Sosok Dibalik Pengembangan Talas Satoimo di Aceh

oleh

Catatan : Fathan Muhamad Taufiq*

SatoimoTalas Jepang atau yang lebih dikenal dengan nama Talas Satoimo (Colocasia Esculenta var Antiquarum) merupakan komoditi pangan alternative yang mulai populer dikembangkan di provinsi Aceh. Menurut referensi dari Konsorsium Talas Satoimo, jenis talas ini pertama kali ditemukan di sebuah desa di Jepang bernama Yuzuri Hara pada tahun awal tahun 1900an. Penduduk desa yang mengkonsumsi talas ini sebagai bahan pangan utama mereka, ternyata fisiknya bugar dan sehat serta usianya relatif tinggi, yaitu rata-rata di atas 90 tahun. Pemerintah kekaisaran Jepang kemudian melakukan penelitian intensif terhadap komoditi pangan ini, dan ternyata talas ini mengandung unsur protein pembentuk collagen yang belakangan terbukti mampu menghambat penuaan kulit.

Dari penelitian tersebut kemudian pemerintah Jepang kemudian mengembangkan komoditi ini secara besar-besaran, namun karena keterbatasan lahan, pengembangan talas Satoimo di negeri Sakura ini belum optimal. Tahun 1940an, ketika Jepang kemudian menguasai beberapa Negara Asia sebagai jajahan, mereka juga membawa bibit talas Satoimo ke Negara jajahan mereka untuk dikembangakan disana, bukan untuk memenuhi kebutuhan pangan warga terjajah, tapi semata-ata untuk memenuhi kebutuhan pangan warga di Negara Jepang, mulai saat itu talas satoimo berkembang di beberapa Negara seperti Indonesia, Korea dan China.

Tahun 1980an, pemerintah dan warga Jepang mulai mengalihkan konsumsi pangan mereka dari beras dan gandum kepada talas Satoimo, karena sudah terbukti bahwa talas ini merupakan sumber karbohidrat potensian yang banyak mengandung kalori tapi relative rendah kadar gula, sehingga sangat aman dikonsumsi oleh siapa saja, termasuk penderita diabetes. Meningkatnya kebutuhan akan talas jepang ini, membuat pemerintah Jepang merasa kewalahan untuk memenuhi kebutuhan warganya, karena produksi yang mereka hasilkan tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan pangan ini. Mereka mulai membuka kran import alas Satoimo dari beberapa negara tetangga, termasuk Indonesia. Peluang ini yang kemudian dimanfaatkan oleh para pengusaha Indonesia untuk mengembangkan dan kemudian mengekspor komoditi ini ke Negara Jepang. Beberapa daerah seperti di Bantul, Yogyakarta dan Buleleng, di Bali, kemudian mulai mengembangkan budidaya komoditi ini secara intensif, karena nilai ekspornya sangat menjanjikan.

Mulai dikembangkan di Aceh

Peluang budidaya dan ekspor talas satoimoyang sangat menggiurkan ini, ternyata menarik perhatian seorang pengusaha muda dari Aceh bernama Mukhtar. Tanpa sengaja pada tanggal 10 Oktober 2013 yang lalu, dia bertemu dengan seorang pengusaha dan eksportir talas Satoimo dari Tangerang, Andi Cristianto. Direktur utama CV. Agro Lawu ini memang sudah beberapa tahun menekuni bisnis talas Satoimo di Pulau Jawa dan Bali. Waktu itu Andi menawarkan kepada Mukhtar untuk mencoba mengembangkan komoditi pangan aru ini di provinsi Aceh, Andi kemudian menyerahkan 15 kg bibit talas Satoimo kepada Mukhtar untuk di uji coba di lahan miliknya.

Awalnya mukhtar agak ragu, karena tidak memilki basic pengetahuan pertanian yang memadai, karena bisnis yang dia jalankan selama ini bukan bisnis di bidang pertanian. Tapi karena penasaran, diapun mencoba menanam bibit talas pemberian rekan bisnisnya itu. Dia sendiri sebenarnya belu begitu yakin dengan ujicoba budidaya tanaman yang baru dikenalnya itu, karena dia belum tau prospek pasarnya, namun dia tetap melakukannya, sekedar menambah pengalaman, pikirnya pada waktu itu.

Mukhtar, Pengusaha Talas Jepang SatoimoEnam bulan setelah dia tanam bibit talas Satoimo tersebut, ternyata pertumbuhannya sangat bagus, dia mulai berfikir kalau komoditi ini memang cocok untuk dikembangkan di Aceh, khususnya di Aceh Besar yang merupakan kampung asalnya. Saat dia memannen tanaman perdananya, ternyata hasilnya cukup mengembirakan, satu batang talas mampu menghasilkan 4 – 6 kg umbi segar, diapun segera menginformasikan kepada Andi Cristianto. Gayung pun besambut, And kemudian menawarkan kerjasama untuk menampung hasil talas Satoimo yang dia uji coba itu. Namun Mukhtar tidak serta merta menerima tawaran itu, karena komoditi itu baru saja dia uji coba tanam dan belum ada petani lain yang membudidayakannya. Diapun meinta waktu enam bulan kepada Andi untuk mengembangkan komoditi ini pada lahan yang lebih luas.

