Gubernur Aceh Respon Pengembangan Talas Jepang Satoimo

oleh

Oleh : Fathan Muhammad Taufiq

Satoimo“Gebrakan” baru yang digagas oleh seorang pengusaha Aceh, Mukhtar bersama koleganya drh. Ahdar, MP yang tidak lain adalah Kepala Balai Diklat Pertanian Aceh untuk mengembangkan komoditi pangan “baru” Talas Jepang Satoimo lebih dari setahun yang lalu, kini mulai mendapat respons positif dari berbagai kalangan. Nilai ekonomis dari komoditi pangan non beras ini lumayan bagus, sementara peluang pasar ekspornya ke Negara Jepang juga masih terbuka lebar.

Talas Jepang Satoimo yang sudah mulai berkembang di beberapa wilayah di kabupaten Aceh Besar ini kemudian mulai populer setelah diangkat ke berbagai media baik media lokal maupun media nasional. Berbekal informasi dari media tersebut, akhirnya banyak kalangan kemudian menunjukkan minatnya untuk mengembangkan komoditi ini di daerah mereka. Begitu juga konsumsi talas ini baik dalam bentuk mentah maupun dalam bentuk olahan mulai meningkat, apalagi setelah Ahdar dan kawan-kawan mulai intens memperkenalkan jus Satoimo di kafe yang berlokasi di komplek Balai Diklat Pertanian Aceh di Saree. Banyak pejabat yang penasaran untuk mencoba mencicipi jus “unik” yang konon berkasiat untuk memperlambat proses penuaan kulit karena kandungan zan pembentuk collagen yang terdapat dalam umbi talas jepang ini.

Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah atau yang lebih dikenal dengan panggilan Doto Zaini, bahkan sudah beberapa kali singgah di kafe Horas di Komplek Balai Diklat yang dipimpin Ahdar ini untuk menikmati jus Satoimo. Begitu juga beberapa pejabat lain seperti Wakil Ketua DPRA, Sulaiman Abda, Kepala Dinas Pertanian Aceh, Prof. Dr. Abubakar Karim, MS, Kepala BPTP Aceh, Ir. Basri A. Bakar, MSc, Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh, Ir. Lukman Yusuf dan banyak lagi pejabat dari kabupaten/kota di Aceh yang sudah mencicipi jus Satoimo ini.

Bupati Aceh Besar, Mukhlis Basyah, tentu saja menjadi pejabat yang paling berkepentingan dengan pengembangan kooditi pangan baru ini, berkat respons beliau, saat ini sudah lebih 200 hektar lahan penanaman talas jepang di daerah ini. Tak hanya merespons dengan lisan, Mukhlis juga berani mengucurkan anggaran kabupaten untuk membantu petani di daerahnya dalam pengembangan talas jepang. Keseriusan bupati Mukhlis, akhirnya menarik perhatian kepala daerah lainnya untuk mengikuti jejaknya, seperti Walikota Banda Aceh, Illiza Saaduddin Jamal, Bupati Pidie, Sarjani Abdullah, Bupati Pidie Jaya, Aiyub Abbas dan beberapa kepala SKPD dari beberapa kabupaten/kota di Aceh yang mulai melirik peluang ini.

Respons positif yang tidak kalah pentingnya, juga ditunjukkan oleh orang nomor satu di di Aceh, Doto Zaini. Sejak pertama kali diperkenalkan dengan talas jepang oleh Ahdar, beliau langsung menyatakan ketertarikannya. Dalam berbagai kesempatan, Doto selalu menghimbau jajarannya untuk mendukung pengembangan komoditi pangan yang memiliki prospek ekspor sangat baik ini. Komoditi pangan yang memiliki kandungan kalori tinggi tapi rendah karbohidrat ini, memang saat ini sudah menjadi tren pangan alternative di negeri Sakura, itulah sebabnya permintaan pasar Jepang terhadap komoditi ini dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, tentu saja ini bisa menjadi peluang bagi petani di Aceh yang merupakan daerah potensial untuk pengemangan talas jepang ini, karena dari beberapa kali pengujian melalui demplot percobaan, produktivitas talas jepang di provinsi Aceh khususnya kabupaten Aceh Besar cukup tinggi, yaitu mencapai 20 – 30 ton per hektarnya, sementara harga pasar ekspornya juga lumayan bagus, sekitar empat ribu rupiah per kilogramnya di tingkat petani.

