Ketika Kata Maaf Tak Bisa Terucap

oleh

Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*

“Menyatakan cinta itu lebih penting dari pada mendapatkan cinta itu sendiri, tetapi berani menyatakan cinta dan mendapatkannya adalah sesuatu yang istimewa dalam hidup.”

C.I.N.T.A dengan adanya mahligai cinta, sekeping hati yang ada pada manusia bisa bertahan sampai kapanpun dan dengan mahligai cinta itu pula sekeping hati bisa mengarungi kisah kehidupan dengan senyuman serta canda tawa menuju kebahagiaan, oh indahnya. Ketika mahligai cinta itu sudah terpateri dalam jiwa maka yang terpikir hanyalah melancarkan lafaz ijab qabul dihadapan bapak penghulu dan tentu juga dihadapan bapak mertua.

Gerbang pernikahan merupakan gerbang menuju kebahagiaan yang dirajut oleh dua insan yang sama-sama telah merajut mahligai cinta, dalam menuju gerbang pernikahan tentulah harus menjemput terlebih dahulu yang namanya tulang rusuk yang telah disiapkan Allah kepada setiap laki-laki, Karena walau bagaimanapun pada akhirnya tulang rusuk itu akan hadir dalam kehidupan yang sama-sama ingin memperjuangkan mahligai cinta yang akan diputuskan dihadapan bapak penghulu.

Namun, tak semua kisah cinta bisa berbuah manis dihadapan bapak penghulu; karena ada saja cerita-cerita yang membuat hati terkoyak ketika sang pujaan hati tak bisa menerima cinta yang diberikan oleh seseorang yang mencintainya. Dalam moment istimewa ketika melafazkan isi hati kepada orang yang dicintai namun yang dijawab olehnya adalah ucapan “Maaf, Tak Bisa” maka rasa rindu yang telah tertanam dalam hati bahkan disirami dengan ketulusan hanyalah rindu membawa luka.

Ketika kata “Maaf, Tak Bisa” terucap , seketika itu goresan-goresan pena pun mulai bergoyang diatas kertas putih dengan suasana hati terkoyak. Dimalam yang pekat nan sunyi, gemericik suara hujan menjadi alunan lagu indah bagi sang terkoyak hati, ia hanya ditemani secangkir kopi buatan sendiri yang bermenu ala cafe.

Hampir saja menjadi musyahid cinta, kawan

Tergeletak dan tak berdaya dalam alunan cinta

Terbaring dikasur dan merunung diatas kursi

Membawa kesedihan, menghempaskan kerinduan dipesisir pantai

***

Kesunyian malam menemani jiwa yang lagi bergejolak

Desahan angin malam dengan rintikan air hujan membasahi jiwa yang gersang

Terluka disaat rindu masih menyinari ruang hati dengan ucapan “Maaf, Tak Bisa”

***

Hampir saja menjadi musyahid cinta, kawan

Dalam perjalanan cinta

Di manjakan dengan bahasa cinta yang indah

Sebuah bahasa indah terbalik menjadi sebuah tragedi

Tragedi ucapan “Maaf, Tak Bisa”

Hampir saja menjadi musyahid cinta, kawan.

Begitulah untaian-untaian kata yang biasa ditulis oleh seseorang tatkala cintanya kandas atau tak kesampaian sama sekali maka goresan-goresan pena lah yang menghiasi setiap sudut kertas. Dari sini banyak lahir penyair-penyair cinta, salah satunya ialah Kahlil Gibran dengan karyanya yang fenomenal sayap-sayap patah. Dalam pandangan seorang penyair cinta, ia akan mengenang cinta yang tulus suci dan murni karena cinta adalah anugerah dan fitrah manusia jika benar-benar memahami hakikat cinta yang sesungguhnya.

Kenapa ?

Bidadari kemilau itu terlalu indah laksana intan permata sementara sang musafir hanyalah berada dalam jalan kegagalan, mereka dipisahkan oleh dinding pemisah yang terlalu tinggi untuk dijangkau sehingga yang ada hanya kasih tak sampai, seperti kisah dalam novel Musyahid Cinta yang menceritakan tentang seorang pemuda sederhana. Pemuda tersebut mencintai sosok gadis yang bukan sembarangan, tapi ia benar-benar gadis yang berkarakter dan punya banyak kelebihan. Namun, cinta pemuda tersebut tak kesampaian sehingga ia benar-benar menjadi musyahid cinta.

Begitu banyak kisah cinta yang tak kesampaian dengan mengucapkan “Maaf, Tak Bisa”, maka banyak pula orang menjadi gila karena cinta. Seolah-olah orang yang telah menolak cintanya itu adalah satu-satunya wanita di dunia ini, inilah akibat dari terlalu cinta maka malapetaka pun lahir dalam kehidupan. (Baca: Terlalu Cinta).

Ketika kata “Maaf, Tak Bisa” terucap, maka harus diterima dengan lapang dada meski hati terkoyak karena walau bagaimanapun “Menyatakan cinta itu lebih penting dari pada mendapatkan cinta itu sendiri, tetapi berani menyatakan cinta dan mendapatkannya adalah sesuatu yang istimewa dalam hidup.” Mungkin belum pantas untuk mendapatkan cintanya, karena yang ada dalam diri masih berada dalam kekurangan dan penuh dengan kekurangan, sehingga dengan adanya cambuk kata-kata tersebut bisa berubah menuju kearah yang lebih baik dan fokus untuk memperbaiki diri dan pada akhirnya tidak ada lagi ucapan kata “Maaf, Tak Bisa” karena yang yang ada hanyalah sebuah senyuman yang indah dipandang mata.

*Penulis: The Student of Theology and Fhilosophy, Kompasianer & Blogger.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.