Tradisi Nona Koro di Gayo Lues

oleh

Oleh : Muslim*

RAKYAT Gayo Lues Provinsi Aceh dikenal masih memegang erat nilai-nilai budaya warisan nenek moyangnya yang kaya filosofi. Bukan hanya tari Saman tapi juga seni budaya dan tradisi lain dalam kehidupan sehari-sehari.

Salahsatu yang masih eksis adalah prosesi adat Tawar Kampung oleh masyarakat Gumpang Kecamatan Putri Betung 5 Agustus 2017 lalu.

Prosesi utama tradisi ini adalah menggiring seekor kerbau berkeliling kampung yang dikenal dengan sebutan “Nona Koro”.

Kerbau yang digiring tersebut harus jantan albino atau berbulu putih, tradisi ini menurut warga setempat sebagai bentuk syukur dan do’a kepada Allah SWT agar diberi keberkahan dalam usaha tani mereka serta jauh dari serangan hama dan penyakit ataupun segala bentuk bencana lainnya.

Keberadaan tradisi Tawar Kampung ini sudah ada sejak nenek moyang dahulunya sehingga sangat melekat dan diteruskan oleh masyarakat setempat untuk menjaga dan memperkuat jalinan tali silaturrahmi serta mengurangi dampak negatif budaya luar ataupun moderenisasi yang kebablasan saat ini.

Sebelum tradisi ini dilakukan, oleh masyarakat harus mempersiapkan berbagai macam persiapan, diantaranya hiasan aneka bunga khusus untuk kerbau dengan sebutan bunga kepiyes, bunga putri junte, buah pinang dan bunga yang lainnya yang akan kenakan pada kerbau putih nantinya.

Selain itu sebelum masyarakat melakukan penyembelihan kerbau di esok harinya maka masyarakat juga mempersiapkan tari-tarian Gayo seperti tari saman, tari bines, dan alunan canang Gayo yang dilakukan pada saat penyambutan kerbau dari kampung ke kampung yang bertujuan untuk menjagga kerbau agar tidak menggamuk pada warga selain itu  juga untuk hiburan para masyarakat setempat.

Tawar kampung ini memiliki keunikan tersendiri yang mana kerbau ini harus berjalan paling terdepan dan tidak boleh satu orangpun yang mendahului jalannya kerbau tersebut, selain itu juga jika kerbau berhenti makan ataupun kerbau istirahat maka para penari bersiap-siap dan bergegas untuk menari baik itu saman maupun tari bines, setelah selesai melakukan tarian, kerbau bangun dengan sendirinya dan melanjutkan  perjalannya yang akan diikuti oleh masyarakat kampung dengan hanya bisa mengikuti di belakang kerbau.

Setelah kerbau ini di jaga baik pada siang hari maupun pada malam hari yang disertai dengan berbagai macam hiasan bunga khusus serta dimeriahkan dengan tarian-tarian Gayo maka tinggalah puncak terakjir acara yaitu pengantaran kerbau secara massal atau nona koro oleh warga keempat kampung mulai dari anak-anak sampai orang tua.

Nona Koro

Bukan hanya sekedar itu, para penari dari keempat kampung juga ikut serta selalu dalam memeriahkan pengantaran kerbau tersebut baik pada penari saman maupun para penari bines dan tidak ketinggalan juga alunan canang yang mengiringi perjalanan kerbau yang diikuti masyarakat.

Setelah hari pengantaran kerbau  selesai dilakukan oleh masyarakat maka tinggalah hari puncak yakni hari pemotongan (penyembelihan) kerbau putih tersebut, yang mana seluruh masyarakat yang ada di empat kampung tersebut berkumpul untuk memasak daging kerbau serta mengadakan acara syukuran atau kenduri.

Prosesi adat Nona Koro diakhiri dengan makan bersama yang di bagi menjadi 2 bagian yaitu para orang tua dan juga para muda-mudi yang ada di kampung tersebut. []

*Mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Acehasal dari Gayo Lues

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.