Nabi Muhammad dalam Kaca Mata Orientalis

oleh
Husaini Muzakir Algayoni

Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*

Husaini Muzakir Algayoni

“Saya harap mudah-mudahan ia menjadi orang terpuji dilangit pada sisi Allah dan terpuji dibumi pada sisi makhluk,” sebab kata-kata Muhammad menurut arti bahasanya ialah yang terpuji. Inilah jawaban Abdulmuttahalib ketika orang Mekkah mempertanyakan kenapa ia memberi nama cucunya dengan nama Muhammad dan meninggalkan nama keturunannya serta memilih nama baru yang tak lazim digunakan oleh orang Arab ketika itu. Ucapan sang kakek menjadi kenyataan, Nabi Muhammad saw menjadi orang terpuji dan menjadi tauladan semua umat manusia.

Menurut riwayat yang masyhur Nabi Muhammad dilahirkan pada Malam Senin 12 Rabi’ul Awal tahun Fiel bertepatan dengan 20 Agustus tahun 570 M, (buku Lintasan Sejarah Islam: Di Zaman Rasulullah saw oleh H. Rus’an). Ayahnya bernama Abdullah bin Abdulmuttalib bin Hasyim satu keluarga bangsawan yang besar dan berpengaruh diseluruh Jazirah Arab, begitu juga dengan Ibunya Aminah binti Wahab bin Abdulmanaf bin Zuhrah; juga satu keluarga yang sangat terhormat dalam kalangan kabilah-kabilah Arab Umumnya. Nabi Muhammad lahir dari pasangan keluarga yang terpandang dan dari dua insan yang bersih hatinya yaitu Abdullah dan Aminah.

Sebelum Nabi Muhammad menerima wahyu kehidupan kota Mekkah disebut dengan zaman Jahiliah karena manusia mengalami dua jenis kekurangan kata Ali bin Abi Thalib yaitu kekurangan material dan spiritual. Pada jenis kekurangan material, taraf kesejahteraan dan keamanan sosial sangat rendah dan kekurangan spiritual yaitu masyarakat kosong dari jalan hidup yang bersih dan cita-cita hidup yang bening. Sesungguhnya ini merupakan kekosongan dan penderitaan terbesar bagi manusia dan masyarakat secara umum karena mereka tidak berusaha mencari tujuan mulia dalam hidup.

Melihat kondisi zaman Jahiliah ketika itu maka tujuan Nabi Muhammad di utus adalah untuk menumpas penyimpangan, alienasi* dan kebingungan manusia serta membangkitkan semangat spiritual mereka. *Penyebab alienasi adalah kurangnya penggunaan kekuatan berpikir, karena daya berpikir ini bisa efektif hanya jika ditempa, dididik dan digunakan secara tepat. Mengurangi kebodohan serta mengajarkan membaca dan menulis. (Baca: Untuk Apa Nabi di Utus ?).

Dalam keyakinan umat Islam, Nabi Muhammad saw merupakan nabi terakhir dan tidak ada nabi setelahnya “Khatamun Nabiyyun” (Q.S 33: 40). Walaupun ada nabi setelahnya, itu adalah nabi palsu yang mengaku nabi. Dalam catatan penulis ada beberapa yang mengaku sebagai nabi yaitu: Musailamah al-Kadzab, al-Aswad al-Unsi, Thulaihah bin Khuwailid, Sajjah at-Taimiyah, Mukhtar bin Abu Ubaid ats-Tsaqafi, al-Harits al-Kadzab, Mirza Ghulam Ahmad, Baha’ullah, Lia Aminuddin dan Ahmad Musaddiq.

Semenjak Nabi menerima wahyu, para pembesar-pembesar penyembah berhala sangat membenci nabi Muhammad saw bahkan sampai sekarang orang yang anti terhadap Islam pasti membenci nabi Muhammad saw. Para pembaca budiman masih ingatkah dengan majalah satire Charlie Hebdo menjadi top news Internasional karena menerbitkan kartun yang menghina nabi Muhammad, Majalah Charlie Hebdo tersebut salah satu kenyataan bahwa orang-orang kafir masih bergentayangan dimuka bumi ini untuk menghancurkan agama Islam dan membenci nabi Muhammad saw. (Baca: Free Will and Act Charlie Hebdo).

Begitu juga dengan Orientalis, mereka berusaha mengaburkan sejarah Islam dengan mempelajari dan mengkaji khazanah intelektual Islam untuk menaklukkan dunia Islam. Nah, bagaimana dengan kita wahai umat Islam, masihkah kita saling bermusuhan antar umat Islam sendiri lantaran perbedaan mazhab/aliran atau tidak peduli sama sekali apa yang dilakukan oleh Orientalis untuk menghancurkan Islam. Perlu diketahui bahwa Orientalis berusaha sekuat tenaga, siang malam mereka bekerja serta dilengkapi dengan metode penelitian yang lengkap untuk menaklukkan ajaran Islam dan menghancurkannya.

Mayoritas kaum Orientalis, sejak abad pertengahan dan era kebangkitan telah sepakat memberikan sifat kepada Rasulullah saw dengan tuduhan dusta. Tuduhan itu berkisar bahwa Rasulullah saw adalah pendusta, mengada-ada wahyu, pendiri Islam, pengarang al-Qur’an bahkan mereka menisbatkan Islam dengan Rasulullah yaitu ‘Muhammadisme’ menyamakan dengan nama masehi karena nisbat kepada al-Masih. Mereka juga mengatakan, sepanjang sejarah yang tercatat nabi Muhammad menikahi janda kaya untuk mendapatkan kekayaannya demi menunjang dakwahnya, ia mengidap penyakit ayan dan belajar dari agama Nashrani. (Lihat Skripsi Muhamma Isa Lie dalam judul Usaha-Usaha Orientalis Untuk Memalsukan Ajaran Islam).

Kalau kita kaji masih banyak tuduhan-tuduhan keji yang dilemparkan oleh Orientalis kepada nabi Muhammad saw, bukan hanya kepada Rasulullah tapi al-Qur’an dan Hadits juga tidak luput dari kajian mereka untuk menghancurkan Islam. Orientalisme memiliki tujuan yang beragam dan bentuk yang dinamis dari masa ke masa, namun Orientalisme tidak terlepas dari tujuan utamanya, yaitu menghancurkan Islam dan masyarakatnya. Dr. Musthafa al-Siba’i menggambarkan watak Orientalisme itu buruk sangka dan salah paham terhadap tujuan dan problematika Islam, buruk sangka terhadap masyarakat dan tokoh-tokoh Islam. Mereka terkadang merubah manuskrip-manuskrip dengan maksud menciptakan kerancuan dan kekacauan, sebagaimana bodohnya mereka memahami simbol-simbol keagamaan hingga membentuk pola-pola perubahan baru lainnya.

Orientalis siang malam mempelajari dan mengkaji khazanah intelektual Islam karena salah satu tujuan mereka adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan selain kepentingan agama dan kepentingan penjajahan. Mereka mengkaji untuk ilmu pengetahun dan dengan itu mereka menghancurkan Islam, kemudian posisi kita sekarang dimana dan siapa yang lebih giat dan semangat dalam mempelajari dan mengkaji ajaran Islam, orang Islamkah atau orang non-Islamkah ?.

*Penulis: Kolumnis LintasGAYO.co

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.