Ulama, Politik dan Pertaruhan Keimanan

oleh

Oleh : Syarifuddin

Syarifuddin
Syarifuddin

SEJARAH membuktikan bahwa sebagian besar ulama sejak zaman dahulu memang cenderung jauh dari politik. Seperti tertulis dalam buku Law and Power in the Islamic Law, Sami Zubaida.

Ia menjelaskan bahwa saat kekhalifahan Bani Umayyah, dalam bidang hukum Islam terkantongi dua area hukum, yaitu kelompok madzab dan qadhi.

Kelompok mazhab dikuasai oleh para ulama yang tidak ikut campur dengan politik negara, sedangkan qadi dikuasakan kepada hakim yang sama mazhabnya dengan negara. Perlu diketahui saat itu pluralisme hukum Islam sudah tumbuh.

Ulama, bukan sebuah profesi. Namun, wujud ulama merupakan amanah dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Amanah adalah kemampuan untuk menjaga (hafidz) dan menempatkan sesuatu pada tempatnya (‘adil). Karena itu, aktifitasnya bisa terlibat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat; ekonomi, politik, budaya dan bidang-bidang fardhu kifayah lainnya.

Imam al-Ghazali mengatakan, “Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama, dan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan, dan barang siapa dikuasai oleh ambisi duniawi ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah-lah tempat meminta segala persoalan.” (Ihya’ Ulumuddin II hal. 381).

Menghadapi pilkada serentak 2017 mendatang, ada beberapa daerah yang mengusung ulama sebagai calon kepala daerahnya, baik di tingkat Gubernur, Walikota maupun Bupati.

Terlepas setuju atau tidak, terjunnya para alim ulama ke dalam politik praktis akan menjadi pertaruhan keimanan seorang ulama tersebut, dimana kondisi perpolitikan saat ini yang notabene sudah tersistematis , baik dalam hal kampanye yang sudah menjadi rahasia umum pada setiap pilkada ada kemungkaran kemungkaran yang di luar dugaan yang dilakukan oleh oknum oknum yang tidak bertanggung jawab demi memenangkan calon pilihannya segala cara dilakukan maupun di saat terpilih nanti para alim ulama ini akan di hadapkan dengan birokrasi yang notabene sudah diatur oleh sistem pemerintahan, baik itu birokrasi yang berurusan dengan keuangan, administrasi maupun pelayanan terhadap rakyat.

Lagi-lagi iman akan menjadi pertaruhan utama dalam memimpin, karena para ulama selain menjadi panutan rakyat pada umumnya, juga menjadi panutan bagi umat islam pada khususnya.

Bagi ulama moment pilkada ini tidak hanya sekedar pertarungan politik, tapi juga menjadi pertaruhan keimanan dan kehormatan ulama itu sendiri, semoga dengan hati yang ikhlas dan tulus hadirnya para ulama menjadi nilai tersendiri untuk merubah revolusi mental kearah yang lebih baik yang selaras dengan visi misi Jokowi.

Nilai seseorang sesuai dengan kadar tekadnya, ketulusannya sesuai dengan kadar kemanusiaannya, keberaniannya sesuai dengan kadar penolakannya terhadap perbuatan jahat dan kesucian hati nuraninya sesuai dengan kadar kepekaannya terhadap kehormatan dirinya”. -Khalifah Ali bin Abi Talib- .  wallahu a’lam bissyawaf.

Penulis : Syarifuddin

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.