Tidak hanya kalangan pejabat dan petani saja yang kemudian tertarik untuk mengembangkan talas jepang ini, kalangan ulama dan pesantren yang jumlahnya ribuan di Aceh, juga mulai melirik peluang pengembangan talas jepang di lahan milik pesantren mereka. Seorang ulama kharismatik dari kabupaten Pidie Jaya, Tgk. H. Nuruzzahri atau yang lebih dikenal dengan panggilan Waled Nu yang merupakan pimpinan yayasan pondok pesantren Ummu Ayman di daerah Meureudu, Pidie Jaya adalah salah seorang ulama pelopor pengembangan talas jepang di lingkungan pesantren.

Menurut Waled Nu, upaya mengemangkan komoditi talas jepang di lahan milik pesantren yang dipimpinnya itu, selain seagai upaya untuk mendidik para santri dalam kegiatan wira usaha di bidang pertanian, gerakan ini juga dimaksudkan oleh Waled Nu untuk merubah “image” pesantren yang selama ini sering diasumsikan sebagai “peminta-minta” sumbangan dan donasi.

“Jika usaha ini berhasil, pesantren akan punya pendapatkan sendiri dan tidak lagi hanya berharap sumbangan dari para donator untuk menjalankan aktifitasnya, karena pesantren akan memilki pendapatan sendiri” ungkap Waled Nu disela-sela penanaman perdana talas jepang di lahan selauas 5 hektar milik yayasan pesantren yang dipimpinnya.

Agar upayanya lebih “bergema’ dan bisa dicontoh oleh masyarakat sekitarnya, Waled Nu segaja menggandeng Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah dan pimpinan DPRA untuk melakukan penanaman perdana talas jepang ini. Gayungpun bersambut, Doto Zaini langsung merespons undangan sang Tengku. Hari Kamis kemarin (7/4/2016), Doto Zaini didampingi oleh Wakil Ketua DPRA, Sulaiman Abda, melakukan penanaman perdana talas jepang dikompleh pesantren Ummu Ayman yang saat ini sudah memiliki jenjang pendidikan dari tingkat Tsanawiyah (SLTP), Aliyah (SLTA) dan Sekolah Tinggi Syariah. Dalam kesempatan itu gubernur juga berjanji untuk membantu sarana produksi pertanian (Saprodi) untuk mendukung pengembangan talas jepang ini.

Di hadapan ratusan mahasiswa dan santri Ummu Ayman, Doto Zaini mengharapkan agar upaya pengembangan talas jepang di komplek pesantren ini bisa menjadi pilot project bagi pesantren lain dan masyarakat sekitarnya.

“Kita tau, bahwa sampai dengan saat ini pesantren dan para ulama di Aceh punya peran sentral dalam pembangunan di wilayah ini, saya berharap terobosan yang telah dilakukan oleh pesantren Ummu Ayman ini bisa jadi contoh bagi pesantren lainnya dan juga masyarakat disekitarnya” harap Doto sebagaimana diungkapkan oleh Ahdar yang yang juga turut mendamping gubernur dalam acara tanam perdana tersebut.

Sementara itu Sulaiman Abda, berharap agar kedepan dapat dibangun pabrik pengolahan talas jepang di Aceh, agar produk ini tidak hanya diekspor dalam bentuk umbi segar tapi juga dalam bentuk pangan olahan, sehingga nilai ekonomisnya bisa lebih meningkat.

“Saya berharap ada pengusaha yang mau berinvestasi dengan mendirikan pabrik pengolahan talas Satoimo ini, pemerintah Aceh dan DPRA pasti akan membantu memfasilitasinya, karena saya melihat bahwa prospek ekonomi talas jepang ini kedepan sangat bagus dan permintaan ekspornya juga terus meningkat, kita ingin para petani mendapatkan nilai tambah dengan berdirinya pabrik pengolahan ini, karena nantinya talas jepang tidak hanya diekspor dalam bentuk mentah tapi juga dalam bentuk olahan,” pungkas Sulaiman. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.