Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*
“Negeri atas awan telah melahirkan pemimpin baru dan rakyatnya merindukan pemimpinnya sebagai pemimpin celolet.”
Usai sudah pertikaian antar pendukung calon bupati/wakil bupati diputaran Pilkada serentak 2017, karena sang juara telah lahir ditengah-tengah masyarakat yang telah memilihnya dengan suara hati nurani ataupun dengan suara uang yang dibayar. Kini dua kabupaten dengan julukan negeri diatas awan yang kaya akan sumber daya alamnya yakni Bener Meriah dan Aceh Tengah akan dipimpin oleh sosok baru, tenaga baru maupun pemikiran baru dalam menakhodai negeri atas awan ini menuju kejayaan yang gemilang lima tahun kedepan.
Negeri atas awan adalah negeri yang subur dan pastinya juga sumber daya alamnya melimpah, daerah yang kaya ini akan selamat jika ditangani oleh pemimpin yang pandai merawatnya dengan baik dan akan menghasilkan kesejahtraan bagi masyarakatnya namun apabila tidak pandai merawat daerah yang kaya ini maka daerah ini hanyalah ibarat emas dalam sangkar.
Hasil dari Pilkada serentak 2017, negeri atas awan melahirkan pemimpin baru alias bukan petahana jadi seluruh masyarakat Gayo mengharapkan nan merindukan betul pemimpin yang terpilih menjadi pemimpin yang celolet (cerdas, loyal dan tidak lelet) bukan pemimpin yang mementingkan urusan kelompok apalagi urusan perut, nepotisme, korupsi dan lain-lain yang tidak layak disandang sebagai seorang pemimpin yang dapat merugikan masyarakat.
Pemimpin mempunyai tanggung jawab yang berat dan setiap pemimpin pasti mempunyai gaya/model dalam memimpin untuk melaksanakan amanahnya tersebut. Lihat saja para tokoh dunia dalam memimpin mempunyai khas masing-masing, seperti Nelson Mandela dari Afrika, pemimpin yang mempunyai karisma meskipun dalam kadar yang rendah seperti Napoleon Bonaparte dan lain-lain yang bisa kita ulas dalam sejarah.
Begitu juga di Indonesia, menurut teori pemimpin di Indonesia mempunyai beberapa gaya dalam memimpin seperti: a). Gaya paksaan, seorang pemimpin memaksa pengikutnya untuk melakukan hal-hal yang dikehendakinya; gaya ini disebut dengan gaya tirani. b). Gaya tipuan atau bujukan, seorang pemimpin membujuk pengikutnya untuk memutar balikkan fakta atau memalsukan kenyataan. Dalam gaya ini ia memanfaatkan kebodohan atau ketidaktahuan pengikut-pengikutnya, gaya ini disebut dengan gaya manipulatif. c). Gaya transaksi atau jual beli, disini seorang pemimpin membeli ketaatan pengikut-pengikutnya. Gaya ini begitu khas di bangsa tercinta kita ini, siapa yang dekat dengan pemimpin maka akan diberikan jabatan. Tim Sukses dalam kampanye pastinya akan mendapatkan bonus ataupun proyek dari apa yang mereka kerjakan selama kampanye.
Selanjutnya gaya pemimpin di Indonesia yang begitu langka di bumi pertiwi ini ialah gaya keteladanan atau menjadi panutan bagi pengikut-pengikutnya maupun seluruh rakyatnya. Inilah empat gaya pemimpin yang ada di Indonesia, kemudian pertanyaannya ialah; gaya pemimpin seperti apa yang dirindukan oleh masyarakat Gayo bagi pemimpin yang terpilih di dua kabupaten negeri atas awan (Bener Meriah dan Aceh Tengah) ?
Bagi penulis sendiri, apa yang telah di tulis diatas bahwa pemimpin yang baru semoga bisa menjadi pemimpin yang celolet bukan pemimpin yang nepotisme, tirani apalagi dengan gaya menipu.
Pemimpin cerdas yakni cerdas dalam menyelesaikan segala masalah dengan cepat dan bijak, pemimpin itu memang harus pintar namun yang lebih penting ialah pemimpin yang cerdas. Pada saat zaman pragmatis ini begitu banyak pemimpin yang pintar namun sangat disayangkan kepintarannya itu digunakan untuk menipu rakyatnya sendiri demi mengembalikan uang kampanye yang telah terkuras banyak dengan angka fantastis.
Loyal dalam memimpin itulah harapan bagi masyarakat kepada pemimpin yang terpilih, loyal disini bukan loyal pada partai, kelompok ataupun yang punya kekayaan namun loyal pada rakyat miskin untuk memperhatikan kehidupan mereka. Loyal dengan ucapan mereka yang keluar dari lisan saat kampanye dulu yang memberikan program-program yang aduhai membuat rakyat begitu terpesona, bukan hanya mengumbar janji tapi ditepati apa yang telah dijanjikan jangan sampai apa yang dikatakan oleh Nikita Krushchev “Para politisi sangat jenius dalam hal mengumbar-umbar janji saat kampanye, bahkan dia berani berjanji membangun jembatan, bahkan ketika tidak ada sungai sekalipun.” Sekali lagi rakyat membutuhkan pemimpin yang loyal terhadap rakyat khususnya pada rakyat miskin.
Dibalik orang yang berada dalam kekurangan ia selalu memandang langit dikegelapan malam dan meneteskan keringat disiang hari, ia juga pandai dalam melantukan kata-kata yang menyayat hati bahwa ia selalu berkata: “Malam tiba, mata mulai tertutup, disela-sela lampu yang remang, hati berbisik. Makan apa esok hari, beras tidak ada, anak-anak sekolah, uang dikantong juga habis. beras rakyat miskin, uang bantuan, dana sekolah untuk rakyat miskin,kemana ya ?. Di dalam penderitaanku ini, apakah pemimpinku memikirkan aku dan mau membantu aku. Jika pemimpin tidak loyal pada rakyat miskin ia akan akan selalu melantunkan kata-katanya yang menyayat hati dan pemimpinya tidak pernah mendengargarnya seakan-akan ia tuli padahal ia mendengar.
Pemimimpin harapan rakyat Gayo pemimpin yang cerdas, loyal dan yang terakhir ialah pemimpin yang tidak lelet. Tidak lelet dalam memajukan daerah yang terkenal dengan kopi ini. Kerja, kerja dan kerja itulah kata yang harus diadopsi oleh pemimpin terpilih kita dari simbol kerja Presiden fenomenal Jokowi.
Akhir dari tulisan ini bahwa penulis disini bukanlah orang yang sudah paham betul tentang kepemimpinan tapi harapan dari penulis hanyalah ingin melihat Negeri atas awan
bisa tersenyum dengan rakyatnya yang sejahtra dan daerahnya maju dengan gemilang melalui sosok pemimpin yang Celolet( cerdas, loyal dan tidak lelet). Selain dari pemimpin celolet tersebut semoga dari empat gaya pemimpin diatas ada pada pemimpin terpilih yaitu gaya pemimpin dengan keteladanan yang baik sehingga bisa mengalir kepada generasi muda dataran tanah tinggi Gayo.
#WelcomePemimpinCelolet
*Penulis: Mahasiswa Aqidah Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh.