Tuduhan Makar Menyesatkan

oleh
Yofiendi Indah Indainanto*

Oleh: Yofiendi Indah Indainanto*

Yofiendi Indah Indainanto*

Tuduhan seperti apakah yang akan mengusik kehidupan bernegara, makar atau kudeta?, benarkah makar hanya diperuntukan untuk umat Islam?. Nilai dan konteks mengerucut pada kepentingan politik. Saat pengusaha politik telah mengalami ketakutan, yang akan terjadi adalah penyalahgunaan kekuasaan, ringan tangan dan kebal hukum. Anggap seperti itu, memikirkan keluh-kesah bisa jadi dituduh makar, karena bulum ada standarisasi seperti apa yang dikatakan makar oleh elit penguasaha. Wadahnya kan politik, sifat politik yang dinamis semua bisa membenarkan yang salah dan menyalahakan yang benar, hati-hati saja, sapa tahu anda bangian dari target incaran makar.

Tepat tanggal 31 maret atau disingkat 313, umat Islam kembali melakukan aksi bela Islam, dalam upaya membela agama yang mengalami penistaan dengan mengedepankan rasa kemanusiaan tinggi dalam kehidupan berdemokrasi. Jutaan umat Islam datang berbondong-bondong mengikuti jalanya aksi di pusat Ibukota. Ada sisi baik dalam aksi yang terjadi, bukan hanya persoalan agama, melainkan persoalan kepedulian umat terhadap jalanya proses demokrasi di negeri Ibu Pertiwi. Ada terbesit pertanyaan tentang aksi, apakah benar aksi  bela Islam itu hanya sebatas urusan Agam?, mana tahu ada sebagian orang menilai seperti itu.

Memulai dari kupas sejarah, tidak ada aksi sebulmnya didunia dalam membela agama seperti di Indonesia. kesan besar, hikmat, dan damai, hiyasan itu selau mengisi layar kaca dan pemberitaan di setiap media. Namun kembali kepertanyaan dasar benarkah itu hanya sebatas persoalan agama?. Secara politik negara, kasus seperti itu banyak terjadi di banyak negara dunia, seperti yang terjadi dinegara Arab beberapa tahun belakangan. Indonesia dengan berbagai bentuk karakter masarakatnya memiliki bebagai pandangan dalam berjuang, yang kesemua itu hanya mampu disatukan agama dan kecintaan terhadap bangsa.

Kehidupan negara demokrasi tidak terlepas dari kebebasan dalam menyampaikan pendapat. Menurut profesor  politik dari univeristas Yale Robert A Dahl. Idealnya sebuah sistem demokrasi harus memiliki, Persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang bersifat mengikat, Adanya partisipasi yang efektif yang setiap warga memiliki hak dan yang sama dalam pengambilan keputusan yang kolektif, Pembeberan kebenaran, yaitu adanya kesamaan peluang bagi setiap warga negara dalam rangka memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik serta pemerintahan secara logis, Kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya eksklusif bagi masyarakat untuk menentukan agenda mana yang harus maupn tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan tersebut kepada orang lain atau lembaga-lembaga yang dapat mewakili mereka, Pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat yang tercakup semua orang dewasaterkait dengan hukum.

Aksi bela Islam dari 411, 212, hingga yang terakir aksi 313. Akan terlalu kerdil kalau hanya melihat aksi yang terjadi itu hanya persolan agama dan bela agama, melainkan ini persolan sebuah kekuasaan politik dan eksistensi umat dalam kehidupan beragama. Banyak yang melihat, ada persolaan lambat dalam menangkap dan mempenjarakan para pelaku penistaan, seolah-olah negara sebesar Indonesia itu miliki segelintiran orang yang berkuasa, masyarakat hanya menjadi penonton melihat penguasa bermain drama. Melihat persolan ini, banyaknya suara-suara lantang dalam menyuarakan tidak ditanggapi serius, dan cenderung menyepelekan berbuntut aksi terus terjadi. Secara singkat aksi bela agama iya, aksi menuntut hak dan kewajiban sebagai warga negara itu yang menjadi penting dalam pengembangan permasalahan.

Alhasi para elit politik melakukan berbagai upaya dalam meredam aksi yang terjadi, tuduhan-tudahan tidak masuk akal terjadi seperti makar. Benarkan terjadi aksi tunggangan dalam aski bela Islam atau Polisi menyebutnya makar?. Sejauh ini aktivis-aktivis Islam dituding melakukan makar dalam aksi 411 seperti Kivlan Zen, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin, Rachmawati Soekarnoputri, dan Ahmad Dhani, Sri Bintang Pamungkas, Jamran dan Rizal. Polisi pun menuduh ada makar permufakatan yang dikatogorikan perbuatan delik formil. Artinya tidak perlu terjadi perbuatan makar itu, tapi dengan adanya suatu rencana-rencana, kesepakatan-kesepakatan permufakatan yang dilakukan oleh sekelompok orang, dapat dipolisikan.  Seperti hanyalah saat berbicara di warung kopi  dengan mengkeritisi pemerintahan dengan menuduh pemerintah telah gagal dalam menyelenggarakan negara, dan meminta mundur, hal ini sudah termasuk dalam upaya makar dan bisa ditangkap lalu dipenjarakan. Korbanya seperti Kivlan Zen, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin, dan Rachmawati Soekarnoputri.

