Cinta Dalam Secangkir Kopi Arabica Gayo (Bagian-1)

oleh

Cinta Dalam Secangkir Kopi Arabica Gayo

Oleh : Beti Nanda Sari*

“Devi !! Devi !! ayo buruan”, teriak keisha.

Suara Keisha yang cukup keras membuat telingaku seakan mau pecah.

“Iya Keisha, tunggu sebentar kenapa !”, sahutku.

Seperti inilah kebiasaan Keisha jika menemuiku.

Perkenalkan namaku Devi Ulandari, aku berasal dari Aceh tepatnya di Dataran Tinggi Gayo, saat ini aku melanjutkan study S1 di universitas ternama di Aceh. Iya, aku mempunyai sahabat bernama Keisha, hampir setiap sore ia berkunjung kerumahku hanya untuk memintaku menemaninya membeli secangkir kopi.

Berbicara tentang kopi, sahabatku yang satu ini suka sekali dengan yang namanya kopi. Ini bermula saat dulu ibuku menawarinya kopi dan itu berlangsung hingga saat ini.

Sempat terlintas di benakku,apa nikmatnya secangkir kopi sampai membuat Keisha begitu bersemangat meminumnya. Tak berapa lama kami pun pergi menuju cafe tempat biasa kami kunjungi. Setibanya di cafe tersebut, Keisha nampak bersemangat memesan secangkir kopi.

“Permisi mas, saya mau pesen secangkir kopi hitam”,kata Keisha sambil melambaikan tangan.

“Oh iya mas, jangan lupa tambahkan cream di atas kopinya”,tambahku.

“Haha, iya mas jangan lupa ya”, jawab Keisha.

Aku memang mengetahui kesukaan Keisha karena tanpa cream diatas kopi menurutnya tidak nikmat.

“Mbak sendiri, mau pesan apa?”, tanya pelayan padaku.

Belum sempat aku menjawab, Keisha sudah memesan untukku

“Kalau dia mas, kasih aja teh dingin, itu favoritnya mas”, jawab Keisha sambil tertawa geli.

Aku hanya memandang Keisha dengan wajah murung tanda tak suka melihat tingkahnya.

Tak berapa lama, pesanan pun tiba. Dengan sigap Keisha mengambil secangkir kopi, ia meminumnya masih dalam keadaan panas. Terkadang aku geli melihatnya. Namun ia pernah bilang padaku, kopi itu lebih nikmat saat kita meminumnya dalam keadaan hangat karena menurutnya aroma dan rasa kopi masih sangat berasa.

Kutatapi perlahan-lahan wajah Keisha

“Apa yang membuatnya begitu menikmatinya? Bukankah kopi itu pahit? Dan pastinya akan membuat gigi kita terlihat hitam?”, tanyaku dalam hati.

Iya, aku memang belum pernah sekalipun mencicipi kopi, meskipun orang tuaku di rumah juga sering meminum kopi. Aku belum sanggup menerima keadaan seperti Keisha.

Waktu terus berlalu, liburan semester pun tiba. Aku pun berencana untuk kembali ke rumah.

Kukemas segala barang bawaanku dan betapa senangnya aku, karena aku tak perlu menemani Keisha menikmati kopi lagi walaupun hanya untuk sementara waktu. Tak apalah ini juga sudah lebih dari cukup, aku bisa terbebas dari yang namanya kopi. Malam pun tiba waktunya untuk berangkat.

Butuh waktu 8 jam untuk sampai ke rumahku. Sepanjang perjalanan aku hanya tertidur.

Keesokan paginya, kubuka mataku perlahan-lahan udara dingin nan sejuk menyambut kehadiranku. Kutatapi jendela, mataku langsung tertuju pada barisan pohon kopi nan indah berjejer rapi.

Iya, inilah desaku, desa yang berada di salah satu bagian punggung pegunungan, barisan bukit yang membentang sepanjang pulau Sumatera yang biasa disebut negeri di atas awan inilah desaku Dataran Tinggi Gayo.

Sesampainya di rumah, kuletakkan barang bawaanku dan kupeluk kedua orang tuaku. Bahagianya bisa kembali berkumpul bersama keluargaku.

Keesokan harinya,aku mulai beraktifitas setelah seharian beristirahat.Tiba-tiba saja ayah memanggilku.

“Kak, tolong buatkan kopi ya !”,kata ayahku.

