Nasry Sang Kartunis*

oleh

[Features]

Oleh: Kukuh Pamuji

Salahsatu karikatur. Salman Yoga S. Karya Nasry“Aku harus bisa”, gumam Nasry menyudahi peperangan hebat dalam alam pikirnya. Mereka sedang berselisih. Ada yang memberontak, ada juga yang bergaya bak bidadari dengan kata-kata manisnya. Keinginannya sudah bulat. Ia harus bisa mengembangkan keahliannya. Ia mulai sadar jika kemampuannya harus terus diasah. Apalagi masih jarang ada orang yang memiliki bakat seperti dia. Karena Allah menciptakan manusia itu ‘kan berbeda-beda dengan beberapa kelebihan dan kelemahannya. Dan dia memiliki keahlian dalam menggambar.

Matanya tak lekang memandang tajam pada pemandangan yang tak biasa. Ia mulai penasaran ingin lebih tahu tentang sesuatu itu. Benar-benar telah membius pandangannya. Sebenarnya lelaki ini tak berniat untuk datang melihatnya. Memang kalau jodoh takkan kemana. Amboi, amboi, amboi…

Jika berbicara mengenai cinta, inilah ‘cinta pada pandangan pertama’. Toko buku sekejap tersulap bagai di taman bunga. Harum semerbak wangi menggoda. Semilir angin sejuk merayu. Ahh!  Jadi lebih lengkap jika diiringi lagu India. Jika bisa sedikit berlari untuk meraihnya, dalam hujanpun pastilah akan dikejarnya.

Dia semakin dekat. Jelas sudah apa yang menghipnotis dirinya tadi. Cara Mudah Menggambar Dengan Pinsil. Ah, judul buku ini bagai magnet saja. Ingin rasanya memilikinya. Syukurlah lambat laun tercapai jua. Lega rasanya. Nasry membuka lembar buku yang telah dibelinya. Ia membacanya dengan seksama. Sesekali Ia menyipitkan matanya, pertanda ada sesuatu yang tak beres.

“Ternyata aku hanya tahu pinsil 2B saja untuk menggambar”Gumam nasry saat berada pada lembaran selanjutnya. Isinya mengenai jenis-jenis pinsil yang digunakan dalam menggambar. Sesuai dengan fungsi dan tujuannya masing-masing. Pada tabel yang tersedia, pinsil H digunakan untuk membuat perencanaan dan sketsa, B, 2B, 3B, 4B, dan 5B untuk membuat out line dan arsir. Sedangkan 6B, 7B, dan 8B lebih cocok untuk keperluan tertentu. Misalnya menggambar karakter kaca, air, dan lain-lain.

Buku yang ia beli ternyata menginginkan ‘sesajen’ untuk menggunakannya. ‘terpaksa uang belanja dari orang tua, ku korbankan sebagai tumbal saja’ pikir Nasry saat itu. Lagi-lagi ia harus merogoh kocek lebih dalam lagi untuk benar-benar sempurna menggunakan buku pusaka itu. Tapi entah kenapa wajahnya tampak lebih sumringah, bercahaya. Sedikit pencerahan untuk jiwa yang membutuhkan.

Dengan langkah pasti nasry kembali ke tempat penjual barang yang Ia idam-idamkan itu. Belum lengkap juga, Ia harus cari tempat untuk menuangkan ide-ide yang akan lahir nantinya. ‘Aih, lumayan juga alat-alat ini memerasku.’ Pikiran Nasry angkat bicara. Demi cita-cita tak apalah, yang penting makan nasi juga. Hahaha.

Kos, tempat Nasry melepas lelah dan kantuk tidak jauh. Kira-kira hanya berjarak 3 Km dari Simpang Jambo Tape, Banda Aceh. Ia tinggal bersama empat teman-temannya yang berasal dari pegunungan tinggi Tanah Gayo, tempat dimana Ia mengalami ‘gegar budaya’. Kejadian itu saat ia berusia menuju umur yang disakralkan oleh kaum remaja. 17 tahun !.

