Menunggu ‘Ahoi Wiw’ LTA 77 Gayo Mountain Coffee Bergema Lagi

oleh
Produk kopi LTA 77. (Foto Doc. Ainal Mardhiah)

Oleh Ainal Mardhiah*

Bagian Komplek PD. Genap Mufakat, Rabu 2 Nopember 2016

SEJUMLAH bangunan yang dulu begitu kokoh di desa Pondok Gajah kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah kini hanya menjadi saksi bisu bahwa dulu mereka pernah memiliki kontribusi yang luar biasa dan memiliki peran penting bagi perekonomian masyarakat kabupaten penghasil kopi arabika Gayo ini, saat masih bergabung dengan sang abang, Kabupaten Aceh Tengah.

Juga karyawannya, tak hanya berdomisili dari daerah sekitar, tapi dari daerah luar kabupaten itu. Dan mantan-mantan karyawannya sempat menjadikannya sebagai sekolah bisnis kopi. Buktinya, sederetan nama eksportir kopi saat ini adalah mantan karyawannya.

Setelah berdirinya tahun 1977 perusahaan yang didirikan pemerintah Indonesia bekerjasama dengan pemerintah Belanda (Holland Coffee) sering disebut dengan sebutan joint operation sangat-sangat bermanfaat bagi masyarakat dalam menjadikan lapangan pekerjaan, mengurangi pengangguran saat itu dan sangat menunjang perekonomian masyarakat.

Foto : Doc Ainal Mardhiah

Tiga huruf, LTA yang merupakan singkatan dari pada Land Transport Autority. Perusahaan yang mulanya dipimpin oleh Bachtiar Usman dan sebagai general manager nya Prof. Menezz dan Prof. Boss dari Rotterdam sebagai penggagas berdirinya LTA yang berasal dari negeri Kincir Angin Belanda.

Era berikutnya dilanjutkan dengan Heabour serta sebagai pimpinannya Ir. Tarmizi A Karim dan perusahaan ini sangat berjaya sebagai satu-satunya perusahaan pengekspor kopi arabika dari tanah Gayo yang memiliki karyawan sangat banyak.

Mereka merekrut karyawan dari segala penjuru yang ahli di bidangnya, dimulai dari administrasi perkantoran dan seksi seksi lain seperti proses penerimaan kopi merah dan pengecekan (quality control) apakah kopi tersebut memiliki trase yang tinggi atau rendah. Dilanjutkan dengan penggilingan kulit merah disebut pulper di lanjutkan dengan proses fermentasi yang menggunakan bak-bak penampungan.

Kondisi berantakan di komplek PD. Genap Mufakat

Beberapa hari kemudian barulah proses pencucian beberapa kali sampai bersih kemudian ditiriskan atau penuntasan. Di seksi ini banyak mempekerjakan buruh terutama kaum wanita sampai mencapai puluhan dan ratusan orang.

Suasana di areal ini sangatlah berbeda, maklumlah para pekerja wanita sering bercanda, bercerita, sambil mulawi “ahei wiw” bahasa Gayonya, yaitu bersorak serentak menandakan hati sedang bergembira dalam melakukan pekerjaannya.

Dalam proses itu setelah kadar air tuntas misalnya 20 barulah kopi tersebut dialihkan ke meja pengeringan (drying table) mengunakan mobil pick up. 

Mahdi Ugati, salah seorang karyawan LTA 77. (Doc. Ainal Mardhiah)

Tak kalah juga disana sudah banyak perempuan atau gadis-gadis cantik yang mencari rezeki, bahkan ada yang berjodoh disana. Peran mereka juga cukup penting dalam proses ini yaitu membolakbalikkan kopi dalam proses pengeringan atau istilah Gayo nya mungeke. 

Sesekali terdengar teriakan para quality control (bagian mutu) yang memerintahkan untuk membolakbalikkan kopi supaya keringnya rata dan menyeluruh terlebih lebih apabila cuaca sangat panas hal itu lebih sering dilakukan agar kopi sempurna keringnya dengan kadar air 12%.

Sesekali sang quality control itu mengambil sample dari beberapa meja kemudian dengan menggunakan goni digulunglah sample itu dan dipukul-pukulkan ke meja sampai terkelupas kulitnya hal itu dilakukan guna mendapatkan biji yang kemudian di cek kadar airnya sudah berapa dengan menggunakan tester sebuah alat pengecek kadar air yang disediakan oleh perusahaan tersebut.

