Urgensi Penanaman Nilai Afektif pada Anak di Gayo

oleh

Oleh : Bahagia Hamka*

Kecanggihan Tenologi saat ini membawa dampak kemasyarakan yang sangat luar biasa, betapa tidak hampir setiap sendi kehidupan manusia telah memiliki kolerasi dengan teknologi, seminsal Sosial kemasyarakatan, pertanian, rumah tangga, perkebuanan, nelayan, pembangunan dan lain sebagainya, memiliki dampak positif bagi yang memandang dan memanfaatkan teknologi secara benar dan akan berdampak negatif bagi yang salah dalam pemanfaatannya, Arus kuat teknologi ini juga berpengaruh pada sendi-sendi pergeseran nilai.

Pada dasarnya masyarakat kita adalah sekelompok suku sosial yang amat sangat memiliki toleransi yang tinggi terhadap hal yang baru. Masyarakat memiliki daya serap yang tinggi terhadap hal yang pertama kali dilihat agar untuk dicap manuasia update. Dengan rasa penasaran yang sangat luar biasa mulailah mempelajari hal yang baru tersebut dan mulai menerapkan dalam kehidupan, apalagi hal baru tersebut dapat meringankan pekerjaan yang ditekuni. Masyarakat metro modern menyebut masyarakat tipe ini dengan istilah masyarakat konsuntif.

Tidak adanya pembatasan dan pemilteran informasi visual yang masuk kedalam masyakat mulai menunjukan hasil yang tak terduga sebelumnya. Pergeseran nilai-nilai syariat dan adat sudah mulai terpampang nyata dihadapan kita saat ini. Betapa tidak generasai pewaris yang seharunya mewarisi telah berubah arah seiring jaman. Banyak sudah yang tak lazim menjadi lazim dan yang tak layak menjadi layak. Tak dapat tergambarkan lagi situasi saat ini dengan kata-kata, seolah habis harapan untuk bisa mengembalikan seperti semula, tapi tentunya tidak.

“Wen, Enti osahko mutekar bulang ni Amamu, gelah mukemel ko anaku” begitulah dulu seorang anak diberi nasehat ketika akan dikirim untuk melanjutkan pendidikan ke negeri orang, kata tersebut menjadi sebuah spirit bagi anak tersebut dan berusaha melakukan yang terbaik yang dia mampu. Yang menjadi pertanyaan, apa masih ada ya pendidikan jiwa seperti itu saat ini? yang sering kita dapati dan rasakan adalah sms yang bernada penegasan. “Wen, sen nge ama transfer, usahanen genap sara mingu boh wen”. Itu merupakan contoh terkecil yang sudah lazim saat ini.

Kurangnya penanaman nilai Afektif dalam diri sebuah individu membuat pertahanan terhadapat perusakan mental menjadi lemah, jiwa goyah dan kurang berpendirian. Ini merupakan salah satu titik yang sangat amat rawan dan harus mendapat perhatian khusus dari stick holder. Penanaman pondasi nilai afektif yang kuat hendaknya dimulai dari tempat pendidikan pra-sekolah yakni keluarga. Keluarga merupakan ujung tombak dalam pendidikan seorang anak. Pondasi pola pikir seorang anak terbentuk dan terbangun secara otomatis dalam interaksi dengan keluarga selama awal pertumbuhannya sampai menjelang dewasa. Intinya keluargalah jaminan utama jiwa seorang anak itu nantinya berpegang pada syariat dan adat.

Demikian pemaparan sebuah kecemasan dari penulis, sebenarnya ungkapan kecemasan tersebut di buat sebagai gambaran bagi kita semua masyakat Gayo modern tentang keadaan kita saat ini, jangan lagi memandang remeh dengan apa yang terjadi sekarang, ditengah serangan yang dilakukan kafir dalam usahanya merusak moral dan memporak-porandakan syariat dan adat-istadat kita yang sudah mendarah daging dalam tubuh kita. Wassalam.

*Mahasiswa Program Pasca Sarjana STAIN Gajah Putih Takengon

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.