Oleh : Aryanto*
Gadai merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang dilandasi oleh beberapa faktor terutama kebutuhan manusia akan kehadiran uang dan lainnya.
Masyarakat Gayo juga telah mengenal kata gadai dengan sebutan “Garal” atau dalam bahasa ekonomi Islamnya disebut dengan Rahn. Masyarakat umum mendefinisikan garal merupakan salah satu bentuk pinjaman dengan memberikan jaminan kepada pemilik atau pemberi pinjaman sesuai dengan kesepakatan.
Dalam pemenuhan kebutuhan hidup tentu Gadai atau garal juga dapat menjadi solusi untuk pemenuhan kebutuhan tersebut, akan tetapi banyak masyarakat yang tidak paham dengan sistem gadai yang diatur oleh Islam sehingga gadai tersebut jatuh kedalam Riba.
Islam telah mengatur sistem gadai dalam Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 283,yang artinya ” Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang” .Ayat tersebutlah yang menjadi acuan dasar bahwa pentingnya jaminan dalam peminjaman sesuatu.
Mayoritas masyarakat Gayo pernah melakukan transaksi garal tersebut dengan cara memberikan lahan pertanian, baik itu kebun maupun sawah sebagai jaminan.
Sebagai contoh, ada seorang petani atau orang yang memiliki lahan atau sawah membutuhkan pinjaman uang. Kemudian dia meminjam kepada orang lain hutang berupa uang dengan akad gadai. Adapun sebagai barang jaminan adalah lahan atau sawah yang dia punyai. Kemudian tanah atau sawah tersebut berpindah tangan dengan diserahkan kepada pemberi hutang.
Sawah yang menjadi jaminan tersebut berada dalam penguasaan pemberi hutang sampai dengan pelunasan hutang tersebut. Selama berada di tangan pemberi hutang, hak penggarapan dan penanaman sawah berada ditangan pemberi hutang. Hasil panen yang melimpah dari sawah pun menjadi hak pemberi hutang. Terkadang apabila hutang belum terlunasi mencapai waktu bertahun-tahun sehingga hasil keuntungan menggarap sawah itu sudah lebih besar dari nilai hutang yang dipinjamkan.
Dari gambaran gadai sawah di atas diketahui kebatilan dari praktek gadai sawah di mana terdapat unsur keuntungan dari peminjaman hutang. Padahal setiap pinjaman yang menghasilkan keuntungan maka itu adalah riba.
Al Harits bin Abi Usamah mengatakan bahwa setiap utang piutang yang ditarik manfaat di dalamnya, maka itu adalah riba.
*Aryanto merupakan mahasiswa STAIN Gajah Putih Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Islam Semester 8 juga wartawan LintasGayo.co.