Sudahkah Anda Menebar Kebencian di Medsos?

oleh
Ilustrasi

Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*

Orang yang menebar kebencian di media sosial adalah orang yang tidak menggunakan akal sehatnya dalam berpikir”

ORANG banyak yang lupa bedanya kritik dan menghina. Orang tak bisa memilah mana kritik mana menghasut, mana kritik mana ujaran kebencian, mana kritik, mana makar. Demikian yang diucapkan Presiden RI Jokowi. (Kompas.com 21/12/16).

Pernyataan Jokowi tersebut memberikan pelajaran yang penting kepada kita selaku rakyat Indonesia untuk bisa memilah antara kritik dan menghasut karena kedua hal tersebut sangatlah berbeda. Mengkritik ya boleh saja, karena dengan  kritikan tersebut sebuah manajemen dalam pemerintahan maupun organisasi bisa diperbaiki dengan baik tapi sebahagian orang yang gagal paham terhadap makna kritik ini maka ia akan menggunakan argumen bahwa negara ini adalah negara demokrasi  jadi apa saja boleh dilakukan dengan sebebasnya.

Berbicara masalah kebebasan, seorang tokoh liberalis bernama John Stuart Mill dalam gagasannya mencirikan pentingnya kebebasan individu terhadap individu tersebut, kebebasan adalah hak yang layak dimiliki oleh setiap individu. Dalam kebebasan tersebut JS Mill membatasi kebebasan tersebut dalam tiga hal yaitu: kebebasan berbicara, kebebasan mencari pekerjaan dan kebebasan berkumpul.

Bangsa yang menganut demokrasi seperti bangsa tercinta kita ini kebebasan berbicara adalah hak bagi semua rakyat dihadapan publik, ketika hak rakyat tidak dipenuhi oleh penguasa maka suara dari  rakyat bisa saja mengudara kapanpun dan dimanapun. Ketika kebebasan berbicara terlalu kebablasan dalam makna kebebasan maka orang bisa saja  berbicara apa saja tanpa memandang apakah yang ia ucapkan bermoral atau tidak.

Dengan derasnya arus tekhnologi di era kekinian menjadikan kebebasan berbicara itu beralih ke media sosial baik itu di facebook, twitter, blog dan lain sebagainya dan tidak ketinggalan juga para blogger memberikan tulisan-tulisannya di kolom-kolom media online.

Yang menjadi tantangan bangsa Indonesia yang menganut paham demokrasi ini ialah sekelompok orang yang menebar kebencian, menghasut dan menghina di media sosial tanpa mengindahkan moral. Dan yang lebih menyedihkan lagi ialah para intelek atau yang sudah maupun yang lagi mengeyam dibangku kuliah masih saja termakan berita-berita hoax kemudian disebarluaskannya dimedia sosial tanpa megetahui kebenarannya  terlebih dahulu atau mencari kebenarannya dari berbagai macam referensi.

Media sosial sepertinya menjadi kompetisi menebar kebencian, menghasut dan menghina. Bagi orang-orang yang suka menebebar kebencian di media sosial tak usah dihiraukan dan abaikan  saja asalkan dia puas setelah menebar kebencian  atau  ia ingin  menjadi aktivis tertentu karena orang yang suka menebar kebencian dirinya sedang bermasalah  terhadap dirinya sendiri atau ia tidak menggunakan akal sehatnya  dalam berpikir.

Mungkin dulu kita juga pernah menjadi orang yang suka menebar kebencian dimedia sosial namun dengan seiring berjalannya waktu telah  banyak kita ketahui, kita lihat dan kita analisis segala fenomena yang terjadi dibangsa kita ini maka cara berpikir kitapun berubah ke arah  yang lebih baik dengan mengedapankan berpikir rasional bukan berpikir emosional.

Mengkritik pemerintah atau yang lainnya  bisa saja asalkan dilakukan dengan benar atau mengedepankan nilai-nilai kesopanan, penulis juga pernah mengkritik pemerintah atau para politisi dinegeri ini tapi bukan dengan menebar kebencian, menghina apalagi menghasut tapi dengan ungkapan-ungkapan satire melalui tulisan-tulisan dibeberapa blog.

Sementara menebar kebencian, menghina  dan  menghasut itu bukanlah mengkritik tapi meruntuhkan rasa persaudaraan dan persatuan  antar anak bangsa dibumi pertiwi ini, oleh karena itu bagi yang mempunyai akal sehat tak mungkin  mereka melakukan itu dengan sadar hanya orang-orang yang tak sadar ataupun yang tak mempunyai akal sehat yang melakukan menebar kebencian  dimedia sosial karena mengkritik dan menebar kebencian, menghina dan  menghasut adalah hal yang berbeda. Kritikan  itu perlu selama untuk kemajuan bersama, daerah dan bangsa Indonesia.

Semoga catatan singkat ini bermanfaat bagi pembaca sehingga merubah cara berpikir kita ke arah yang rasional khususnya bagi penulis sendiri.[]

*Penulis: Kompasianer & Blogger, Mahasiswa Prodi Aqidah Filsafat Islam.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.