Saman 10001, Ibnu Hasim dan Destination Branding Gayo Lues

oleh
Saman massal 12277. (foto : Diansyah)

Oleh : Win Wan Nur

Saman massal 12277. (foto : Diansyah)
Win Wan Nur

PERGELARAN Saman 10001, karya spektakuler yang merupakan gagasan bupati Gayo Lues, Ibnu Hasim, yang meski meninggalkan beberapa catatan kecil seperti kekeliruan pencatatan oleh MURI yang menghasilkan hitungan berjumlah genap. Secara umum dapat dikatakan berlangsung sukses.

Tapi harus diakui, keberhasilan ini tak sepenuhnya diapresiasi semua golongan masyarakat.

Terkait pergelaran acara spektakuler ini, di masyarakat banyak muncul suara sinis dan pesimisme yang menyatakan pergelaran Saman 10001 ini tak ada gunanya, uang yang dihabiskan untuk acara ini terbuang sia-sia padahal seharusnya bisa dimanfaatkan untuk hal-hal lebih produktif.

Benarkah demikian?

Jawaban pertanyaan ini tentu saja relatif, tergantung pada siapa yang mengajukan pertanyaan dan langkah apa yang dilakukan setelah pergelaran ini.

Kalau pertanyaan ini diajukan kepada masyarakat yang besar dalam kultur petani dimana kepastian hasil yang sesuai dengan modal yang dikeluarkan adalah hal utama dan hasil yang dinilai hanyalah yang terlihat secara kasat mata (tangible), tentu saja pernyataan ini menjadi benar.

Dan karena kita masyarakat Indonesia umumnya masyarakat agraris yang tumbuh dan dibesarkan dengan petatah petitih semacam “mendengar guruh di langit, air di tempayan ditumpahkan” atau “melihat punai terbang, puyuh di tangan dilepaskan,” pertanyaan seperti ini wajar sekali muncul.

Masalahnya, sekarang kita berada di abad ke-21 dimana sesuatu yang paling bernilai secara ekonomi itu justru seringkali bersifat abstrak dan tidak kasat mata, karena dianya berupa citra yang bernilai positif yang bernama branding.

Contohnya seperti Nike, Adidas, Microsoft, Levi’s, Mc Donald atau Coca Cola. Nilai brandingnya jauh lebih bernilai dibandingkan dengan kualitas produk yang kasat mata.

Euforia kegembiraan setelah menarikan saman massal 12277 penari. (foto : Diansyah)

Mc Donald bisa dijadikan sebagai contoh tentang bagaimana tingginya nilai suatu brand. Anda atau siapapun bisa membuat hamburger yang jauh lebih nikmat dibandingkan Mc Donald, tapi apakah anda bisa menjual hamburger lebih banyak dibanding Mc Donald?

Contoh lain adalah Levi’s, Penjahit M. Ali Yunus di pasar bawah Takengen, bisa menjahit celana jeans yang lebih bagus dan kuat daripada Levi’s, tapi apakah dia akan bisa menjualnya semahal dan semasif Levi’s?

Tentu saja tidak.
Inilah nilai-nilai tak kasat mata yang sulit dipahami oleh masyarakat agraris, tapi justru menjadi ciri masyarakat zaman ini. Karena nilai-nilai yang terlihat inilah, orang seperti Bill Gates berani menumpahkan air di tempayan (meninggalkan Harvard) karena mendengar guruh di langit (microsoft) dan Mark Zuckerberg berani melepaskan puyuh di tangan (meninggalkan Harvard) dan karena melihat punai terbang (facebook).

Branding seperti ini bukan hanya berlaku untuk produk-produk yang jelas kasat mata, tapi sekarang branding juga mulai dilakukan oleh daerah (destination branding). Inilah yang selama ini kita lihat dilakukan oleh Malaysia.

Tujuannya apalagi kalau bukan untuk menarik kunjungan wisatawan dan investasi. Tujuan yang meski tidak sepenuhnya kasat mata, tapi jelas sekali pengaruhnya terhadap peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Bahkan di Indonesia sendiri, destination branding ini begitu gencar dilakukan oleh berbagai daerah.

