Arung Jeram dalam Catatan Hafni Syafira

oleh
Penulis mengarung jeram bersama FAJI Aceh Tengah (Doc Pri)

Catatan : Hafni Syafira*

Pada 11 November 2017, Ama (Ayah, Gayo-Red), Khalisuddin bersama Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Aceh Tengah membuka operator wisata Arung Jeram di Lukup Badak Kecamatan Pegasing yang letaknya tidak jauh dari rumahku, Simpang Kelaping.

Disebut Lukup Badak karena dahulu, di sana ada batang kayu yang namanya Lukup sejenis pohon beringin. Juga kabar dari mulut ke mulut, kampung ini juga terdapat banyak Badak. Ditambah lagi di sana ada tugu dan sebuah gazebo yang dibuat Alm Syamsuddin, pendiri CV Sarana yang melegenda di Aceh Tengah.

Gazebo adalah salah satu fasilitas dengan ruang-ruang terbuka alternatif, tempat berkumpul dan melakukan kegiatan santai bersama anggota keluarga lainnya. Khususnya dalam suasana alami, keakraban, kenyamanan dan keindahan.

Hafni Syafira di tugu badak (doc : Pri)

Di tugu itu ada ukiran batu bergambarkan badak dan tulisan Lukup Badak yang ukurannya lumayan besar. Tidak jauh dari tempat itu, mengalir sungai yang sangat panjang yang merupakan terusan dari Danau Lut Tawar hingga ke Bireuen. Nah dipinggir sungai inilah Ama membuka wisata Arung Jeram.

Berdasarkan hasil wawancara Ama bersama Pak Gurdi di Radio Republik Indonesia (RRI) beberapa waktu lalu tentang pelestarian Danau Lut Tawar. Ama mengatakan Arung Jeram saat ini merupakan satu-satunya wisata di Aceh Tengah yang memiliki izin resmi.

Sejak adanya arung jeram, secara otomatis air sungai Weh Peusangan yang selama ini hanya digunakan untuk menyuci pakaian, tikar, motor, mobil, dan mengairi persawahan, kini dimanfaatkan dengan lebih baik.

Awal promosi arung jeram, akulah yang pertama mencoba wahana ini dibandingkan saudara dan saudariku yang lain. Hal ini wajar karena aku sangat hobi dengan hal-hal yang ekstrem. Aku sangat bersemangat ketika Ama memberitahuku tentang dibukanya wahana yang wajib dicoba ini. Begitu semangatnya, aku sampai tidak makan siang setelah pulang sekolah.

Ine sempat melarangku melakukan kegiatan ini, karena khawatir. Untungnya Ama mengerti dengan keinginanku dan meyakinkan Ine (IBu, Gayo-Red) kalau aku Insya Allah akan baik-baik saja. Akhirnya Ine memberiku izin untuk mencoba wahana ini. Aku lansung naik mobil yang dikendarai Ama, dan menuju Lukup Badak. Tidak sampai 10 menit, kami telah tiba di Lukup Badak.

Awal kami ke Lukup Badak tepatnya di bawah jempatan yang menjadi start point arung jeram, lokasinya belum seperti sekarang. Halaman dipenuhi rumput hingga menutup tangga. Jaring laba-laba juga debu melekat pada setiap sudut di sebuah mushalla di sana. Sampah di pinggir sungai, terlihat jelas ketika aku dan Ama turun dari mobil. Sekarang, rumput panjang pun jarang terlihat. Jaring laba-laba juga debu telah dibersihkan agar pengunjung nyaman.

Pertama kali merasakan arung jeram, aku sangat takut ketika melihat air riak. Tidak seorangpun mengetahui ketika itu aku takut termasuk Ama, karena aku mencoba menutupinya dengan memasang wajah datar.  Ketika itu aku menaiki perahu bersama Ama, Cik Juna, Cik Mamad, Cik Yusradi yang seorang wartawan Inews TV.

Seperempat perjalan, kami mulai menghapi arus dan rasa takutku mulai hilang begitu saja. Hingga finish point. Menurut Ama, akulahlah pengarung termuda pertama, hal ini disampaikan Ama yang dikirim di grup grup media sosial keluargaku.

Tidak hanya itu, aku juga pernah mendampingi Ibu Gubernur Aceh, Darwati ketika arung jeram. Selesai lebaran tahun 2018, Ibu Darwati berencana akan arung jeram lagi. Hal ini disampaikan Ibu Darwati di postingan Instagramnya (@darwati_agani) dengan memakai Kerawang Gayo. Di sana tertulis caption “Apa kabar beberu Gayo? Tiba2 kangen kalian, insyaallah ibu ke sana saat lebaran ya… uda pengen maen arung jeram,” kata Ibu Darwati dan menambahkan beberapa emoji tanda senang, ceria, dan rindu. Tapi ketika ditunggu, tiba-tiba saja Ibu Darwati tidak bisa hadir karena ada acara bersama masyarakat kota Bireun.

Anan Hafni berusia sekitar 60 tahun juga ikut mengarung jeram (Dok Pri)

Terakhir kali, aku naik arung jeram bersama Anan (Nenek, Gayo-Red). Wah, aku sangat tidak menyangka Ananku yang sudah berusia sekitar 60 tahun, masih mampu menantang arus. Anan Zaman Now.

Dari perjuangan Ama dan kawan-kawannya aku belajar untuk mengadakan dan membangun sesuatu tidak semudah yang dibayangkan, begitupun dengan arung jeram ini.  Tidak hanya membeli perahu, helm, paddle, tapi juga harus mendapatkan izin, harus memikirkan keamanan, kenyamanan penumpang, menjaga penumpang, memastikan penumpang puas dengan pelayanan yang diberikan.

Kini arung jeram terus berkembang dengan menghadirkan grade 1 dan 3 dengan rute Paya Nahu-Lukup Badak yang telah pernah dicoba oleh wisatawan asal Korea, Taiwan, Jakarta.

Semoga arung jeram terus maju, terus berkembang, hingga negara lainpun tahu, bahwa tidak hanya mereka yang bisa membuka wisata arung jeram, tapi kita rakyat Aceh juga bisa. [ZR]

*Hafni merupakan alumni MIN 1 Aceh Tengah (MIN Boom) yang akan melanjutkan pendidikan ke Insan Qur’ani Aceh Besar.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.