Aksi “411” Momentum Kebangkitan Ummat

oleh

Oleh: Nurhabibah Batubara, SE*

NurhabibahAKSI damai bela Islam yang diikuti jutaan umat tepatnya di Jakarta pada tanggal 4 November yang dipimpin oleh para Ulama dengan misi yang sama tangkap Ahok menunjukkan bahwa saat ini umat Islam mengalami peningkatan kesadaran yang serius.

Tak pernah ada politisi manapun yang mampu mengumpulkan  sebegitu banyak massa, atau partai politik apapun yang bisa menyatukan ummat begitu besar.

Sebagaimana pemaparan KH. Abdullah Gymnastiar dalam acara Indonesia Lawyers Club pada Selasa (8/11/2016) malam menyatakan aksi 4 November digerakkan oleh rasa.

“Yang menggerakkan adalah karena ada rasa di hati, yang tidak bisa dijelaskan. Dan tentu yang tidak merasakannya tidak akan mengerti,” kata KH. Abdullah Gymnastiar.

Namun sangat disayangkan moment yang luar biasa ini diabaikan oleh Presiden kita, karena beliau tidak mau menemui masyarakat dan para Ulama yang ingin bertemu dengan beliau pada saat itu.

Lambannya pemerintah dan aparat memproses si penista al Qur’an menunjukkan bahwa mereka telah gagal melindungi Aqidah Islam.

Bukannya cepat bertindak, justru Presiden dalam jumpa pers usai rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (5/11/2016) pukul 00.10 WIB mencari kambing hitam, menuding kerusuhan yang terjadi di Jakarta pada Jumat (4/11/2016) malam didalangi aktor-aktor politik yang memanfaatkan situasi.

Meningkatnya kesadaran ditengah-tengah umat saat ini patut kita syukuri. Diakui atau tidak, dunia Islam saat ini dalam kondisi yang sangat terpuruk, baik dari segi ekonomi, pemerintahan, pendidikan, sosial budaya dan sebagainya bukanlah yang terbaik. Karena umat Islam sebagai Khairu Ummah (umat yang terbaik), tentu kita tidak boleh terus menerus dalam kondisi terpuruk seperti yang terjadi saat ini. Sebab salah satu ciri-ciri umat terbaik adalah yang cepat menyadari kesalahan dan segera memperbaiki diri untuk bangkit dari keterpurukan yang dialami saat ini.

Makna kebangkitan yang paling mendasar adalah kebangkitan dari segi pemikiran. Hal Ini berarti, harus ada upaya mengubah cara berpikir masyarakat yang ada saat ini tentang segala hal yang berkaitan dengan seluruh aspek yang menjadi pokok permasalahan.

Dengan berubahnya pola berpikir masyarakat, berubah pula pemahaman yang nantinya akan mengubah perilaku. Mereka harus keluar dari keterpurukan yang selama ini telah melanda seluruh umat.

Umat Islam jika menghendaki kebangkitan mau tidak mau harus menjadikan akidah Islam sebagai asas yang menjadi arahan kehidupan mereka. Di atasnya dibangun pemerintahan dan kekuasaan. Kemudian menyelesaikan seluruh problematika kehidupan dengan hukum-hukum yang terpancar dari akidah tadi. Yaitu dengan hukum-hukum syara’, sebagai bagian dari perintah dan larangan Allah. Bukan dengan anggapan lainnya.

Jika ini yang dijalankan, maka kebangkitan pasti akan muncul. Bahkan kebangkitan yang shahih, bukan sekedar bangkit. Umat Islam pun mampu menggapai puncak kegemilangannya lagi, meraih kembali kepemimpinan internasional untuk yang kedua kalinya.

Aksi sejuta umat 4 November lalu juga menunjukkan tingginya ghirah (semangat) kaum muslimin di Indonesia untuk bersatu melawan ketidakadilan penguasa.

Keberadaan beragam kelompok di tengah-tengah umat telah menjadi kenyataan yang tidak bisa diabaikan. karena memang demikianlah tabiat ajaran Islam yang memungkinkan terjadinya perbedaan, asal keragaman itu tidak menjadi pangkal perpecahan dan disorientasi dari perjuangan umat. Karena itu, penting sekali untuk memantapkan kesamaan visi dan misi dari berbagai ragam kelompok tersebut, yaitu  tegaknya kembali syariah dan Khilafah di muka bumi ini.

Karena itu, umat Islam harus mampu menegakkan kembali kemuliaan islam dan kaum muslimin, juga mampu menahan setiap gempuran jahat dari luar. Berbagai intervensi dari luar baik fisik maupun pemikiran amat mudah masuk ke dalam tubuh umat.

Ibarat penyakit, paham sekularisme, kapitalisme, liberalisme, sinkretisme, materialisme bahkan nasionalisme juga dengan mudah merasuk ke dalam tubuh umat. Karena faktanya 1,4 miliar umat Islam yang hidup terpecah di 57 negara bangsa (nation-state) saat ini bagaikan buih, tak memiliki kekuatan dan identitas.[]

*Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.