Datok Gembira Dimata Tgk M Ali Djadun dan Syaiful Hadi

oleh

Ayah-Irvan-RasyidSALAH seorang yang paling merasa kehilangan atas wafatnya H. Rasyidin, sesepuh masyarakat Minang di Tanoh Gayo adalah Tgk. H. M. Ali Djadun, ulama kharismatik di Gayo.

“Dia sahabat saya saat senang dan saat susah, kami seperti se-ibu dan se-bapak,” ujar ulama kharismatik ini usai shalat jenazah untuk H. Rasyidin Dt. Rajo Penghulu di Masjid Agung Ruhama Takengon, Kamis siang, 7 April 2016.

Dimata Tgk. M. Ali Djadun, sosok Datok Gembira (panggilan H. Rasyidin karena memiliki toko kain bernama Gembira di jalan Sudirman Pasar Bawah Takengon) adalah pribadi yang jujur dan tidak pernah marah dan bersikap atau bertutur kata tidak pernah membuat orang tersinggung.

“Pis di atemu (kamu tega sekali-Gayo:red), itu yang diucapkan Datok Gembira saat sedang sangat marah,” ujar Tgk. Ali Djadun.

Kata yang sama juga diucapkan Datok Gembira saat menghadapi pembeli yang mengotot menawar harga lebih rendah dari modal.

Tg. M Ali Djadun
Tg. M Ali Djadun

“Dia berdagang ambil keuntungan seadanya saja, saat ada pembeli yang memaksa membeli dengan harga di bawah modal, Datok hanya katakan pis di atemu,” kenang dedengkot warga Muhammaddiyah ini.

Ada satu kenangan yang tidak dilupakan Tgk. Ali Djadun bersama Datok Gembira, yakni saat komplik Aceh berkecamuk hebat di era 1988-2004. “Satu ketika saya sangat khawatir dengan keamanan saya yang membuat saya terpaksa memilih bersembunyi ke satu tempat agar merasa aman. Saya memilih ke toko Gembira dan saya sempat bermalam di rumah H. Rasyidin selama 2 malam,” ungkap Tgk. Ali Djadun.

Terpisah, salah seorang warga jama’ah shalat Janazah lainnya, Syaiful Hadi menyatakan sangat sulit mencari sosok pengganti se kharismatik Datok Gembira.

“Selaku warga Gayo dan warga Muhammadiyah kita sangat kehilangan, terlebih warga Minang di daerah ini. Sulit mencari sosok kharismatik yang jujur yang dengan mudah meninfaqkan hartanya untuk kepentingan ummat,” ujar Syaiful Hadi, warga Medan yang berasal dari Takengon.

Syaiful Hadi
Syaiful Hadi

Datok Gembira pernah menjabat sebagai ketua Minang Saiyo selama puluhan tahun juga sebagai bendahara Muhammadiyah Aceh Tengah. “Jangankan ambil uang kas untuk kepentingan lain, menukar fisik uangnya saja dia tidak mau,” ungkap wartawan senior ini.

Dan kalau marah, menurut Syaiful, Datok Gembira mengungkapkannya dengan kalimat santun.

Datok Gembira dilahirkan di Takengon 83 tahun silam, putra dari Hj. Ambiya. Meninggalkan 2 orang, dr. Indra Lutfi dan Irvan Rasyid yang merupakan ketua Minang Saiyo Aceh Tengah dan Bener Meriah. Datok Gembira dikebumikan di komplek makam Minang Saiyo di Asir-Asir Takengon.

Saat jenazah akan diberangkatkan ke masjid Ruhama Takengon, Irvan Rasyid memohon agar segala kesalahan ayahnya dima’afkan. Dan jika ada hutang-piutang telah menjadi tanggungjawab dirinya dan abangnya Indra Lutfi. (Kh)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.