Karyawan LTA 77. (Foto Doc. Ainal Mardhiah)

Yang sangat unik lagi di lokasi pengeringan ini mereka membentuk kelompok-kelompok yang mengawasi meja 1 sampai 5 orang bisa mengawasi sampai 1 baris meja yang berisikan 20 meja apabila proses pengekean selesai masing-masing anggota beristirahat di bawah meja tersebut guna menghindari terik matahari bahkan seperti tidak terlihat 1 orang pun yang berkeliaran suasana menjadi sunyi senyap.

Namun apabila cuaca mendung dan hujan diperkirakan segera turun maka mereka bersiaga penuh di setiap meja supaya tidak terjadi kopi basah kehujanan.

Apabila terjadi hujan yang mendadak turun pemandangan akan sangat panik. Para pekerja berlari-larian berusaha menggulung kopi di setiap meja supaya tidak kehujanan. Dan disitulah terjadi pemandangan lucu ada yang bertabrak-tabrakan, berteriak, panik, bersorak, menjerit, dan sebagainya mereka berusaha menyelamatkan kopi supaya tidak basah dan mereka bertanggungjawab untuk beberapa meja yang sudah ditentukan kelompoknya.

(Doc. Ainal Mardhiah)

Apabila hujan terus-menerus turun atau kopi banyak permintaan dari negara pengimpor maka pihak perusahaan juga memilih mengeringkan dengan menggunakan mesin DH atau Drying House dan Mason yang terletak di dalam gedung menggunakan mesin dan api juga memakai kayu bakar.

Dalam hal ini perusahaan mempekerjakan para pekerja laki-laki dengan sistim sip (bergantian) sampai malam hari disebut juga lembur dengan gaji dan uang makan yang lebih dari pada bekerja di siang harinya. Sedangkan sistim kerjanya sama seperti di meja kopi tetap dibolakbalikkan supaya keringnya rata, hanya saja menggunakan bak bak penampungan yang berjumlah 6 buah.

Setelah kopi kering maka masuklah kopi ke gudang gabah (partmenstore) kemudian di timbang untuk menngetahui berapa penyusutannya (rendement), lalu di greder atau pengupasan kulit ari menggunakan mesin greder. Proses ini dilakukan para pekerja apabila telah selesai kopi di transfer ke gudang biji (green) dan tergantung permintaan negara ekspor.

Aset terbengkalai PD. Genap Mufakat

Apabila kopi di minta dengan mutu apa dan bagaimana maka proses selanjutnya adalah sortasi (sortage). Disinilah terletak puncak para pekerja yang berjumlah ratusan orang, baik itu wanita muda, orang tua, janda, dan gadis besar dan kecil mereka semua mencari rezeki.

Disana mereka menumpukkan biji kopi diatas meja kemudian menyortir (mendepe), yakni memisahkan kopi dengan abunya atau sampahnya. Biji yang bagus akan langsung masuk ke bahagian bawah meja yang bercorong mereka sebut dengan sebutan kondom. Entah mengapa juga mereka memberi nama demikian.

Kemudian biji yang coklat, biji yang hitam, biji yang berlubang, biji busuk, batu kecil dan kulit ari dikumpulkan dalam baskom kecil diatas meja. Tangan-tangan mereka begitu lincah dan terampil dalam memilih biji kopi sesuai dengan jenisnya mereka sangat bergembira melakukan pekerjaan ini.

Selain mendapatkan rezeki mereka juga saling mengenal satu sama lain karena berbagai macam suku ada di sini, ada Jawa, Aceh, Gayo, Padang, Batak.

Para pendepe di LTA 77. (Foto Doc. Ainal Mardhiah)

Mereka datang di pagi hari kemudian beristirahat bersama-sama pada siang hari. Makan bersama-sama karena hampir semua pekerja membawa bontot, bekal dari rumah masing-masing.

Perusahaan hanya menyediakan minum teh dan kopi setiap harinya 2 kali jam 10 pagi dan jam 3 sore sorak-sorai perempuan penyortir kopi sangat sering terdengar di ruangan ini. Mereka bercengkrama, bercanda, bercerita, bergosip, bersahut-sahutan satu sama lain. Mereka begitu menikmati pekerjaannya.