Perjalanan panjangnya dimulai saat Ia dilahirkan dari rahim seorang Ibunda bernama Dipa Warni .H. Bersama kasih sayang ayahandanya M. Nasir AR, seorang bayi telah resmi lahir di dunia. Menjadi khalifah di muka bumi. Memberi manfaat kepada semesta. Harapan mulia orang tua kepada setiap anak-anaknya.

Jerit tangisan bayi mungil itu saban hari menghiasi rumah papan tepat pada lorong Elang, Blang Cut. Tidak menjadi kebisingan bagi keluarga, namun malah serasa bak suara emas dendang berirama. Sudah jadi pelengkap dalam sebuah keluarga.

Rasnadi Nasry nama yang dipanggil saat bayi mungil kelahiran Banda Aceh, 24 Mei 1989 ini akan ditimbang di posyandu. Untuk Imunisasi, Pelayanan Gizi anak, atau bagi orang tua yang melakukan program KB.

Perlahan Nasry kecilpun semakin tumbuh, kecerdasannya, keahliannya, dan bertambah umur pastinya. Umur lima tahun sudah saatnya ia memasuki dunia sekolah. Taman Kanak-kanak. Sekolah tempat anak-anak Indonesia mengasah kekreatifan dan mengenal berbagai huruf dan angka.

Tangannya mengelus-elus bagian permukaan berwarna merah muda. Tak ada yang tahu apa yang akan dibuat bocah kecil itu. Diraba-rabanya perlahan, lalu ia mulai membentuk sesuai selera. Bocah-bocah kecil lainnya juga tak kalah asik mengolah adonan yang lekat itu. Sedangkan sang guru, tampak tersenyum membimbing mereka.

“Wah… bagus Nasry” puji sang Guru Taman Kanak-kanak itu.

Nasry kecil serasa disupport, semakin asik menarik-narik adonan, menjadi sebuah bulatan, membentuk ekor yang panjang, bagian kaki, dan kepala. Hasil yang begitu memikat hati sang guru. Karya seorang anak TK yang tak terduga. Buatannya tampak sudah jelas bentuknya. Kemampuan seni rupanya sudah bagus untuk seumur dia. Teman-temannya saja belum bisa melakukan demikian.

Ia membuat hewan Dinosaurus. Jenis hewan melegenda yang tak jelas benar keberadaannya. Dengan Plastisin, salah satu keterampilan tangan yang memakai bahan tepung dan lem PVAC atau lem kayu Ia membuat menjadi semacam adonan dan diberi warna sesuai dengan keinginan. Hampir seperti tanah liat. Kita dapat membentuk sesuai yang kita mau, boneka, sayur-sayuran, buah-buahan, atau lainnya. Permainan ini dapat dimainkan oleh anak-anak, dan bahkan orang dewasa.

***

Satu tahun sudah Nasry melewati masa-masa indahnya. Di mana bermain masih menjadi prioritas dalam hidup. Seragamnya sudah berganti. Kali ini memakai celana merah dan baju putih . Rasnadi Nasry sudah masuk Sekolah Dasar. Tepatnya di MI (Madrasah Ibtidaiyah) Negeri Suka Damai, Banda Aceh. Sejak kecil, Nasry suka menggambar. Biasanya Ia menggambar sebuah pemandangan, rumah, ikan, dan lainnya.

“Kenapa tak diwarnai, Nas?” tanya guru Bahasa Indonesia Nasry saat MIN kelas  5. Nasry tak suka memberi warna pada gambarnya. Ia lebih suka dengan gambar alaminya. Menggunakan kelir air itu pernah membuat ia kecewa. Saat ia warnai gambarnya, tenyata warnanya tembus ke belakang kertas. Tentu saja hasilnya tak sesuai harapannya lagi.

‘Gak suka saya buk’ jawab polos Nasry seraya memberikan tugas menggambarnya kepada sang guru. Hasil gambaran Nasry ternyata mendapat nilai 80. Hasil yang memuaskan. Walaupun hanya goresan gambar tanpa berwarna.

