Kenangan Pahit di Balik 12 Tahun Damai Aceh

oleh
lustrasi damai Aceh. Sumber Internet
lustrasi damai Aceh. Sumber Internet

Catatan Ismail Baihaqi

MISKIPUN usia alam perdamaian di Aceh sudah berusia 12 tahun, pasca penandatangani perjanjian damai (MoU) antara Pemerintah RI dan GAM pada 15 Agustus 2005 silam di Helsinki, Finlandia, namun cerita konflik yang berkepanjangan melanda Aceh tak mudah di lupakan dan selalu segar dalam ingatan kita tentang pristiwa tersebut.

Banyak cerita dan kejadian waktu itu. Tentu semua cerita duka dengan korban jiwa yang berjatuhan dalam kurun masa tersebut baik dari pihak TNI/Polri, GAM serta masyarakat sipil. Semua masyarakat di bumi Serambi Mekkah ini seakan merasakan sulitnya pada masa itu.

Satu yang paling menyedihkan, saat korban jiwa  yang tak tahu   kesalahannya apa tiba tiba kehilangan nyawa serta ironisnya  jasadnyapun belum di ketahui hingga sekarang dan pelaku nya pun masih misterius.

Itulah yang penulis alami. Kehilangan abang yang bernama Ali Anwar warga Pining, Kecamatan Pining Kabupaten Gayo Lues pada masa konflik sedang berkecambuk di Aceh. Peristiwa kelam tersebut terjadi pada 2002 silam.

Meskipun Penulis waktu itu masih kelas 3 SD (Sekolah Dasar), namun masih segar dalam ingat bagaimana sedihnya kehilangan salah satu keluarga. Cerita dari keluarga, saat itu, Almarhum Bang Anwar, pergi ke Kuala Simpang  Aceh Tamiang dan menginap di salah satu Losmen Losmen di Kuala Simpang. Dari tempat itulah almarhum diculik oleh orang yang tak dikenal dan dibawa ntah kemana.

Menurut cerita, Alm Bang Anwar di jemput oleh orang tak di kenal dengan menutup muka dan membawa menaiki mobil kemudian korban di masukan kedalam sebuah goni terus di buang ke sungai.

Anwar adalah anak ketiga dari lima bersaudari dari pasangan Husin dan Asiah. Dalam keseharian, Anwar terkenal mudah bergaul dan ramah dengan semua kalangan mulai dari yang tua hingga anak-anak.

Anwar hanyalah seorang petani di Desa Pining, Gayo Lues. Meskipun hanya tamatan SD, kemampuannya dalam bertani tak perlu diragukan. Hasil tani itulah biasanya kerab di pasarkan ke Kuala Simpang, Aceh Tamiang.

Berdasarkan cerita tersebutlah, penulis rasakan dan selalu menyelimuti pikiran setiap kali melintasi Jempatan Kuala Simpang Aceh Tamiang dan bertanya apakah kemari dibuang Jasadnya? Setiap melintasi jembatan Kuala Simpang itu, hampir selalu berlinang air mata tanpa disadari. Semua keluarga sangat tak percaya dengan dengan kejadian itu bisa menimpa alm.

Penulis Yakin masih banyak warga sipil yang tak bersalah jadi Korban pada waktu itu berbagai macam cerita dan peristiwa yang terjadi Kehilangan salah satu anggota keluarga yang tak tahu kuburnya dimananya tentu sangat menyedihkan tapi apalah hendak di kata waktu tak berani mencarinya tak kemana hanya bisa pasrah dengan keadaan.

Cerita pilu dan pengalaman pahit ini, tentunya harus bisa diambil hikmahnya. Salah satunya, nikmat perdamaian. Kita berharap, damai yang tercipta dari pada syuhada konflik, bisa terus langgeng. Dan Aceh bisa damai dan sejahtera sepanjang masa.

Di akhir tulisan ini Penulis hanya bisa berdoa. Allahumma firlahu warhamhu semoga amal ibahdahmu di terima di sisinya dan si lapangan kuburmu. Saudaraku…

Penulis, adalah adik kandung Anwar, seorang korban masa konflik Aceh.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.