Lalu ada makar berkaitan dengan konten dan isi seperti yang dituduhkan kepada Sri Bintang Pamungkas, Jamran dan Rizal yang berkaitan dengan konten di media sosial yang meyebarkan panghasutan kepada masyarakat luas, dan  menghujar kebencian terhadap isu-isu sara. Mereka pun terancam dengan pasal 28 ayat 2 UU informasi dan transaksi elektronik. Didunia media, ada seseorang dengan lantang menghina agama Islam dan disebarkan, yang kontennya menyinggung masalah sara, beberapa banyak yang anda jumpai?, jika memang seperti itu kenapa banyak yang masih berkeliaran para pelakunya?. Bagaimana bila ada seorang keritikus mengatakan “pemerintah telah gagal dalam meningkatkan kesejateraan masarakatnya dan menuntut untuk mundur para pemimpin”, apakah ini bentuk makar dalam bentuk konten dan isi?, jawablah.

Penggulingan kekuasaan yang sah seperti apa yang dimaksudkan? Ataukah makar hanya berlaku hanya untuk umat Islam saja?. Mungkinkah makar sengaja diciptakan untuk kepentingan teror intelejensia dalam peralihan isu yang berusaha mendiskreditkan umat Islam?. Aksi 313 menjadi titik jawaban benarkah itu semua, skenario apa yang akan diciptakan dalam mengubah persepsi yang berkembang dimasyarkaat. Penangkapan Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al-Khaththath serta Zainudin Arsyad, Irwansrah, Veddrik Nugraha alias Dikho, dan Mar’ad Fachri Said alias Andre menjelang aksi 313 didekat istanah, seolah menggambarkan adanya kesamaan pada saat jaman orde baru. Penangkapan dilakukan mendekati kesamaan dengan penculikan karena metode penangkapan yang dilakuan, meski pihak Polisi membantah itu dengan mengatakan itu bagian dari strategi penangkapan.

Sepakatkah tuduhan makar itu bentuk menyesatkan, dengan konteks subtantif dari sebuah pesan yang disampaikan. ada banyak sarat muatan politik didalamnya yang membuat keresahan didalam pemerintahan. Disebuah rumah, saat seorang anak menyampaikan pendapat tentang perilaku ayah yang tidak adil terhadap anaknya, lalu ayah tersebut justru memarahi dan menghukum. Apa yang akan tejadi, melawan, dia atau pasrah?, Nilai lah sendiri, bedakan mana nilai dan kepentingan.

Belajar dari kasus Daniel Maukar  yang melakukan aksi makar menggunakan pesawat tempur menyerang istana negara dan upaya pembunuhan persiden Sukarno dan diancam hukuman mati, akhirnya mendapat pengampunan dari Sukarno pada tahun 1964, hingga akhirnya dihukum 8 tahun penjara. Lalau bagaimana yang dilakukan dengan persiden saat ini?. jauh berbeda dengan kondisi saat ini, dimana ada upaya pengekangan yang dilakukan elit penguasa terhadap kebebasan menyampaikan pendapat. Indikasinya rakyat dibuat patuh dengan kehendak penguasa, yang tidak sepaham akan dihilangan, dengan cara moderen, bisa pembunuhan karakter atau karir, keduanya memiliki pengaruh besar dalam kehidupan.

Bagaimana menentukan logika ditengah kebebasan berpendapat, benar bebas harus dibatasi, bukan sebebas-bebasnya. Namun konteks kebebasan seperti apa yang harus dibatasi?, apakah penguasa itu yang menentukan kebebasan dengan memikirkan kepentingannya. Sebagai bangsa berbudi, menuduh yang bukan-bukan telah melanggar nilai budaya sebagai masyarakat bebudi luhur, seseorang tidak akan mengatakan kotor kalau dia tidak dikotori. Di Agama Islam makar itu bukan bagian ajaran Islam, bahkan dilarang, umat Islam selalu menjunjung tinggi pemimpin dan menghormatinya. Tidak ada upaya menggulingkan pemimpin, namun hal itu bisa saja terjadi mana kala pemimpin itu tidak amanah (tergantung situasi).

*Penulis adalah mahasiswa Komunikasi penyiaran FISIP UMSU,  akktif menulis dimedia surat kabar harian kota medan, Fotografer jurnalistik. tinggal di Kampung paya dedep, jagong Jeget. kumpulan tulisan bisa dilihat di blog pribadi Yofiendi21.blogspot.co.id atau bisa dihubungiYofiendi@gmail.com

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.