselipkan doa untuk para dhuyufurrahman dari seluruh dunia terutama Indonesia agar tetap sehat dan bisa menjalani wukuf dengan sempurna. Semoga suatu hari, kita semua bisa menjadi dhuyufurrahman, kembali ke tempat ini, tempat menembus batas cinta seorang hamba kepada Tuhannya.

* Penulis merupakan dokter  RSUD Teuku Umar Aceh Jaya, petugas Haji TKHI 2017 dan petugas PPIH 2018.

 

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.