Mukhtar, kemudian mulai meperkenalkan tanaman barunya kepada para petani di kabupaten Aceh Besar Dengan iming-iming bahwa semua hasil produksi talas satoimo yang ditanam petani, nantinya akan dia tampung pemasarannya, usaha Mukhtar mulai menampakkan hasi. Awalnya dia memberikan bibit dari hasil penanaman yang dia lakukan kepada para petani di sekitar tempat tinggalnya secara Cuma-cuma, namun karena minat para petani begitu besar dan bibit yang dia miliki tidak mencukupi, akhirnya dia mulai menjalin kerjasama dengan Andi untuk penyediaan bibit talas satoimo bagi para petani di daerahnya.

Usaha Mukhtar tidak sia-sia, komoditi pangan baru yang dia perkenalkan ternyata mendapat sambutan luar bisa. Kemudaian dia merangkul sahabatnya, drh. Ahdar, MP yang juga Kepala Balai Diklat Pertanian Aceh untuk mempromosikan komoditi ini lebih luas lagi. Berkat bantuan Ahdar, kemudian talas satoimo mulai berkembang hampir di semua kecamatan dalam wilayah kabupaten Aceh Besar. Hanya dalam tempo kurang dari dua tahun, sudah ada sekitar 200 hektar lahan pengembangan talas Satoimo di daerah ini. Dengan asumsi produksi 20 – 30 ton per hektar, akan dihasilkan sekitar 4.000 – 6.000 ton umbi segar dari daerah ini. Mukhtar mulai bernai terjun total dalam bisnis ini, lewat usaha dagang miliknya CV. Rizqia Perdana, Mukhtar mulai membangun gudang sortasi dan packing talas satoimo di Banda Aceh sebagai persiapan untuk ekspr ke Jepang.

Untuk tahap pertama ini, Mukhtar akan mengekspor talas Satoimo dalam bentuk segar (frozen), dia juga sudah merencanakan untuk membengun pabrik pengolahan talas jepang, supaya dia juga bisa mengekspor komoditi ini dalam bentuk olahan yang nilai ekonomisnya tentu lebih tinggi.

Populer lewat Jus Satoimo.

Usaha ekspor talas jepang yang dirintis oleh Mukhtar mulai berjalan, dia tidak perlu khawatir akan kehabisan bahan baku, karena areal pertanaman komoditi ini terus bertambah dari hari ke hari, bukan hanya di wilayah Aceh Besar tapi juga sudah mulai dikembangkan di beberapa kabupaten lain seperti Pidie, Pidie Jaya, Aceh Utara dan Aceh Timur. Karena memang orientasi awalnya untuk ekspor, Mukhtar tidak pernah berfikir untuk mencari peluang pasar lokal atau dlama negeri. Tapi tanpa diduga, dari beberapa referensi yang dia baca, bahwa talas Satoimo ini ternyata bisa dikonsumsi dalam keadaan mentah atau dibuat jus.

Bersama Ahdar, Mukhtar kemudian mulai mempromosikan jus Satoimo di sebuah kafe yang terletak di komplek Balai Diklat Pertanian Aceh di Saree. Hanya dalam waktu singkat Jus Satoimo menjelma menjadi minuman favorit di kafe yang menyediakan kopi special Gayo itu. Promosi gencar yang dilakukan oleh Mukhtar bersama Ahdar mulai menampakkan hasil, jus Satoimo kini seakan sudah menjadi tren minuman sehat yang banyak digemari oleh berbagai kalangan. Ini membuat Mukhtar semakin bersemangat, dia mulai mencoba terobosan baru pasar lokal dengan produk lain berbaghan dasar talas jepang ini, es krim Satoimo dan bubur Satoimo menjadi eksperimen berikutnya yang ternyata juga mendapat sambutan “manis” dari publik, apalagi beberapa media juga intens mempromosikannya sebagai minuman segar yang berkhasiat mebuat “awet muda”, semakin banyak orang yang penasaran untuk mencoba jus ini.

Lewat popularitas Jus Satoimo ini, Mukhtar kemudian berhasil merangkul para pejabat di Aceh mulai dari Gubernur, Ketua DPRA, Pimpinan Instansi, Baputi dan Walikota beserta jajarannya untuk mengembangkan komoditi ini di seluruh wilayah Aceh. Muhktar sendiri menjamin bahwa seluruh hasil produksi talas Jepang yang dihasilkan petani aakn dia tampung pemasrannya. Itulah sebanya pengembangan komoditi pangan baru ini kemudian mendapat sambutan luas dari para petani di Aceh.

Mukhtar kini bisa tersenyum, bisnisnya bisa berkembang dan petani di daerahnya merasa terbantu dengan usaha yang dia rintisnya itu. Meski tetap focus kepada ekspor ke Jepang, tapi Mukhtar juga tidak mengabaikan pasar lokal, karena prospek ekonominya juga sangat menjanjikan. Tapi yang begitu membanggakan Mukhtar, bukan karena dia bisa meraih keuntungan besar dari bisnis talas jepang ini, dia bersyukur bisa membantu saudara-saudaranya para petani di Aceh untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Itulah sosok Mukhtar, sosok pebisnis tangguh yang tetap berpenampilan sederhana ini, dia tidak hanya berfikir tentang keuntungan semata, tapi juga berfikir bagaimana petani di daerahnya bisa lebih sejahtera lewat usahanya ini. Tanpa maksud men”citra” kan sosok pengusaha muda ini, tapi tanpa dia, mungkin masyarakat Aceh tidak akan mengenal komoditi pangan bernama Talas Satoimo ini, setiap terobosan baru memang butuk sosok-sosok inovatif seperti Mukhtar ini.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.