Penulis Berhonor Kentang dan Cabe

oleh

Catatan : Fathan Muhammad Taufiq *)

Sejak aktif (kembali) menulis di beberapa media cetak maupun on line tahun 2013 yang lalu, saya memang mulai fokus untuk menulis tentang pertanian, penyuluhan dan ketahanan pangan, karena bidang itu terkait dengan tugas pokok dan profesi saya di bidang penyuluhan pertanian. Selain karena pertimbangan profesi, saya juga melihat bahwa bidang pertanian dan ketahanan pangan merupakan bidang yang sangat jarang “dilirik” media, khususnya di daerah tempat saya bertugas. Salah satu sebabnya, mungkin karena nyaris tidak ada insan pertanian yang mau eksis di media, atau setidaknya peduli dengan publikasi dan penyebaran informasi pertanian di media.

Banyak potensi pertanian yang kemudian luput dari publikasi, begitu juga kiprah petani dan penyuluh pertanian yang telah menunjukkan peran aktif mereka dalam pembangunan pertanian, nyaris tidak pernah “terangkat” ke media, sehingga kiprah mereka tidak pernah diketahui oleh publik. Kondisi seperti itulah yang melatar belakangi saya untuk kemudian mulai “terjun” ke dunia “jurnalistik pertanian”, meskipun saya sendiri sebetulnya belum berani menyebut diri sebagai seorang jurnalis, karena kiprah saya di media baru terbatas sebagai seorang kontributor berita atau artikel pertanian.

Tidak terasa sudah lebih 4 tahun saya berkenalan dengan berbagai media yang selama ini eksis memuat tulisa-tulisan saya, baik berupa opini maupun liputan berita. Sebuah kebetulan mungkin, karena tuntutan tugas, saya sering turun ke lapangan untuk melakukan pembinaan dan penyuluhan kepada petani, dan setiap kali turun ke lapangan, selalu saja ada berbagai hal yang menurut saya menarik untuk diangkat menjadi sebuah tulisan. Menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri, ketika kemudian tulisan saya dibaca oleh orang banyak, meskipun dikalangan tempat tugas saya sendiri saya nyaris tidak pernah mendapat apresiasi, tapi tetap merasa bersyukur karena lewat tulisan-tulisan yang saya buat, akhirnya publik tau tentang potensi pertanian di daerah ini, begitu juga dengan kiprah para petani dan penyuluh pertaniannya. Bahkan bukan cuma publik lokal yang kemudian mengapresiasi, tapi juga masyarakat dari seluruh pelosok negeri, karena saya juga “bermain” di media pertanian berskala nasional.

Terkait dengan aktifitas menulis, secara finansial, terus terang saya nyaris tidak pernah mendapat fasilitas dari instansi tempat saya bekerja selama ini, semua saya lakukan secara swadaya, mulai dari biaya paket internet, biaya ketika melakukan liputan ke lapangan, sampai perangkat keras dan lunak computer, saya gunakan fasilitas pribadi. Tidak jarang saya harus menggunakan fasilitas warnet untuk mengirimkan tulisan-tulisan saya, itu sering saya lakukan ketika saya kehabisan paket pulsa internet, sementara isi dompet sedang “mepet”.

Tapi saya selalu berprinsip, setiap pengorbanan, pasti akan membuahkan hasil, dan belakangan hal itu sudah terbukti, saya semakin dapat merasakan “nikmatnya” menulis. Selain semakin banyak teman dan relasi dari berbagai daerah, beberapa media cetak yang sering “menampung” tulisan-tulisan saya, secara rutin juga mengirimkan honor untuk saya. Meski nominalnya mungkin tidak terlalu besar, tapi bagi saya merupakan berkah yang luar biasa, karena saya bisa memperoleh pendapatan tambahan secara halal, tanpa meninggalkan tugas pokok saya.