Dalam 15 hari sekali mereka mendapatkan gaji, upah yang didapatkan beragam macam jumlahnya, sesuai dengan kecepatan tangan mereka dalam menyortir kopi. Yang cepat maka gajinya banyak, lumayanlah buat memenuhi kebutuhan hidup.

Berbeda halnya dengan pekerja yang bekerja di bagian pulper sampai dengan bagian gudang mereka memperoleh upah dihitung perjamnya sekitar 1.650 per jam.

Doc. Ainal Mardhiah

Setelah proses sortasi selesai barulah masuk kepada proses pengemasan sesuai dengan jenisnya misalnya grade 1, grade 2 dan seterusnya.

Kemudian diberikan label barulah proses pemberangkatan dan muat ke dalam truk menuju ke Medan Sumatera Utara untuk selanjutnya ke negara tujuan yang akan di ekspor.

Adapun pengolahan biji untuk dijadikan bubuk ada juga di perusahaan ini yakni dengan proses pemilihan mutu terbaik. Kemudian me-roasting dengan mesin roasting perusahaan ini adalah satu-satunya perusahaan yang mengolah kopi roasting pada masa itu dan mempunyai merek terkenal sampai ke manca negara dengan brand kopi GAYO MOUNTAIN COFFEE produksi LTA 77 Pondok Gajah Aceh Indonesia.

Namun setelah beberapa kali pergantian general manager dari bapak boss ke bapak hibur dari negeri Belanda dilanjutkan dengan pak Patrick dari Jerman dan bapak Danis dari Australia akhirnya perusahaan itu diambil alih oleh pemerintah daerah dan berubah nama menjadi PD GENAP MUPAKAT GAYO SPECIALTY COFFEE atau disingkat dengan PDGMGSC.

Berikutnya di pimpin oleh bapak Hendrik dari Sulawesi. Di tahun selanjutnya terjadilah konflik besar-besaran di Aceh yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan perusahaan tersebut dikarenakan situasi yang kurang kondusif dari segi keamanan.

Perlahan-lahan kinerja perusahaan ini pun semakin menurun banyak karyawan yang keluar dan di beri pesangon sesuai dengan perjanjian. Ada juga yang masih bertahan dengan kondisi yang ada berharap situasi segera berubah membaik.

Perusahaan ini terus berganti-ganti pimpinan hingga tutup alias bangkrut sama sekali. Sekian banyak mantan karyawannya kini telah sukses sebagai eksportir kopi. Sebutlah pak M. Amin yang kini telah memiliki perusahaan ekspor kopi Gayo yang sangat megah di Pondok Gajah tepatnya di desa Makmur Sentosa Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah dengan nama PT. Gayo Mandiri Coffee yang banyak juga merekrut mantan-mantan pekerja LTA 77 masa dulu dan yang ahli dibidangnya. Perusahaan ini banyak memberikan manfaat terhadap masyarakat sekitarnya, menampung para pemuda yang putus sekolah dan pengangguran. Mereka bekerja di perusahaan Pak Amin dengan pengalamannya bekerja beberapa tahun di LTA.

Satpam LTA 77. (Foto Doc. Ainal Mardhiah)

Belakangan, selain M. Amin, banyak mantan karyawan LTA yang akhirnya sukses berbisnis kopi Arabika Gayo, baik di Bener Meriah maupun di Aceh Tengah. Diantara mereka Taking Oro di Takengon, Rizwan Husein, Birman, Juandi, Ridwan A Gani dan lain-lain.

Sungguh luar biasa, mereka menyambung hidup dan meneruskan karir yang begitu hebat menjadi pengusaha yang berhasil di bidang pengolahan dan ekspor kopi yang dilatarbelakangi pengalaman kerja di LTA 77 yang kini sudah tamat riwayatnya.

Tinggallah bangunan-bangunan terbengkalai yang menjadi saksi atas cerita-cerita para karyawannya.

Semak belukar selimuti komplek PD. Genap Mufakat

Kini masyarakat menunggu dan menunggu, tidak terkecuali para penghuni yang menumpang tempat tinggal di sejumlah rumah di dalam komplek tersebut.

Begitu juga lahan yang dulu sebagai tempat penjemuran kopi serta taman, kini dijadikan warga untuk bercocok tanam seperti wortel, cabe, tomat dan sebagainya.

