BANDA ACEH-LintasGAYO.co : Salah seorang guru besar universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Prof. Dr. Alyasa Abu Bakar, MA menjadi narasumber pada kegiatan tatacara sertifikasi tanah wakaf bagi Penyuluh se Aceh yang dilaksanakan oleh Bidang Penaiszawa Kanwil Kemenag Aceh di Hotel Grand Aceh, Banda Aceh, beberapa waktu lalu.
Dalam kesempatan tersebut, guru besar UIN Ar-Raniry itu menyampaikan tentang konsep merawat dan mengembangkan wakaf agar menjadi Filantropi (kedermawanan yang berlanjut) bagi orang yang mewakafkan dan hasilnya untuk kemaslahatan Ummat.
“Salah satu media filantropi dalam Islam yang paling utama, antara lain adalah wakaf,” jelas Prof. Alyasa Abu Bakar.
Untuk itu, ia menyampaikan bahwa wakaf harus diurus dengan baik, agar menjadi Filantropi. “Nadzir wakaf harus hati-hati dalam mengelola dan menerima wakaf, seperti benda-benda tertentu yang sifatnya tidak lama, maka harus jadi pertimbangan untuk menerima sebagai wakaf,” lanjut Mantan Kadis Syariat Islam Aceh ini.
Ia juga menjelaskan bahwa wakaf dimulai dari Islam, bahkan wakaf filantropi sendiri tercatat sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Misalnya, ketika Mukhairiq berkehendak mendermakan tujuh bidang kebun buah-buahan miliknya yang ada di Madinah setelah dia meninggal kepada Nabi SAW.
Dalam kesempatan tersebut, Duktur Alyasa juga mengutip hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar bin Khattab, Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki sebidang tanah di Khaibar (di sekitar Kota Madinah) yang aku belum pernah memiliki tanah sebaik itu. Apa nasihat engkau kepadaku?”
Rasulullah SAW menjawab, “Jika engkau mau, wakafkanlah tanah itu, sedekahkanlah hasilnya.” Lalu, Umar pun mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar itu dengan pengertian tidak boleh dijual, dihibahkan, atau diwariskan.”
Setelah memaparkan sejumlah materi, para peserta terlihat begitu antusias untuk berdiskusi dengan narasumber. [SP/DM]
