Salman Yoga S
Di ujung tebing batu tepi gelombang
kutemukan catatan malem dewa mengabur di hulu mata air, bening
selembar rambut putri hijau melilit ke akar ilalang
tambatan yang ironi
Nelayan-nelayan merengkuh pekat malam
dalam bias cahaya petromaks yang padam
ikan-ikan depik menghampiri jaring menjeratkan diri
dan menggelepar
Dimanakah perahu malem dewa yang dihanyutkan asmara
dimana sirih dan batil inen keben yang mengandung mantra
hingga riak seperti menjelma menjadi gulungan dendam
pinus-pinus tua mengacungkan daunnya ke udara
memberi isyarat bahwa hutan dan belantara kini kian menyepi
daririmbanya
danau lut tawar menguak dan menguap lelah
sejarah telah menghanyutkan kenangannya
manusia telah melarungkan akar-akar sejatinya
hingga tinggallah sungai peusangan
dengan alir sedunya ke samudra
danau lut tawar: salam dari hujan
yang tak lagi punya tempat tuk singgah
Takengon, 2006
* Dipetik dari buku Antologi Puisi “White Orchids Gayo Soil”, 2016.