Berbeda dengan dulu, keluar masuk ke komplek sangat ketat, lingkungan bersih tertata rapi. Jangankan bercocok tanam dengan menggunakan pestisida seperti saat ini, masuk ke dalam komplek itu saja sangat sulit kecuali karyawan, yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Sedangkan tamu pun wajib lapor ke Satpam, lingkunganyapun sangat bersih taman bunga tertata rapi dan indah, sampah tidak ada.

Masih teringat kepada sosok pak Juandi, seorang karyawan yang sangat memperhatikan kebersihan lingkungan. Beliau terinspirasi dari Negeri Sakura Jepang karena beliau pernah tinggal disana. Tak satupun sampah boleh terserakan.

Selain itu, petugas khusus lingkungan bekerja dengan sangat baik, merawat bunga dan menjaga kebersihan dan menata taman bunga dengan baik.

Pemandangan sangat indah saat berbagai macam jenis bunga bersemi yang dipupuk dengan pupuk organik.

Produk kopi LTA 77. (Foto Doc. Ainal Mardhiah)

Tetapi kini, jika malam tiba hanya sunyi senyap yang ada, beberapa tahun lalu suara gemuruh karena operasional perusahaan  mulai dari suara mesin pulper yang beroperasi sampai pagi, mesin DH dan mason di tambah lagi dengan suara mesin grader juga hiruk-pikuk para pekerja yang lalu lalang keluar masuk perusahaan tersebut membeli makanan di warung luar pabrik.

Suasana ramai dan hidup dan sesekali tercium bau kopi arabica yang sedang diroasting. Wah…wah, sungguh harum sekali aromanya yang khas itu sangat sulit dilupakan. Bubuk itu dikemas dalam kemasan yang apik dipasarkan sampai ke manca negara dengan brand GAYO MOUNTAIN COFFEE.

Semua itu sudah tidak ada lagi disini, di LTA semuanya tinggal kenangan saja, padahal keberadaan perusahaan tersebut sangat membantu perekonomian masyarakat termasuk keluarga saya, hampir seluruh anggota keluarga saya bekerja disana dan ibu saya juga membuka warung di perusahaan itu untuk mencari nafkah keluarga.

Banyak juga keluarga lain yang berharap untuk perusahaan itu supaya bisa mambantu melanjutkan pendidikan anak-anaknya. Perusahaan itu juga sudah pernah mendapatkan prestasi dan sertifikasi dari dunia. Bahkan sempat menjadi perusahaan daerah terbesar di Asia Tenggara.

Semoga di tahun berikutnya pemerintah terkait sudi membuka lagi perusahaan itu kembali, demi menciptakan lapangan kerja baru bagi generasi penerus kita dan anak cucu kita kelak, juga memberantas penggangguran yang kian memprihatinkan.

Pernah kami dengar akan ada upaya pembenahan oleh Pemerintah Aceh. Mantan Direktur Utama pak Bachtiar mengatakan perusahan dengan pemilik Badan Usaha Milik Aceh (BUMA) itu pernah dikunjunginya pada tahun 2012. “Penyebab bangkrut biasalah dagang,” kata Bachtiar Harun mengutip portalsatu.com.

Sungguh sangat miris saat ini banyak mereka para orang tua yang rela menjual hartanya, menghabiskan tenaga dan bekerja sekuat tenaga dengan segala daya upaya supaya bisa menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi namun setelah akhirnya banyak para anak-anak muda lulusan perguruan tinggi mengganggur dan tidak tahu harus mencari kerja kemana.

Semoga dengan terpilihnya bapak Irwandi Yusuf dan bapak Nova Iriansyah menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh serta didukung bapak bupati kita di Bener Meriah, bapak Ahmadi dan bapak H. Tgk Sarkawi dapat bekerjasama dengan pemerintah pusat agar Bener Meriah maju pesat dan masyarakatnya sejahtera.

Penulis, Ainul Mardhiah

Kami optimis, LTA dapat difungsikan kembali dan masyarakat dapat mengambil nikmat darinya. Tidak ada penyakit yang tiada obatnya, tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan, kami dukung do’a dengan berjuta asa. [Kh]

*Ibu rumah tangga, tinggal di Pondok Gajah, mantan karyawan LTA 77 dan sebagai anggota Jurnalis Warga program Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) bekerjasama dengan GeRAK Aceh dan mitra lainnya.

 

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.