Saat MIN, Nasry pernah mewakili sekolahnya dalam perlombaan mata pelajaran se-Aceh. Ia satu-satunya perwakilan sekolahnya yang jebol dibabak penyisihan. Dia termasuk dalam 10 besar pemenang. Saat final, ia mampu naik satu peringkat menjadi 9. ‘Lumayan’ gumamnya. Nasry ikut lomba pelajaran Bahasa Indonesia. Sikap kepemimpinan Nasry sudah diacungi jempol sejak MIN. Setiap tahun ia menjadi ketua kelas, enam tahun berturut-turut. Itu artinya teman-temannya suka dengan hasil kerja Nasry saat menjabat posisi itu. Atau barangkali karena ia juga seorang Pinru (Pimpinan Regu) Pramuka di sekolahnya.

***

Waktu terus berputar tanpa henti. Perlahan mentari terbit, tenggelam, dan hari pun akan berganti. Begitu seterusnya. Nasry kecil sudah mulai tumbuh jerawat di pipinya. Menandakan hidup sudah mulai dihiasi bumbu-bumbu cinta.

Di ruang kelas bertuliskan pamflet ‘Kelas III’ SMP Loeng Bata. Dua remaja sedang asik bercengkrama. Jari telunjuk dan tengah mereka gunakan sebagai kaki-kakian yang berjalan. Mereka larut dalam imajinasi. Terbayang seorang ninja yang memiliki kekuatan dan senjata luar biasa. Nasry menendangnya dengan telunjuk. Lalu dibalas oleh Muhardinur. Begitu selanjutnya. Mereka memiliki jiwa yang sama.

Daya khayal mereka tinggi. Apapun yang dipandang mereka bisa saja artinya bukan yang sebenarnya. Jauh berbeda, bahkan tak masuk akal. Cara bermain unik mereka lainnya adalah saat berperang melalui gambar. Dilukisnya sebuah robot dengan besi-besi yang kuat dan ditarungkan. Muhardinur tentu saja tak mau kalah, Ia juga membuat dengan kuat yang sama, namun tampil lebih beda. Ditambahnya senjata-senjata api pada robot buatannya. Nasry sedikit terpukul, Ia juga harus tampil lebih baik. Dilengkapilah robotnya itu dengan senjata yang lebih canggih. Tembak Laser.

“Aku pakai laser, kamu baru pake api” kata Nasry memamerkan senjata barunya. Mereka saling tak ingin mengalah. Terus dan terus dengan kreatifitas dan kecerdasan yang berbeda. Kebiasaan menggambar Nasry memang tak diragukan lagi. Hampir penuh bukunya berisi gambar-gambar. Apalagi di cover buku belakangnya.

***

“SMK 2 Lampineng, Jurusan arsitektur” jawab Nasry kepada siapa saja yang menanyai perihal sekolah dan jurusannya saat memasuki sekolah menengah Atas.

Di sekolah itu, dua anak lelaki sedang asik dalam ruangan. Ilham Fahri dan Munawir Fadli. Mereka tampak asik mencoret-coret buku. Nasry pun datang menghampirinya, melihat apa yang mereka lakukan. Perlahan ia semakin mendekat kedua temannya itu. Matanya terhenti pada secarik kertas yang sedang digambarkan Ilham. Gambarnya menceritakan tentang bencana banjir dalam bentuk kartun. Ada mobil terbalik, genangan banjir, rumah tenggelam, penyelam, bahkan yang tidak biasa adalah gambar ikan sedang memakai kaca mata dengan acungan jempolnya, dan berenang santai di air bah banjir.

Lama kelamaan Nasry pun jadi larut dalam kegemaran yang sama. Ia juga ikut menggambar bersama kedua sahabatnya. Mereka saling berbagi karya, satu persatu mengomentari, dan hal ini membantu mereka mengasah kemampuannya. Saat suasana hati tidak dapat dikompromi, saat penyakit suntuk datang, disana biasa otak menggambarnya mulai aktif. Maka saat itu berbagai macam pun ia gambar.

Pertemanan mereka tak begitu lama. Baru saja mulai bersemi kedekatannya, namun seketika itu waktu pun tak mengijinkan untuk bersama. Tsunami Aceh pada tahun 2004 silam telah membawanya kembali ke kampung tanah leluhurnya. Dimana ayahanda dan ibundanya dilahirkan dan dibesarkan. Enam belas tahun sudah pemilik wajah oval ini hidup di ujung Sumatera. Jarang sekali ia pergi ke bagian tengah Nanggroe Aceh Darussalam. Kota dingin penghasil kopi, Bener Meriah.