Beberapa waktu yang lalu kita melihat bagaimana gencarnya iklan tentang pulau Komodo termasuk gerakan untuk menjadikannya sebagai 7 keajaiban dunia muncul di televisi dan media cetak.

Semua ini tak lain adalah bagian dari gerakan Island branding DMO Pulau Komodo-Kelimutu-Flores, yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata (Dirjen PDP) Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Semua publikasi itu tentu tidak gratis , ada dana puluhan sampai ratusan miliar terlibat di sana.

Apa tujuan dari semua itu? Tentu tak lain dan tak bukan adalah untuk menarik perhatian masyarakat baik Indonesia maupun dunia terhadap Pulau Komodo. Yang mana ketertarikan ini pada gilirannya akan membuat orang datang berkunjung ke pulau ini, baik untuk berwisata maupun berinvestasi.

Usai Saman Massal 12277. (foto : Diansyah)

Lalu apa kaitan semua ini dengan Saman 10001?

Iwan Bahagia, wartawan Kompas.com dalam status Facebooknya menulis kalau berita tentang Saman 10001 ini diliput oleh berbagai media internasional yang punya reputasi besar. Mulai dari Malaysia, Turki, Filipina sampai salah satu media terbesar di Inggris, sekaligus dunia, Daily Mail, yang pada Senin (14/8/2017), melalui artikel bertajuk “Ten thousand Indonesian men take part in traditional dance to entice tourists into visiting region infamous for Sharia Law”, menulis bahwa para para peserta yang melakukan tarian ini adalah kaum pria yang mengenakan kostum tradisional hitam dan kuning.

Ini artinya apa? Tanpa perlu sebuah gerakan massif yang menghabiskan dana pemerintah pusat sampai ratusan miliar sebagaimana yang dilakukan untuk destination branding Pulau Komodo. Bupati Gayo Lues Ibnu Hasim, melalui Pergelaran Saman 10001 terbukti telah berhasil melakukan destination branding dan menarik perhatian orang terhadap Gayo Lues, menembus tembok tebal yang selama ini terbentuk akibat persepsi kurang baik pelaku pasar, baik itu pariwisata maupun investasi terhadap hukum Syariat Islam di Aceh yang seringkali dipublikasikan dengan tendensi negatif oleh media-media luar.

Artinya untuk Gayo Lues, meski Gayo Lues dikatakan sebagai kabupaten termiskin. Pasca Saman 10001 ini, dalam kaitannya dengan usaha meraih perhatian untuk investasi dan pariwisata, Gayo Lues jelas sudah berada jauh di depan kabupaten Gayo lain seperti Aceh Tengah dan Bener Meriah.

Jadi kalau masih ada yang mempertanyakan, apa manfaat pergelaran tari Saman 10001 bagi Gayo Lues, inilah jawabannya.

Selanjutnya, karena bagian untuk menarik perhatian calon konsumen ini adalah bagian yang paling sulit dilakukan dalam melakukan pemasaran. Tapi untuk Gayo Lues, bagian tersulit ini sudah dilakukan oleh Ibnu Hasim. Sekarang penerusnya tinggal menjual Pariwisata, Investasi Gayo Lues yang sudah dikenal berkat dua pergelaran Saman Kolosal, 5005 (pada pelaksanaannya diikuti 5057 penari) dan 10001 (pada pelaksanaannya diikuti 12277 penari).

Masuknya arus investasi dan wisatawan inilah yang nantinya diharapkan akan memutar roda perekonomian Gayo Lues secara lebih kencang yang pada gilirannya akan mengangkat harkat dan tingkat perekonomian masyarakat Gayo Lues, kabupaten yang disebut-sebut sebagai kabupaten termiskin di provinsi Aceh ini.

Sekarang penerus Ibnu Hasim tinggal perlu berkonsentrasi pada perbaikan infrastruktur dan penyediaan berbagai regulasi dan berbagai peraturan yang mendukung kemudahan berwisata dan berinvestasi di Gayo Lues. Karena tanpa itu semua, karya besar yang sudah diwariskan Ibnu Hasim akan menjadi sia-sia.[]

*Pengamat seni, tinggal di Bali

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.