Dengan wajah terkejut aku pun beranjak membuat kopi.

“Haruskah aku membuatnya?, kenapa harus bertemu dengan kopi lagi?”,tanyaku dalam hati.

Perlahan-lahan ku ambil cangkir, gula,kopi dan air hangat, lalu ku aduk menjadi satu. Aku tak mau mencicipi rasanya, kupanggil ibuku untuk mencicipinya.

“Ibu, tolong cicipi ya!”, pintaku.

“Kamu itu loh, cuman disuruh cicipi aja gak bisa !”, jawab ibuku.

“bukan gak bisa bu, cuman gak mau aja”,tambahku.

Setelah membuat kopi dan membersihkan rumah, aku bertanya pada ibu dimana bisa mendapatkan internet. Ibu bilang di depan rumah ada cafe yang baru buka, mungkin disitu ada internet, coba saja dulu.

Tak butuh waktu lama, aku pun segera pergi. Kubawa laptop dan berjalan menuju cafe tersebut. Setibanya aku di cafe tersebut, aku terhenti sejenak melihat kondisi cafe tersebut.

”Cafe yang cukup luas dan bersih, namun kenapa mereka belum pasang papan namanya ya?”,bertanya dalam hati. Dengan ragu-ragu kulangkahkan kakiku, kulihat sekeliling, belum ada pembeli hanya aku seorang.

Tiba-tiba saja

“Permisi mbak,silahkan duduk”, kata pelayan tersebut. Aku begitu terkejut saat melihatnya, perlahan-lahan aku pun duduk. Kubuka laptop ku dan seraya bertanya kepada pelayan.

“Mas disini ada internet gak?”.

“Oh ada mbak, silahkan saja dicoba”, pinta pelayan tersebut.

Belum selesai aku bertanya, pelayan tersebut sudah pergi.

“Kenapa pelayan tadi pergi ya?, aku kan belum pesan apapun, buku menunya juga tak ada”,tanyaku. Sedikit bingung namun aku berfikir

“Nanti dia juga kembali”,tambahku.

Ketika aku sedang asyik dengan laptopku, tiba-tiba saja ada sosok laki-laki yang menghampiriku. Mataku seakan tak berkedip melihat dia, sosok yang putih,tinggi, dan terlihat lesung pipit saat ia berbicara.

“Siapakah dia, apakah dia pangeran yang turun dari langit untukku, oh Tuhan”, kataku dalam hati.

Maklum saja aku dan Keisha adalah komplotan gadis yang masih sendiri, belum pernah merasakan jatuh cinta, jadi wajar saja aku terpukau saat melihat lelaki tampan tepat di depanku.Tak berapa lama aku pun tersadar dari lamunanku, saat ia mulai mengangetkanku.

“Iya mas”,jawabku. Ia menyodorkan segelas minuman di mejaku.

”Silahkan dinikmati mbak”, jawabnya.

Belum sempat aku menjawabnya ia beranjak pergi. Kuperhatikan segelas minuman tersebut, warnanya hitam pekat.

”Apakah ini kopi?”, bertanya-tanya dalam hati. Sempat ragu untuk mencobanya, namun kuberanikan diri untuk mencicipinya. Betapa terkejutnya aku

“Rasanya nikmat tak ada rasa pahit sedikit pun, bearti ini bukan kopi dong”, jawabku lugu. Cukup lama aku didalam cafe tersebut hingga tak sadar telah menghabiskan segelas minuman.

Aku pun beranjak pergi, dan langsung membayarnya. Kuperhatikan sekali lagi, tak ada sosok laki-laki tampan tadi,

“Apakah tadi aku berkhayal?”,tanyaku. waktu terus berjalan, aku semakin penasaran dengan sosok laki-laki tersebut, setiap sore aku berkunjung ke cafe tersebut. Menikmati segelas minuman tanpa tau nama minuman tersebut. Setiap kali aku hendak membayar, laki-laki tersebut tak tampak.

“Apakah ia hanya bertugas membuat minuman?”,tanyaku dalam hati. [SY]

Beti NandaBeti Nanda Sari, lahir di Cemparam Jaya Bener Meriah pada tanggal 11 November. Anak dari Bapak Bejo dan Ibu Suryani mempunyai hobi menulis dan bermain basket. Saat Beti Nanda Sari ini sedang melanjutkan study S1 di Universitas Syiah Kuala Jurusan MIPA Fisika.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.