Perjalanan menuju pegunungan tanah Gayo menempuh sekitar 7-8 jam. Untuk menuju kesana kita melewati beberapa kabupaten/kota sepanjang jalan Banda Aceh-Takengon. Jalan yang berliuk-liuk bagaikan ular, sering sekali mengocok perut penumpang mobil L300, Bus, atau lainnya. Hampir dipastikan untuk yang jarang bepergian jauh akan dikuras habis isi perutnya. Perjalanannya memang lebih menantang.

Sesampai di perbatasan kabupaten Bireun, penumpang disambut dengan gapura besar yang bertuliskan ‘Selamat Datang di Kabupaten Bener Meriah’. Mulai dari daerah perbatasan hawa sejuk mulai terasa. Semakin ke depan, maka semakin dingin pula cahayanya. Belum lagi jika  mengunjungi gunung Burni Telong. Kedinginan makin terasa menusuk tulang.

Tiga remaja sekaligus, Iskandar dari Pontianak, Rauzan dari Lam Lagang, dan Nasry sendiri dari Blang Cut. diperkenalkan oleh guru SMA I Bukit, Bener Meriah. Semenjak dari itu, sekitar tahun 2005. Nasry mengalami “Gegar Budaya”. Kondisi dimana seseorang kurang memahami budaya dan tradisi baru. Suhu dan kondisi alam yang terlihat ‘kontras’ ini membuat Nasry berbulan-bulan sakit Influenza. Belum lagi ditambah dengan bahasa yang jarang didengarkan.

“Aku baru nyadar kalo aku orang Gayo” gumam Nasry setelah beberapa lama tinggal di Bener Meriah.

“Sahan Geralmu wen? (siapa namamu nak?), Tanya salah seorang masyarakat kepada lelaki berflek memudar. Nasry bingung, tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya saat ditanya dengan bahasa Gayo. Pasalnya, sejak umur 2 tahun saja Nasry sudah terbiasa menggunakan bahasa Aceh. Nasry berubah menjadi sosok yang pendiam, tidak mau mengobrol, dan merasa tidak memiliki prestasi saat dibandingkan dengan siswa yang disana.

***

Di kamar berukuran tiga kali empat meter itu, Nasry mencoba mempelajari buku yang ia beli. Diletakkannya buku panduan di meja dalam posisi berdiri. Dengan pensil yang tersedia memulai menggores-goreskan mata pensil itu. Awalnya hanya berbentuk semacam garis-garis abstrak. Lama-kelamaan lukisan tangannya membentuk potret wajah tervisualisasi.

Setelah selesai yang sudah di contoh, lembar baru kembali dibuka dan begitulah selanjutnya. Ia terus menari-narikan ujung pensil mengikuti gambar-gambar yang disarankan. Selain belajar dengan cara mencontoh karya orang lain. Biasanya Nasry chatting di Facebook dengan teman-teman sesama kartunis, bahkan teman dia juga bukan dari Aceh saja. Tapi dari pulau-pulau lainnya. Mereka selalu bertutur sapa, berbagi karya, saling mengomentari, dan memberi saran.

Nasry, pria yang terkesan nggak rapi dengan gaya T-shirt berbalut kemeja itu, begitu piawai meliuk-liukkan alat tulisnya membentuk potret wajah bervisualisasi. Karyanya sudah banyak diterbitkan di berbagai media, baik media kampus maupun luar. Selain itu, karyanya juga sudah meraih berbagai prestasi dari ajang yang membanggakan. Dinding kamar berukuran tiga kali meter berpenghuni 2 orang itu turut menggambarkan keahlian yang dimilikinya. Tampak beberapa penghargaan berjejer di dinding kamarnya.

“Prestasi yang membanggakan bagi saya adalah saat menjuarai perlombaan karikatur bertema ‘Kondisi Islam’ yang diadakan di Unsyiah (Universitas Syiah Kuala) dalam acara unsyah Fair 5 2009” Ungkap penggemar Dedi Petet dan Butet Karta Rejasa, sang maestro teater kepada temannya.

