Menyoal Muslihat Propaganda Irwandi Yusuf

oleh

Oleh : Muhamad Hamka*

JAGAD politik Aceh kembali menghadirkan riuh-rendah setelah Gubernur Aceh terpilih, Irwandi Yusuf mengumumkan Tim Ad-Hoc penyusun RPJM. Tim yang bersifat sementara ini menuai polemik, setelah nama-nama yang muncul tidak mengakomodir tokoh Gayo. Sontak saja, kebijakan Irwandi ini menyulut protes yang luas dari masyarakat Gayo.

Protes warga Gayo ini sangat relevan. Betapa tidak, pasangan Irwandi-Nova menang signifikan di wilayah Gayo saat Pemilihan Gubernur Pebruari silam. Namun kemenangan tersebut, nyatanya tidak berbanding lurus dengan apresiasi Irwandi, sebagaimana dengan tidak terlihatnya nama-nama tokoh Gayo dalam Tim Ad-Hoc RPJM tersebut.

Celakanya lagi, protes dan kritikan yang di lontarkan oleh sejumlah masyarakat Gayo di tanggapi Irwandi dengan cara yang tidak elok dalam kapasitasnya sebagai seorang pemimpin rakyat Aceh. Protes dan kritik tersebut, justru di tanggapi oleh pendiri PNA ini sebagai sebuah ancaman.

Dalam sebuah status di dinding facebooknya (10 Juni 2017), Irwandi memandang protes dan kritikan masyarakat Gayo sebagai bentuk “ancaman persukuan.” Pernyataan ini terang saja sebagai upaya membelokan tanggung-jawab, yang sejatinya tidak layak di lakukan oleh seorang pemimpin yang seyogianya mengapresiasi setiap protes atau kritikan rakyatnya dengan cara yang elok dan bermartabat, bukan justru memosisikan diri sebagai pihak yang di ancam.

Yang justru di ancam oleh kebijakan tebang pilih di atas adalah Gayo.  Mengingat selama ini Gayo acapkali di marginalkan dalam konstelasi sosial dan politik di Aceh. Belum lagi kita berbicara kontribusi Gayo dalam memenangkan Irwandi-Nova, namun ironinya justru tersisihkan sejak sedari awal oleh rezim Irwandi jilid dua ini. Hebatnya lagi, mantan Gubernur Aceh periode 2007-2012 ini dengan kemampuan propaganda tingkat tinggi, justru membalikan persepsi publik lewat muslihat propagandanya, bahwa protes dan kritik yang demokratis oleh masyarakat Gayo justru di posisikan sebagai ancaman persukuan.

Dalam konteks perebutan kekuasaan atau perjuangan kemerdekaan, propaganda merupakan bagian dari taktik dan strategi untuk mencapai tujuan. Namun ketika seorang pemimpin membangun propaganda guna membelokan protes dan kritikan yang pantas dari rakyatnya, maka kita layak prihatin. Kalau nalar kekuasaan di bangun di atas “tungku” propaganda, lalu ke mana denyut harapan dan kegelisahan rakyat di labuhkan?

Irwandi, seyogianya menyadari betul suasana batin warga Gayo yang beberapa tahun belakangan ini acapakali terluka akibat kebijakan politik elit Aceh yang rasis dan diskriminatif. Besarnya ekspektasi dan kuatnya denyut harapan masyarakat Gayo kepada Irwandi Yusuf, sebagaimana yang tergambar dengan terang dalam kemenangan signifikan pasangan Irwandi-Nova di Gayo, seharusnya di apresiasi dengan bijak dan proporsional, bukan justru membangun propaganda yang dampaknya makin melukai batin masyarakat Gayo.

Akhirnya, kita harus berbaik sangka, bahwa Irwandi Yusuf mungkin punya pertimbangan tersendiri dengan kebijakanya tersebut, tentu saja dengan harapan tidak ada lagi muslihat propaganda dalam menanggapi protes dan kritik warganya.[]

*Analis politik, tinggal di Takengon

   

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.