Semakin banyak tulisan saya yang dimuat di media, semakin banyak pula orang yang mengenal saya sebagai penulis, termasuk dari kalangan petani, sampai-sampai ada yang menyebut saya sebagai “wartawan pertanian”. Agak lucu memang, karena setiap kali melakukan liputan, saya jarang menenteng kamera, karena saya memang nggak punya kamera bagus, paling-paling hanya berbekal sebuah android yang saya beli dari honor menulis saya. Ada juga kamera inventaris kantor, tapi saya nyaris tidak punya akses untuk menggunakannya, mungkin karena pimpinan instansi saya selama ini memang tidak punya kepedulian terhadap pentingnya publikasi pertanian, dan itu sangat saya maklumi.

Angin segar mulai dapat saya rasakan ketika terjadi perubahan struktur organisasi satuan pemerintah daerah di awal tahun 2017 ini. Pimpinan instansi saya yang baru, kelihatannya cukup rsponsif dengan apa yang sudah saya lakukan selama ini. Bahkan beliau sudah menanyakan apa kebutuhan yang saya perlukan untuk aktifitas menulis di media, dan berjanji akan memfasilitasinya. Mudah-mudahan apa yang beliau janjikan itu bisa segera terealisasi, sehingga saya bisa melakukan liputan dan menulis dengan nyaman dengan fasilitas yang memadai.

Predikat “wartawan pertanian” yang kadung melekat pada diri saya, meski awalnya saya merasa canggung dengan sebutan itu, tapi ternyata membawa berkah juga bagi saya. Banyak kelompok tani yang kemudian menghubungi dan mengundang saya ketika ada aktifitas mereka yang butuh peliputan, mulai dari acara penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman sampai dengan waktu panen. Kalau tidak sedang ada kesibukan di kantor, biasanya saya segera meluncur ke lokasi, dan sambutan hangat dari para petani selalu saya terima saat saya mengunjungi mereka.

Disitulah saya dapat melihat ketulusan para petani, yang begitu menghargai keberadaan saya, tidak jarang mereka sudah menyediakan jamuan makan khusus untuk saya. Bercengkerama dengan para petani di tengah sawah atau kebun dan lahan pertanian lainnya, memang sangat mengasyikkan, udara segar di tengah hamparan tanaman yang menghijau, atau padi yang sedang menguning, adalah paduan suasana yang sangat menyenangkan, sehingga ide untuk menulis semakin bermunculan di benak kepala saya, apalagi saya dapat melakukan interview langsung.

Yang kemudian sering membuat saya terharu, setiap kali selesai melakukan liputan, para petani tidak lupa memberikan oleh-oleh hasil pertanian mereka untuk saya bawa pulang. Ada kalanya pulang meliput saya membawa pulang sekarung kentang atau kol, seplastik besar cabe atau tomat, sekeranjang jeruk atau markisa yang tentu saya membuat isteriku merasa senang karena bisa berhemat belanja. Ketulusan petani juga terlihat, ketika kadang-kadang tanpa diduga, mereka mengantar sekarung beras, setandan pisang atau setumpuk sayuran ke rumah saya, itu yang selalu membuat saya begitu terharu. Meski di kantor nyaris tak pernah mendapat apresiasi, tapi ternyata penghargaan luar biasa sudah ditunjukkan oleh para petani yang selama ini menjadi obyek dan subyek dari tulisan-tulisan saya.

Meski bukan berupa uang, tapi “honor” yang diberikan oleh para petani itu sangat berkesan bagi saya, bukan karena materialnya, tapi lebih karena saya melihat ketulusan dan keikhlasan mereka yang begitu menghargai orang lain. Bahkan bagi saya, oleh-oleh dari para petani itu lebih berharga daripada honor yang saya terima dari media, karena selain bermanfaat bagi keluarga saya, itu juga bisa jadi sarana untuk mempererat silaturrahmi antara saya dengan para petani. Dan kalau ada penulis yang “honornya” berupa kentang atau cabe, mungkin saya, adalah satu-satunya, haha.

*) Penulis dan kontributor berita/artikel pertanian di beberapa media cetak dan online.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.