The Legend of Bujang Pane (Part VI)

oleh
Djali Yusuf dan Fauzan Azima.S. (Ist)

Oleh : Fauzan Azima

“Selamat datang di dunia pencuri,” Bujang Pane menyambut dirinya ketika masuk pada dunia kreatifitas seni mengambil milik orang tanpa izin pemiliknya. Sorban ajaib; anti radar, anti sadap, anti CCTV dan anti spy cam telah dalam penguasaannya.

Kini bagi Bujang Pane, sebelum bermain di panggung mencuri yang sebenarnya merasa perlu menyusun semacam dokumen suci, protokol, manifesto atau apalah namanya untuk mewujudkan cita-cita sucinya sebagai pencuri yang bermartabat, terhormat, disegani kawan atau lawan.

Pertama, berdo’a memohon kepada Tuhan Semesta Alam, agar dirinya tidak jatuh cemar karena perempuan. Banyak pemimpin-pemimpin dunia jatuh karena perempuan; begitu juga pengusaha-pengusaha banyak yang jatuh bangkrut juga karena perempuan. Karenanya gerakan kiri sukses pada masanya yang selalu menjauhkan diri dari kasih sayang terhadap perempuan yang mereka anggap racun dunia.

Kedua, setiap barang berharga, terutama uang dan emas ada khodamnya. Khodam adalah makhluk ghaib. Uang di Bank dan ATM aman dari tuyul dan dukun ahli penarikan karena kekuatan khodamnya lebih besar dari tuyul dan dan dukun itu. Setiap kantor Bank dan ATM telah dicap dengan stempel Nyi Roro Kidul.

Begitu banyak perampokan dan korupsi hampir semuanya tertangkap karena khodam itu yang menunjukkan dan berbisik kepada aparat berwajib kemanapun si pelaku pergi.

Khodam juga melemahkan mental koruptor dan perampok. Ketika koruptor ditangkap mereka pasrah, tidak berkutik.Khodamlah yang melemahkan mereka, yang pandai bicara menjadi gagu, yang pinter menjadi bodoh dan merasa mulia menjadi hina.

Khodam akan membiarkan jika melihat pencuri tidak bernafsu dengan harta curiannya dan membagi-bagikan kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Seperti Ribinhood dan Sunan Kalijaga sebelum bertemu Sunan Bonang.

Ketiga, dari seluruh hasil curian, pencuri hanya boleh mengambil 8 prosen, sedang 92 prosen dibagiakan kepada Pakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan; seperti orang yang berhutang kepada rentenir atau orang-orang yang rumah atau kebunnya sebagai sumber penghidupan satu-satunya akan disita oleh Bank.

Dari 8 prosen, Bujang Pane hanya mengambil 2,5 prosen. 5,5 prosen disumbangkan kepada aktivis anti korupsi dan lingkungan. Dengan 2,5 persen dia berprinsip asal ada ongkos dan fulsa. Apalagi perempuan sekarang sudah punya standar tentang laki-laki, “semiskin-miskin cowok janganlah sampai gak ada fulsa.”

Keempat, sasarannya pencurian harus benar-benar orang zalim; dalam pengertian punya rumah dua, sedang tetangganya masih ngontrak dan membiarkannya hidup susah, kemudian orang pelit kedekut, orang yang memperkaya diri dengan uang negara. Apalagi memperkaya diri dengan dana Otsus yang didapat dengan darah, air mata dan nyawa rakyat.

Bujang pane menarik nafasnya dalam-dalam mencoba membayangkan siapakah sasarannya pertamanya. Ilmu pengetahuan, protokol akan menjadi cerita dalam dongeng kalau tidak dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. (Bersambung)

(RS Muyang Kute, 18 Juli 2018)

Baca Juga : The Legend of Bujang Pane (Part I-IV)

The Legend of Bujang Pane (Part V)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.