Gayo Dominasi Jawara Lomba Tulis dan Foto SJI PWI Aceh 2016, Bisa?

oleh
dari kiri : Vera Hastuti, Mahyadi, Khalisuddin dan Muhammad Syukri
dari kiri : Vera Hastuti, Mahyadi, Khalisuddin dan Muhammad Syukri
dari kiri : Vera Hastuti, Mahyadi, Khalisuddin dan Muhammad Syukri

PRESTASI kembali diukir oleh penulis dan fotografer Tanoh Gayo dalam Lomba Menulis dan Foto yang diadakan oleh Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh di tahun 2016 ini. Hebatnya lagi, dari 5 foto juara, 4 diantaranya lokasi pengambilan foto di Gayo, Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues.

Ini membuktikan bahwa Gayo memiliki kemampuan untuk bersaing tidak saja di tingkat Daerah. Tidak tanggung-tanggung. Hal ini tentunya sangat membanggakan kita selaku masyarakat Negeri diatas Awan (sebutan untuk Gayo).

Lima orang tersebut diantaranya adalah 2 Penulis dan 3 Potografer. Drs. Muhammad Syukri, M.Pd sebagai juara 2 lomba menulis dengan judul “Kunci Membuka Akses Perekonomian di Wilayah Pedalaman” diikuti oleh Vera Hastudi, M.Pd sebagai juara 3 lomba menulis dengan judul “Upaya Meningkatkan Ekonomi Masyarakat di Wilayah Pedalaman Aceh”

Tiga orang lainnya yang menjadi juara lomba Foto diantaranya adalah Mahyadi dengan fotonya “Jembatan Darurat” yang berlokasikan di Aceh Tengah, selanjutnya Khalisuddin dengan fotonya “Jalan eks KKA” yang diambil di Bener Meriah dan yang terakhir adalah Zulkarnain Masry dengan fotonya “Belajar di Sekolah Darurat” yang berlokasikan di Serempah Aceh Tengah. dua putra asal Gayo tersebut berturut-berturut sebagai juara III dan IV sementara sang juara V adalah wartawan media ternama di Indonesia yang beristrikan perempuan Gayo dari Bener Meriah. (baca : Pemenang Lomba Foto/Tulis SJI PWI Aceh 2016),

Dari lima orang yang menjadi juara, 2 generasi berhasil mengukir nama mereka dengan tinta emas untuk mengharumkan nama Dataran Tinggi Tanoh Gayo. Yaitu generasi Drs. Muhammad Syukri, M.Pd dan generasi Khalisuddin, Mahyadi serta Vera Hastuti. Lalu bagaimana dengan generasi selanjutnya? apakah kita bisa mengikuti jejak mereka? atau mungkin kita akan kembali ke masa dimana nama “Gayo” bahkan hilang dari ingatan? jawabannya tentunya berada dalam genggaman kita para “kawula muda”. Bukan hanya untuk “menyamai”, tetapi harus mampu untuk “melampaui” mereka.

Gayo “Negeri yang tidak akan habis untuk di foto dan ditulis”, begitulah ungkapan Khalisuddin. Kita punya potensi? Jelas. Sumber daya? jangan ditanya! bahkan lebih dari sekedar kata “ada”, tinggal bagaimana tekad dan keinginan kita untuk memanfaatkan dua hal tersebut agar nama “Gayo” tetap berada di atas “Awan”.

Pagi? Siang? bahkan malam pun “Gayo” tetap indah di mata lensa, apalagi di mata kita yang diciptakan oleh “Pencipta” keindahan tersebut.

Seharusnya kita bersyukur dengan “keindahan” tersebut, caranya? salah satunya dengan terus berkarya di bidang kita masing-masing, bukannya lalai mengikuti perkembangan “kiri” yang dibawa oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Dan akhirnya, jadikan prestasi generasi diatas kita sebagai “Obor Penylut Semangat” untuk generasi kita yang dilahirkan diatas 1980-an. Sekali lagi! Bukan untuk “menyamai”, tetapi untuk “melampaui”. “Muda Berkarya”. (Mulyadi)

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.