Himapas Desak Kejati Usut Temuan BPK di Aceh Singkil

oleh

Banda Aceh-LintasGayo.co : Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Aceh Singkil (HIMAPAS) mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) setempat untuk mengusut sejumlah temuan BPK-RI di Aceh Singkil pada tahun 2014 dan tahun 2015 yang berpotensi merugikan Negara puluhan milyar rupiah. Hal ini disampaikan ketua HIMAPAS, Syahrul Manik kepada media, Rabu (25/01/2017).

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Aceh Singkil Tahun 2014 Nomor 24.B/LHP/XVIII.BAC/07/2015 ditemukan beberapa persoalan mendasar yang melanggar hukum pada DPKKD Aceh Singkil.

“Salah satu temuan BPK RI pada tahun 2014 yaitu terkait pemberian hibah dan bantuan sosial kepada penerima bantuan tidak disertai dengan fakta integritas yang menyatakan bahwa dana bantuan yang diterima akan digunakan sesuai dengan yang diperjanjikan,” ujar Syahrul.

Menurut Syahrul, dari realisasi belanja hibah kepada badan/lembaga/organisasi swasta sebesar Rp3.122.000.000, sebesar Rp395.000.000 atau 12,65% diantaranya belum dipertanggungjawabkan serta dari total realisasi belanja bantuan sosial kepada organisasi kemasyarakatan sebesar Rp204.750.000,00, diantaranya disalurkan kepada penerima yang sebenarnya bukan merupakan kategori penerima belanja bantuan sosial sebesar Rp162.250.000. belanja hibah yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 395.000.000,00 tidak dapat diketahui penggunaannya dan berpotensi digunakan tidak sesuai tujuan pemberiannya.

“Hal tersebut telah melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, Pasal 133 ayat (2), dan Peraturan Bupati Aceh Singkil Nomor 38 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban serta Monitoring Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan
Keuangan,” sebutnya.

Tidak hanya itu, ironisnya lagi kata Syahrul, pada tahun 2015 kembali ditemukan sejumlah pelanggaran terkait bantuan hibah di Aceh Singkil. Berdasarkan Laporan Realisasi Belanja Hibah pada PPKD diketahui bahwa Belanja Hibah yang diantaranya dialokasikan dalam bentuk uang dengan anggaran sebesar Rp3.135.000.000,00 dan telah direalisasikan sebesar Rp3.015.000.000,00 diberikan kepada 44 penerima hibah. Sementara itu, Sisa anggaran Belanja Hibah sebesar Rp 26.757.251.423,00 direalisasikan dalam bentuk barang dengan realisasi sebesar Rp 25.581.599.485,00. Hibah tersebut dianggarkan pada belanja barang/jasa yang akan diserahkan kepemilikannya kepada pihak ketiga/masyarakat dalam bentuk program dan kegiatan pada enam SKPD.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK-RI terhadap dokumen Belanja Hibah dan Belanja Barang dan Jasa, untuk hibah yang disalurkan dalam bentuk uang, BPK menemukan adanya pelanggaran Pemberian Belanja Hibah yang berulang kepada Penerima Hibah yang sama selama dua hingga tiga tahun berturut-turut dan terlambatnya penerima hibah menyampaikan pertanggungjawaban sebesar Rp. 790.000.000 dan belum mempertanggungjawabkan sebesar Rp. 625.000.000, serta adanya penyaluran terhadap dua penerima hibah tidak dilakukan dengan mekanisme NPHD,” katanya.

Sementara itu, untuk bantuan hibah yang diserahkan dalam bentuk barang, BPK-RI menemukan hibah berupa barang yang tidak ditetapkan dalam SK Bupati sebesar Rp. 13.172.244.800, kesalahan pencatatan realisasi belanja hibah berupa barang sebesar Rp. 322.213.000, dan masih terdapat hibah barang yang diserahkan pada tanggal 7 Maret 2016 senilai Rp. 3.363.845.049 yang tidak dicatat dalam persediaan pada Neraca Dinas Syariat Islam, namun telah di catat sebagai beban persediaan hibah pada Laporan Operasional.

