Bahayanya Perilaku Orang Tua Dalam Melakukan Kekerasan Verbal Terhadap Anak

oleh

Oleh : Fifyn Srimulya Ningrum*

Anak merupakan aset bangsa dan negara sebagai generasi penerus, cita-cita bangsa sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi dan berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan mendapatkan kebebasan.

Setiap anak juga berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan, kebanyakan dari orang tua tidak mengetahui bahwa anak juga mempunyai hak dan kewajiban sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 13 dan 69 mengatakan bahwa ada perlindungan hukum bagi anak terhadap kekerasan. Pasal 78 dan 80 juga mengatakan bahwa ada sanksi hukum bagi para pelaku tindak kekerasan pada anak, termasuk didalamnya kekerasan verbal.

Rumah yang seharusnya tempat teraman dan tempat berlindung bagi anak tidak lagi menjadi nyaman. Kenapa? Tanpa disadari, setiap harinya banyak orang tua pernah melakukan kekerasan terhadap anak. Salah satu bentuk kekerasan tersebut adalah kekerasan verbal atau kekerasan yang dilakukan lewat kata-kata yang menyakitkan (Verbal abuse) atau biasa disebut emotional child abuse, ini merupakan tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang merugikan (Sutanto, 2015).

Memang tidak selamanya perilaku anak menyenangkan orang tua, ada saja diantaranya yang menjengkelkan orang tua. Keadaannya bisa saja semakin runyam manakala orang tua mudah terpancing situasi atau dalam keadaan psikis tertekan (stress), lelah, penat dan tengah banyak menghadapi masalah. Bisa saja dalam kondisi semacam ini tingkat pengendalian orang tua semakin melemah sehingga mudah marah, mengeluarkan kata-kata tidak baik dan anak pun menjadi sasaran pelampiasan orang tua.

Bentuk Verbal abuse seperti tindakan intimidasi bisa berupa berteriak, menjerit, mengancam anak, dan mengertak anak seperti ketika orang tua menyuruh anak untuk diam atau jangan menangis (“bodoh kali ini, jangan nangis lagi” atau “kamu anak kurang ajar”). Kemudian tindakan mengecilkan atau mempermalukan anak, hal ini seperti Kata-kata yang menyakitkan tersebut biasanya bermakna melecehkan kemampuan anak atau merendahkan anak (orang tua bilang anak bodoh atau jelek), mencela nama, membuat perbedaan negatif antar anak (misalnya antara kakak dan adik, anak dan anak tetangga), menyatakan bahwa anak tidak baik, anak nakal, tidak berharga dan memberikan kesan bahwa anak tidak diharapkan atau sesuatu yang didapat dari kesalahan si anak.

Tindakan mencela anak bisa dicontohkan seperti, mengatakan bahwa semua yang terjadi adalah kesalahan anak. Selanjutnya ada tindakan hukuman ekstrim bisa berupa, mengurung anak dalam kamar mandi, mengurung dalam kamar yang gelap. Mengikat anak di kursi untuk waktu lama dan meneror anak.

Verbal abuse dianggap sebagai sesuatu yang lazim dimasyarakat, namun dibalik itu semua sebenarnya verbal abuse memiliki dampak yang sangat negatif bagi anak. Kekerasan verbal terhadap anak akan menumbuhkan rasa sakit hati hingga membuat mereka berpikir seperti yang kerap diucapkan oleh orangtuanya. Jika orangtua bilang anak bodoh ataupun anak nakal, maka dia akan menganggap dirinya demikian. Ucapan-ucapan bernada menghina dan merendahkan itu akan direkam dalam pita memori anak. Meski dampaknya tidak terjadi secara langsung, namun melalui proses. Semakin lama, maka akan bertambah berat dan membuat anak memiliki citra negatif.

Kekerasan yang dialami oleh anak dapat berdampak pada fisik maupun psikologis. Verbal abuse biasanya tidak berdampak secara fisik kepada anak, tetapi dapat merusak anak beberapa tahun kedepan. Anak yang sering mengalami kekerasan verbal di kemudian hari akan hilang rasa percaya dirinya. Bahkan hingga memicu kemarahannya, merencanakan untuk melakukan aksi balas dendam dan berpengaruh terhadap caranya bergaul (Irwanto, 2000). Selain itu dampak-dampak psikologis akibat kekerasan verbal pada anak adalah anak menjadi tidak peka dengan perasaan orang lain, menganggu perkembangan, anak menjadi agresif, gangguan emosi, hubungan sosial terganggu, kepercayaan diri akan turun, kepribadian sociopath atau antisocial personality disosder, menciptakan lingkaran setan dalam keluarga, bahkan bunuh diri (Ria, 2008; Widyastuti, 2006).

Nabi SAW bersabda “Ada tiga jenis do’a yang mustajab (terkabul) tidak diragukan lagi, yaitu do’a orang yang dizalimi, do’a orang yang bepergian dan do’a kedua orang tua kepada anaknya”. Maka dari itu, ini merupakan salah satu pelajaran yang mesti diketahui oleh setiap orang tua. Doa orang tua sungguh ajaib jika itu ditujukan untuk anak-anaknya. Ingin memiliki anak yang soleh dan solehah, anak yang pintar, anak yang tidak nakal, maka hindari Verbal abuse terhadap anak.

Semoga bermanfaat.

*Mahasiswi Unsyiah, Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran, asal Bener Meriah.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.