Sekitar tiga puluh peserta yang beranggotakan mahasiswa, siswa, se-Banda Aceh dan Aceh Besar tengah bertarung pada tempat yang disebut-sebut Gelanggang. Bangunannya terletak di kampus Unsyiah satu bangunan dengan PEMA (Pemerintah Mahasiswa) Unsyiah, di lantai bawah, para peserta menari sedang menunjukkan bakatnya, sedangkan di lantai dua, cabang kaligrafi dan karikatur masing-masing fokus dengan apa yang dibuatnya.

Saat masuk, peserta diberi kertas dan dipersilahkan memilih tempat sendiri untuk mengkreasikan karyanya. Suara tenang saat mereka mulai asik dengan ide-idenya. Tema perlombaan pada Unsyiah Fair V ini adalah ‘Kondisi Islam’. Nasry menggambarkan seorang pria yang menunggangi kambing hitam dengan posisi membelakangi. Di tangan kiri tokoh terdapat senjata, yang bermakna Islam saat ini sedang dalam kondisi perang dan diperangi, sedangkan tangan kanannya terlihat mengiba, bermakna Islam saat ini sedang membutuhkan bantuan dari orang lain.

Ia sedikit gelisah, pasalnya sebentar lagi jam kuliah akan masuk. Ukirannya pun selesai dibuatnya. Langsung ia berikan karyanya kepada panitia. Peserta lain memandangnya, “cepat sekali” pikir mereka. Nasry pun berlalu meninggalkan ruangan.

Hari yang dinantikan para peserta lomba pun sudah tiba. Rasa deg-degan dan penasaran peserta hari itu berpacu dengan kencangnya. Mengira-ngira siapa yang bakal jadi juaranya?. Sore itu, Nasry terlihat was-was. Berdoa dalam hati agar terpanggil sebagai juara. ‘mudah-mudahan’ gumamnya.

Dug dug dug, suara microfon diketuk-ketuk oleh panitia. Pandangan penonton tertuju ke arah suara tiba-tiba. Dengan helaan nafas lembut perlahan acara dibuka. Saatnya pengumuman lomba diumumkan.

“Juara I adalah…” suara MC terhenti mencoba menambah penasaran setiap peserta.

Ia melanjutkan kembali perkataannya “Firmansyah, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala”. Katanya memecah suara para pengunjung. Serempak pemilik nama dan teman-temannya yang dipanggil itu bersorak gembira.

“Juara II adalah Teuku Dicky, dari Fakultas Ekonomi Unsyiah”.

“dan juara III adalah…..” potong MC kembali menggoda pengunjung.

“Rasnadi Nasry, peserta dari Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry” Sepontan degup jantung Nasry bertambah kencang. Hatinya berdesir. Rasa bahagia tak terkira.

“Terima kasih ya Allah. Alhamdulillah. Saya bisa memenangkannya”.

Prestasi Nasry tak hanya pada saat itu saja. Namun masih banyak lainnya, Diantaranya yaitu Juara I menulis surat cinta untuk Ibu yang diselenggarakan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Keputrian IAIN Ar-raniry 2008,  juara II menulis surat cinta untuk Ibu yang diadakan BEMA (Badan Eksekutif Mahasiswa) IAIN Ar-Raniry 2009, Juara I Lomba Karikatur yang diadakan oleh LDK (Lembaga Dakwah Kampus) Ar-Risalah, dan juara I lomba karikatur oleh BEMA Fakultas Tarbiyah.[]

*Dipetik dari buku “Ini Tentang Dia, Panduan, Tip dan Trik Penulisan Features” (Badan Arsip dan Pepustakaan Aceh, 2014. Fairus M Nur Ibrahim -Penyusun- dan Salman Yoga S –Editor-), dengan komentar singkat diisi oleh Yarmen Dinamika, Murizal Hamzah. Prof. Dr. Hasbi Amiruddin, MA, Cut Dira Maranda dan Keken..

Kukuh Pamuji adalah alumnus Fakultas Dakwah Dan Komunuikasi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri (UIN0 Ar-Raniry Banda Aceh.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.