Kondisi ini menurut Syahrul, jelas-jelas bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 133 ayat (2), dan juga Peraturan Bupati Aceh Singkil Nomor 38 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bupati Aceh Singkil Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban serta Monitoring dan Evaluasi Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.

“Persoalan dana hibah tahun 2015 ini mengakibatkan tertib adminsitrasi, akuntabilitas, dan transparansi pengelolaan Belanja Hibah belumtercapai dan pemborosan keuangan daerah dari pengeluaran hibah uang kepada penerima hibah yang berulang/sama sebesar Rp. 1.465.000.000. Tidak hanya itu, bahkan adanya potensi penyalahgunaan pengeluaran hibah sebesar Rp. 13.797.244.800, terdiri dari penyaluran hibah uang sebesar Rp. 625.000.000 yang belum dipertanggungjawabkan oleh penerima hibah, penyaluran hibah barang sebesar Rp. 13.172.244.800 yang belum di tetapkan dalam SK dan NPHD,” tambah Syahrul.

Himapas sebagai civil society secara tegas menyatakan prihatin terhadap persoalan hibah di Aceh Singkil yang sangat berpotensi KKN. Sungguh ini persoalan yang tidak bisa dibiarkan begitu saja dan harus ditindaklanjuti sesuai aturan hukum.

“Kami minta kejaksaan tinggi turun tangan untuk mengusut persoalan tersebut mengingat pihak penegak hukum di Aceh singkil terkesan hanya tutup mata terkait indikasi-indikasi korupsi yang ada di bumi Syekh Abdur Rauf As-Singkily,” tegas Syahrul.

Terdapatnya Kesalahan Penganggaran di Aceh Singkil Pada Tahun 2015 Sebesar Rp. 45, 8 Miliyar

Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Aceh Singkil (HIMAPAS) juga mendesak agar pihak kejaksaan tinggi Aceh mengusut tuntas terdapatnya K0kesalahan Penganggaran di Aceh Singkil Pada Tahun 2015 Sebesar Rp. 45, 8 Miliyar rupiah.

Ketua Himapas Syahrul Manik menerangkan bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Nomor : 5.C/LHP/XVIII.BAC/05/2016 disebutkan bahwa di dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Tahun Anggaran 2015 (unaudited), Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil menganggarkan Belanja Daerah sebesar Rp. 838.701.625.255,14 dengan realisasi sebesar Rp. 767.679.640.198,52 atau 91,53% dari anggaran.

“Salah satu komponen dari Belanja Daerah tersebut adalah Belanja Operasi – Belanja Hibah yang dianggarkan sebesar Rp29.892.251.423,00 dengan realisasi sebesar Rp28.596.599.485,00 atau 95,33% dari anggaran. Sedangkan komponen Belanja Daerah lainnya adalah Belanja Modal yang dianggarkan sebesar Rp363.059.955.699,80 dengan merealisasi sebesar Rp 314.286.043.928,00 atau 86,57% dari anggaran,” terang Syahrul.

Dijelaskan dalam laporan tersebut, lanjut Syahrul, Hasil pemeriksaan terhadap Register SP2D menunjukkan bahwa Alokasi anggaran Belanja Modal pada Dinas Pendidikan dan Dinas Pekerjaan Umum tidak sesuai dengan substansinya yaitu pekerjaan pengadaan bangunan, jalan serta peralatan dan mesin. Pengadaan tersebut merupakan barang yang akan diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga senilai Rp.45.676.311.417.

“Hal ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015 Uraian Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2015, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dalam PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran Paragraf 37, dan Bultek 04 Pengungkapan Belanja Pemerintah. Hal ini mengakibatkan penganggaran belanja modal dan belanja hibah tidak menunjukan kondisi yang sebenarnya, Realisasi Belanja Modal sebesar Rp. 45.676.311.417 tidak dapat dikonversi sebagai penambah asset tetap di neraca,” papar Syahrul.

Himapas meminta pihak penegak hukum untuk lebih tegas mengusut temuan-temuan BPK-RI tersebut karena berpotensi sangat merugikan keuangan daerah.

(SP)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.