Tingkis Gerene Mu Bide Sesat Gerene Mu Dene

oleh
Drs Jamhuri, M.Ag, Ketua KNA Banda Aceh (foto:tarina)

Oleh : Drs. Jamhuri Ungel, MA*

Palsafah hidup masyarakat Gayo Tingkis Ulak Ku Bide Sesat Ulak Ku Dene mempunyai makna yang sangat dalam. Kendati kata ini merupakan kata yang selalu digunakan dalam permainan tetapi mempunyai maknanya sangat dalam kehidupan nyata, bila terjadi kesalahan atau pelanggaran walaupun itu tidak disengaja maka haruslah kembali kepada asal dengan meninggalkan perbuatan yang salah dengan palsafah tidak lagi mengulangi kesalahan dan ketika melanjutkan pekerjaan kepada pekerjaan yang baik maka haruslah menjadi orang terdepan dalam melakukannya.

Sesat ulak ku dene mempunyai makna langkah yang salah tidak mengikuti atau tidak mematuhi rambu-rambu yang ada, isyarat kembali kejalan yang benar merupakan anjuran yang harus dipatuhi untuk sampai ke tujuan sesuai harapan syariat dan adat, karena agama dan adat dalam tradisi masyarakat Gayo tidak bisa dipisahkan “Agama lagu senuen edet kin peger e” (agama ibarat tanaman adat sebagai pagarnya”.

Bide dan dene merupakan tempat awal untuk melangkahkan kaki guna menapaki kehidupan yang benar, sebagai masyarakat yang mempunyai kehidupan bersyariat dan beradat maka bide dan dene dapat diterjemahkan dengan al-Qur’an dan hadits ditambah dengan adat sebagai norma sebagai pedoman dalam mengatur langkah kehidupan.

Ketika pengetahuan tentang apa yang menjadi bide dan dene sudah mulai luntur dari kehidupan masyarakat Gayo maka kaburlah apa yang menjadi pegangan sehingga tidak jelas apa yang menjadi tujuan hidup. Inilah realita zaman yang tidak lagi memiliki pegangan sebagai pemandu dalam menjalani hidup, sampai kepada satu saat ketika ada pertanyaan apa sebenarnya yang menjadi tujuan hidup, mereka hanya bisa menjawab, hidup untuk menjalani dan memenuhi kebutuhan hidup. Mereka sebenarnya tidak menyadari jika kehidupan mereka sedang berpegang kepada tongkat yang rapuh dan obor yang redup.

Banyak alasan atau penyebab hal ini terjadi, diantaranya karena peran lembaga keagamaan sudah mulai menurun dalam pembinaan ummat, yang selama ini sering mengadakan pengajian dan diskusi guna menjawab permasalah yang muncul tapi kini diskusi dan kajian lebih banyak berbicara pada kepentingan dan pengembangan organisasi, mereka luput kalau sebenarnya generasi sekarang banyak yang kehilangan tongkat dalam menjalani kehidupan.

Lembaga pendidikan yang menjadi harapan tidak lagi banyak berbuat pada tahapan proses tetapi lebih banyak berbicara pada tujuan sehingga banyak orang yang dalam mengerjakan kewajiban hanya sekedar lepasnya tanggung jawab.

Demikian juga dengan orang tua yang seharusnya mempersiapkan anak-anak mereka untuk menjalani masa depan dengan mudah, tetapi mereka lalai. Bahkan ada sebagian dari orang tua yang seolah-olah menunggu kapan selesainya tanggung jawab, sebagai bukti dapat dilihat fenomena yang terjadi saat ini, banyak anak-anak yang sebenarnya belum dewasa sudah harus menikah, usia wajib belajar hanya dipandang sebagai sebuah rambu-rambu atau simbul yang tidak memberi makna.

Kita tidak mau kata tingkis ulak ku bide sesat ulak ku dene menjadi Tingkis gerene mu bide den sesat gere ne mudene. Artinya yang selama ini ketika ada orang yang melakukan kesalahan mereka tahu harus kembali kemana, kalau yang dilanggar adat maka mereka tau adat yang baik dan harus dipedomani, juga bila agama yang dianggar maka mereka juga memahami kalau tempat kembali adalah al-Qur’an dan hadis Nabi. Tetapi fenomena itu kini mulai bergeser kehidupan orang-orang seperti orang yang kehilangan arah dan tidak mempunyai masa depan, masa depan yang akan mereka raih seakan tidak pasti. Padahal kalau kita tahu masa depan itu sangat indah, betapa tidak Allah sendiri yang menggambarkan bahwa kalau keindahan surga itu tidak sanggup akal manusia menggapainya.

Kalau begitu halnya ada dua cara untuk mengetahui keindahan masa depan itu, pertama tetap meyakini dengan keimanan bahwa al-Qur’an dan hadits itu sebagai pedoman untuk menggapai keindahan yang dinyatakan Allah tidak sanggup digapai dengan akal. Kemudian keindahan masa depan dari kehidpan dunia, di mana keindahan itu bisa jadi dibuat dari hasil rekayasa kemampuan akal manusia, yang jelas kemampuan akan yang ciptakan Allah mampu membuat masa depan itu lebih indah dari hari ini.

Upaya yang mendasar bisa dilakukan dalam rangkan untuk tetap berpegang kepada nilai-nilai yang ada di dalam palsafah tingkis ulak ku bide sesat ulek ku dene adalah dengan cara menghidupkan kembali lembaga-lembaga keagamaan mulai dari lembaga tempat beribadah dan pengajian di tingkat kampung sampai kepada lembaga pemerintahan dalam jenjang yang pali ng tinggi, dan tidak lupa juga berupaya menghidupkan kembali lembaga adat yang ada dalam masyarakat, dengan harapan terjadinya perpaduan dua panduan dalam kehidupan ini.

*Penulis adalah dosen Fakultas Syari’ah di UIN Ar Ranity Banda Aceh

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.